Seide.id – Di tengah keterpurukan perfilman nasional akibat pandemi corona saat ini, sejumlah wartawan di Jakarta pada tanggal 7 Juli 2021 lalu mengumumkan akan menyelenggarakan Festival Film Wartawan Indonesia (FFWI) XI. Penggunaan angka Romawi XI merupakan bentuk peringatan atas penyelenggaraan festival film dengan nama berbeda, yang sudah 10 kali diadakan oleh wartawan.
Ketua Panitia FFWI yang juga dikenal sebagai wartawan senior, Wina Armada menjelaskan, FFWI akan memulai sejarah baru dalam perfilman Indonesia, yakni tidak hanya menilai karya film yang telah ditayangkan di bioskop, tapi juga memberikan penilaian terhadap karya film yang ditayangkan di media over the top atau OTT.
“Saya kira ini baru pertama kalinya terjadi di Indonesia. Arti penting sistem penilian ini, menunjukan FFWI sangat mengadopsi perkembangan teknologi komunikasi.” Wina Armada memprediksi, langkah FFWI bakal diikuti oleh berbagai festival film lainnya di Indonesia,” kata Wina melalui siaran pers yang dikirimkan ke Redaksi.
Selain itu, ia menambahkan, festival yang menyediakan 30 piala bagi para pemenang dan piala khusus ini, juga akan menilai film peserta berdasarkan genre, atau masing-masing jenis film. Menurut Wina, penilaian berdasarkan genre film akan memunculkan insan film yang dalam festival film “konvensional” sulit menjadi pemenang dan mendapat piala, dalam FFWI hambatan itu dapat diatasi.
“Jadi penilaian film head to head atau apel to apel berdasarkan karya film sejenis. Dengan demikian ini dapat lebih fair,” tandas Wina Armada.
FFWI XI diselenggarakan oleh Wartawan Film dan Kebudayaan bermitra dengan Direktorat Perfilman, Musik dan Seni Baru, Dirjen Kebudayaan, Kemendikbud dan Riset Teknologi. Malam puncaknya akan diselenggarakan tanggal 28 Oktober.
FFWI XI ini bukanlah festival film pertama yang diadakan oleh wartawan. Bahkan pada tahun 2016 lalu, sejumlah wartawan bekerjasama dengan Yayasan Pusat Perfilman H. Usmar Ismail (YPPHUI) juga mengadakan ajang pemberiaan penghargaan – kurang lebih sama dengan festival – kepada insan film yang diberinama Usmar Ismail Award (UIA).
Di tahun pertama, UIA berlangsung semarak, bekerjasama dan disiarkan langsung oleh Trans TV pada malam puncaknya, tetapi pamornya meredup setelah diteruskan pada tahun berikutnya. Trans TV memutuskan kerja sama, sehingga UIA tidak menarik lagi. Pada tahun berikutnya hingga saat ini tidak diadakan lagi.
Jauh sebelum itu, wartawan baik secara organisasi maupun perorangan, banyak terlibat dalam kegiatan festival film. Ketika Festival Film Indonesia yang diadakan sejak tahun 1955 tidak rutin penyelenggaraannya karena situasi politik di dalam negeri, antara tahun 1970 sampai 1975 PWI Jaya Seksi Film menyelenggarakan terdapat festival terbatas berupa Pemilihan Aktor/Aktris Terbaik.
Departeman Penerangan akhirnya meminta agar ajang Pemilihan Akor / Aktris Terbaik yang gaungnya cukup santer, dihentikan. Departemen Penerangan Republik Indonesia, yang pada waktu itu merupakan institusi pembina perfilman nasional menugaskan Yayasan Film Indonesia (YFI), untuk menyelenggarakan festival film.
Departemen Penerangan memprakarsai dibentuknya Dewan Film Nasional. Maka melalui lembaga ini pelaksana FFI tahun 1981 yang dilakukan YFI dilebur. Maka pada tahun 1982 penyelenggaraan FFI ini sepenuhnya dikelola oleh Dewan Film Nasional.
Keterlibatan wartawan dalam Festival Film Indonesia juga sangat diperhatikan. Sampai dengan tahun 1992, FFI mengadakan Lomba Kritik Film yang ditangani oleh wartawan film. Ketika Panitia Tetap (Pantap) FFI terbentu selama 5 tahun – tahun 1998 – 1992 – Bidang Humas / Publikasi dan Dokumentasi ditangani khusu oleh wartawan. Bidang ini diketuai oleh wartawan film Ilham Bintang.
Sepanjang penyelenggaraan FFI di era kebangkitannya kedua (sejak tahun 2004), beberapa orang wartawan telah menjadi Ketua Panitia Pelaksana. Masing-masing Wina Armada (FFI 2007), Akhlis Suryapati (FFI 2008), Firman Bintang (FFI 2013) dan Kemala Atmojo (FFI 2014).
Sejak tahun 2014 hingga saat ini, sejak FFI ditangani oleh Badan Perfilman Indonesia (BPI) wartawan sama sekali tidak memiliki peran dalam penyelenggaraan FFI. Itulah barangkali salah satu alasan, mengapa wartawan akhirnya mengadakan sendiri festival film, dengan menyelenggarakan FFWI. hw