Wisata GLOW & Kenangan “Semalam di Bogor” (5)

Glow 07 - Foto @glowkebunraya

Kata hati daku turutkan,
pergi bermalam di kotamu.
Sejak itu lamunan rindu,
menggoda dalam diriku.

Daku semalam menginap di Bogor,
mula kisahku di sana.
Kini ‘ku tak ‘kan lagi mengembara sendiri.
Kota Bogor menahan daku pergi

Banyak kota daku bermalam,
di masa hidupku yang silam.
Kota Bogor dan kebun raya,
mengakhiri segalanya.

Daku semalam menginap di Bogor,
mula pertama di sana.
Kini ‘ku tak ‘kan lagi, hidup datang dan pergi.
Daku akan selalu di kotamu.

Ditulis dalam bentuk sonata, empat baris empat kuplet, syairnya sungguh sederhana, juga nada dan irama yang membentuk alunan musiknya. Lembut dan agak mendayu-dayu, sebagaimana gaya yang jadi ciri khas lagu-lagu pop Indonesia era tahun 1960 – 1970-an. Jauh berbeda dengan musik masa kini yang menghentak, dengan syair yang kadang dicipta lebih dulu sebagai karya puisi.

Entah bagaimana Zaenal Combo menggubah syair di atas? Bisa jadi dia memang pernah tinggal semalam di Bogor dengan kebun raya sebagai ikon kota. Bisa jadi dia ke ‘kota hujan’ itu demi si Jelita tambatan hatinya, yang mampu menahan langkahnya untuk tidak kemana-mana lagi.

Dan Alfian berhasil menyanyikan lagu itu, bahkan menjadikannya sebentuk legenda baru bagi Kota Bogor Alfian sendiri pelantun lagu irama pop lainnya masa itu, semisal Sebiduk di Sungai Musi dan Senja di Kaimana yang pernah bikin saya menangis menyanyikannya di panggung perpisahan Kelas VI Sekolah Dasar (setahun sebelumnya masih bernama Sekolah Rakjat), karena di antara penonton ada seorang adik kelas dimana kami saling menyimpan ‘cinta monyet’, dan saat itu kami harus berpisah, ha…ha…ha…!

Ecodome di siang hari. Membawa kenangan lama, sejak Sekolah Rakjat hingga menikah. Bahkan beranak cucu. foto Heryus Saputro.

Menurut yang saya baca, khususnya berkas ulasan Japi Tambajong (Remy Sylado) di Majalah Tjaraka, dalam hal gaya. Alfian sendiri meniru banyak penyanyi tenar Amerika lainnya. Sering dia meniru gaya Cliff Richard dan Elvis Presley, tokoh-tokoh yang bahkan hingga kini tetap tinggal di hati banyak penggemar musik di seluruh dunia.

Saya sendiri tak pernah melihat Alfian menyanyi secara langsung, bahkan juga penampilannya di televisi Indonesia yang saat itu baru punya siaran tunggal TVRI dari Pukul 17:00 s/d 21:00 WIB. Suara berat Alfian hanya bisa saya dengar lewat radio RALIN milik ayah, atau radio transistor merk Cawang milik tetangga sebelah rumah. Namun, suara Alfian dengan penjiwaan yang kuat itu terpatri di hati. Juga saat 18 April 1983 saya memperistri seorang gadis, yang tinggal cuma sepelemparan batu dari Kebun Raya Bogor. Hmmm…! ***

HERYUS SAPUTRO

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.