Seide.id- Seiring berjalannya waktu, saya memahami, bahwa tukang jamu atau penjual obat yang berjualan di pinggir jalan itu menarik untuk ditonton.
Mereka sukses mendatangkan penonton. Salah satu resepnya adalah menggunakan pengeras suara dan berisik. Mereka juga membekali diri dengan berbagai atraksi menarik. Misalnya, hewan melata, bermain sulap, atau ilmu bela diri.
Tukang jamu itu mudah dijumpai di jalanan kampung, dari kota kecil hingga kota besar. Atraksi yang mereka tunjukkan juga makin variasi mengikuti tuntutan zaman.
Zaman berubah. Tukang jamu tradisional dan tukang jamu di zaman milineal itu berbeda. Jika tukang jamu, obat tradisional itu berjualan demi menyambung dan bertahan hidup. Tukang jamu era milenial ini lokasi ngamennya tidak dibatasi. Mereka yang biasa berdasi itu berjualan di tempat-tempat prestise, bahkan hingga di rumah ibadah dan gedung dewan! Mereka berjualan demi masa depan.
Tidak hanya itu. Media promosi jualan jamu mereka juga semakin luas dan dahsyat. Baik lewat WA, FB, media elektronik, dan sosmed.
Jika penjual jamu trasisional itu biasanya menyusupkan teman di antara penonton untuk menjadi kelinci percobaan agar obatnya laku (dibeli). Tapi tidak demikian dengan penjual jamu milenial yang berdasi itu. Mereka terorganisasi dan rapi jali.
Mereka berjualan jamu, umumnya ditanggap, memenuhi job order, atau mengkritisi pemerintahan. Tujuannya agar mereka dibagi kue kekuasaan.
Begitu pula dengan para penonton alias pasukan penggembira yang disertakan. Mereka didatangkan, diorder, dan dibayar.
Jika tujuan penjual jamu obat itu agar pembelinya jadi sembuh. Sebaliknya penjual jamu berdasi itu menjual hoaks, kebencian, dan sumpah serapah. Tujuannya agar orang yang dihujat dan dikritisi itu menjadi gerah, lalu membagi kue kekuasaan yang diimpikan.
Begitu pula dengan penjual jamu di masa kampanye seperti sekarang ini. Mereka menjual hoaks, fitnah, iri hati, sumpah serapah, hingga sara. Mereka kehilangan etika, bahkan menjual hati nuraninya sendiri demi materi, jabatan, dan berkuasa.
Miris, tapi hal itu fakta. Bahkan, karena fanatisme buta terhadap seorang kandidat, mereka juga tidak peduli, jika saling menghujat, memfitnah, dan menyebar racun hoaks. Meskipun mereka juga tidak memperoleh apa-apa.
Berjuta orang rela meracuni hatinya sendiri hingga mati. RIP.
Mas Redjo /Red-Joss