Tujuh Dosa Sosial di Era Pandemi

Oleh DIMAS SUPRIYANTO MARTOSUWITO

Tujuh Dosa Sosial adalah petuah yang dipopulerkan oleh Bapak India Mahatma Gandi yakni politik tanpa prinsip – kekayaan tanpa bekerja – kesenangan tanpa hati nurani – pengetahuan tanpa karakter – perdagangan tanpa moralitas – ilmu tanpa kemanusiaan – dan agama tanpa pengorbanan.

Tujuh Dosa Sosial yang kasat mata diperlihatkan di tengah kita menyebabkan kemerosotan kualitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Merusak peradaban dan mendangkalkan kebudayaan.

Mengabaikan tujuh dosa sosial sebagaimana dipaparkan di atas membuat manusia tega memangsa sesamanya. Orang lain dan saudara sebangsa adalah target dan mangsa untuk diperdaya, dijadikan sumber keuntungan pribadi.

Para politisi anti pemerintah memanfaatkan pandemi untuk menyerang kepala negara dan pemerintah. Alih alih menyumbang saran dan ikut ambil langkah nyata malah mendorong presiden untuk meletakan jabatan dan mencari kesempatan berkuasa lagi. Itulah berpolitik tanpa prinsip.

Berpesta dan hura hura di tengah saudara sebangsanya, yang sedang menjalani isolasi – baik isolasi mandiri maupun di rumah sakit – adalah contoh kesenangan tanpa hati nurani.

Menimbun masker, peralatan kesehatan dan obat obatan untuk menjualnya dengan harga berlipat lipat, memaksakan resep yang sangat mahal tapi akhirnya mematikan pasien adalah perdagangan tanpa moralitas.

Sekadar mengkririk dan menyalahkan negara dan pemerintan berdasarkan pemahaman seadanya menunjukkan pengetahuan tanpa karakter.

Memperjualbelikan pengalaman dan profesi di tengah bencana global ini merupakan contoh ilmu tanpa kemanusiaan

Keinginan mendapat surga dan takut pada neraka dengan mengabaikan keselamatan keluarga dan sesama adalah contoh nyata orang yang beragama tanpa pengorbanan.

Menurut Wikipedia, tujuh dosa sosial bukan karya asli Gandhi melainkan kutipan dari seorang pendeta Anglikan bernama Frederick Lewis Donaldson dalam satu ceramah yang disampaikan di Westminster Abbey pada 20 Maret 1925 . Bapak pendeta pada awalnya menyebutnya sebagai “Tujuh Kejahatan Sosial Mematikan”.

Mohandas Karamchand Gandhi, Bapak India Modern menerbitkan daftar yang sama dalam surat kabar mingguan Young India pada 22 Oktober 1925. Gandhi juga memberikan daftar itu kepada cucunya, Arun Gandhi, yang ditulis pada secarik kertas pada hari terakhir mereka bersama sebelum pembunuhannya.

Menyimak kembali petuah pendeta Frederick Lewis Donaldson dan
Mahatma Gandhi sangat relevan dengan kondisi di Indonesia yang tengah mengalami pandemi ini.

Dan kita menyaksikannya sekarang, praktik praktik yang begitu nyata, vulgar : politik tanpa prinsip; kekayaan tanpa kerja keras; bisnis tanpa moralitas; kenikmatan tanpa nurani; pendidikan tanpa karakter; ilmu pengetahuan tanpa kemanusiaan; dan peribadatan tanpa pengorbanan. ***

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.