Hidup itu untuk diutus. Apa pun peran kita, itu harus disyukuri dan dijalani agar hidup ini bermakna bagi sesama.
Kenyataan itu yang saya lihat pada seorang teman yang terkena stroke. Semula, saya berpikir ia pasti terpukul, sedih, dan sulit menerima semua itu. Tapi, lewat kejernihan sorot mata dan gerak tubuhnya itu, saya melihat kejujurannya. Wajah yang cerah sumringah dan bibir yang selalu tersenyum itu tanda, bahwa stroke tidak memasung aktivitasnya!
Apa yang saya lihat dan amati pada M, membuat saya makin penasaran.
Menurut M, ia terkena stroke, karena kesalahannya sendiri. Ia melanggar pantangan dokter agar mengurangi atau menjauhi makanan yang kandungan kolesterolnya tinggi. Makanannya tidak terkontrol. Akibatnya, ia terserang stroke.
Semula ia tidak mau menerima kenyataan itu. Apalagi aktivitasnya langsung terpasung. Belum lagi, biaya untuk pengobatan dan kesembuhannya yang tidak sedikit. Bahkan hasil usahanya dari industri roti rumahan yang ditabungnya itu juga ludes.
Kesadarannya muncul, ketika ia melihat istrinya pontang panting jadi tiang penyangga keluarga. Ia harus bangkit. Ia harus berani untuk menerima kenyataan pahit itu dan mensyukurinya. Paling tidak, ia tidak merepoti keluarganya. Ia tidak ingin jadi beban keluarga. Dan ia harus sembuh dari stroke!
Semangat yang menyala itu lalu membakar urat nadinya untuk makin rajin terapi menggerakkan otot-otot yang kaku dan nyeri.
“You will never walk alone,” kata-kata itu sungguh memotivasi M dari keterpurukkan. Tuhan selalu menyertai umatnya, bahkan hingga akhir zaman.
Perhatian istrinya yang telaten, anak, dan sahabat-sahabatnya itu bagai oase di padang gurun. Dari kursi roda, ia belajar menggunakan tongkat U, hingga ke tongkat satu.
“Yang penting hidup ini dibawa hepi, asal tidak lupa diri. Dan tugas saya belum selesai,” jelas M tersenyum renyah. Di sela keterbatasan geraknya itu M tetap tidak pelit untuk berbagi, baik soal resep dan kreativitas cara membuat roti, hingga pengalaman hidupnya.
Semangat dan keoptimistisan M itu sungguh menginspirasi saya untuk tidak menyerah, meski hidup ini didera badai persoalan. “You will never walk alone,” karena tugas perutusan kita belum selesai, hingga saatnya kita kembali kepada-Nya (MR)