Ringkasan lalu: Kapal berangkat dengan kelebihan beban. Semua ingin lari dari kejaran Tentara Merah yang ganas. Tanpa mereka tahu,…..
Mesin bisa jebol
Sekali lagi Petersen menentang.
Kapal tak boleh dihajar pada batas maskimum, “mesin kapal bisa jebol dan kita semua akan repot di tengah laut, kalau kapal sampai mogok!”
Karenanya ia meminta kapal tetap pada laju 12 knot. Petersen juga tak mau kapal berzig-zag. Baginya, lurus lebih baik. Kapal sampai tujuan lebih cepat.
Perdebatan kemudian masuk pada soal lampu kapal. Sebaiknya dinyalakan atau dimatikan? Kali ini Zahn mengambil alih wewenang nyaris secara paksa. Sebagai perwira militer ia berhak memveto wewenang petugas sipil, demi keselamatan kapal.
“Matikan lampu!” Zahn memberi perintah. Kru kapal yang kebanyakan orang Kroasia bingung. Ia menoleh pada Kapten Petersen, yang langsung menukas “biarkan lampu kapal menyala”
Zahn meradang, “Pak, kapal ini sudah menjadi kapal militer. Banyak personil militer yang diangkut dan kapal ini juga sudah dipasangi senjata anti pesawat udara”
Petersen membalas, “kapal ini tetap kapal sipil! Bahkan kini berisi lebih banyak pengungsi!”
Zahn benar-benar tak bisa dihentikan. Ia berjalan ke arah saklar lampu dan mematikan semua lampu.
“Wewenang saya ambil alih, bawa kapal berzig-zag dan arahkan agar merapat ke daratan”
Petersen diam.
Dan kapalpun melaju dengan berkelak-kelok sambil mematikan semua lampu.
Berapa jam kemudian, menjelang pukul 8 malam, juru radio kapal menerima pesan aneh: “serombongan kapal penyapu ranjau Jerman tengah melaju ke arah timur dan -kemungkinan- berpapasan dengan Gustloff”
Dengan berita ini, untuk menghindari tabrakan, mau tidak mau Gustloff harus menyalakan lampu kapal berikut lampu navigasi (yang menunjukkan posisi dan arah kapal) berwarna merah dan hijau.
Kapten Petersen segera menyalakan lampu. Kapal dan areal sekitarnya jadi terang benderang.
Kapal Selam Sovyet mengintai
Namun, sesungguhnya, upaya Petersen dan Zahn berdebat soal jalur, tentang laju kapal harus ngebut atau pelan, berzig-zag atau tidak, menyalakan lampu atau memadamkan sudah tidak berguna lagi.
Diam-diam, sejak pukul 19.00 tadi, sebuah kapal selam Sovyet -S 13- sudah melihat badan Gustloff yang besar. Catnya yang putih terlihat jelas oleh pantulan rembang senja yang masih tersisa hari itu.
Dari balik periskopnya, yang menyembul keluar di atas permukaan air, kapten S-13- Alexander Marinesko– seorang kapten kapal yang bengal, terus mengawasi dan mengikuti laju Gustloff dengan sabar dari jarak 30 km.
Disebut bengal, karena pelayaran S-13 di bawah Marinesko kali ini bisa jadi adalah pelayaran terakhir baginya. Ia terancam dipecat dan dikirim ke Siberia, sebuah kamp kerja paksa di sebelah timur Sovyet yang terkenal sangat dingin!
Kapten pemabuk
Marinesko memiliki masalah dengan kebiasaannya mabuk-mabukkan. Kejadian fatal terakhir adalah jadwal keberangkatan sudah tersusun, perbekalan selesai diunggah dan 46 awak kapal pun telah siap sedia, tetapi sang kapten kapal tak muncul!
Setelah dicari, Marinesko ternyata masih tergolek tidur lelap dalam keadaan mabuk berat vodka di kabinnya. AL marah bukan main. Kebiasaan jelek kapten senior yang telah bertugas selama 12 tahun (sejak 1933) ini bisa merontokkan semangat tempur dan disiplin anak buahnya.
Marinesko hampir dibawa ke mahkamah militer dan komandannya mengancam akan menyeret kapten berdarah Rumania dan Ukrania itu ke Siberia, toh, Marinesko tetap bisa membela diri, “Sovyet tengah berperang melawan Jerman, Pak, dari pada saya diadili dan dibawa ke Siberia negara ini akan rugi karena kehilangan tenaga seorang kapten kapal selam berpengalaman. Keadaan sedang genting, keahlian saya masih dibutuhkan”
Setelah dipertimbangkan Marinesko akhirnya masih diberi kesempatan sekali lagi. Terakhir. Bila ia tetap ngaco dan bertindak indisipliner apa boleh buat pengadilan militer akan menanti!
Dan, Marinesko menepati janji. Ia bertindak sangat hati-hati.
Dari arah laut bebas S-13 kemudian menyelam dan menyelinap di bawah Gustloff dan masuk ke arah daratan. Kini, ia berada di sebelah kiri kapal. Ini langkah cerdik.
4 terpedo
Marinesko tidak akan menembak kapal itu dari arah kanan -arah laut bebas- posisinya akan langsung ketahuan. Setelah ia menembak dengan terpedo dan terjadi ledakan, kapten kapal terpedo yang ada di belakang Gustloff secara naluriah akan bergerak ke kanan, ke laut bebas, dan memburunya.