Oleh Mas Soegeng
Hari ini, 7 Juli 2021, kasus baru Covid-19 naik lagi menjadi 34,101, dengan total pasien covid di angka 2,379,397. Jumlah kematian 1,040 orang. Ini angka memprihatinkan meski Indonesia tidak termasuk 10 besar dengan kasus virus corona terbanyak dunia.
10 besar negara dunia yang masih mudah terjangkit virus corona yakni AS ( 3,029,780), Brasil (1,623,284), India (720,346), Rusia (687,862), Peru ( 305,703), Spanyol (298,869),Cile (298,557), Inggris (256,848), Meksiko (256,848), dan Iran (243,051).
Apa pentingnya angka-aangka ini ?
Artinya, Indonesia belum dalam kondisi gawat darurat sekali. Ini maknanya bukan alasan tepat kalau para pembenci negeri ini ramai-ramai bikin tagar ,” Menyerahlah Pak Presiden”.
Mereka ini berteriak dari jendela sambil melihat betapa sibuknya presiden dan pembantunya bergulat mengatasi bencana dunia, Covid-19. Lihatlah bagaimana Luhut Binsar Panjaiatan melihat mobilitas masyarakat dari 4 kamera dan aplikasi sambil memerintahkan diadakan tindakan. Di Istana, Pak Presiden menerima laporan tiap detik dan memberi arahan tim kabinetnya melakukan upaya pencegahan kerumunan lewat PPKM yang dilakukan sejak empat hari lalu.
Mereka ini berteriak gegap gempita tak peduli bagaimana para tenaga kesehatan berpeluh keringat, penuh pengap di balik baju Hazmat dan tumpukan masker rangkap agar mereka yang menangani banyak pasien dan merawatnya, tak mudah terjangkit virus yang setiap saat mengancam mereka.
Jadi, apa yang mereka lakukan sambil teriak pada Presiden untuk melempar bendera putih atau untuk menyerah ? Tidak ada, sebab keahlian mereka memang berteriak dan bikin gaduh negeri ini. Setiap kesulitan menimpa presiden dan negeri ini, adalah kesempatan bagi mereka untuk berteriak dan menyalahkan. Bisanya hanya itu. Mereka seperti anjing yang haus darah untuk menguasai daerahnya dengan menggonggong setiap orang lewat.
Mereka ini kalah dengan para pembokat perumahan yang sejak 3 hari lalu mulai mengirim makanan ke tetangga bagi mereka yang melakukan isolasi mandiri. Mereka yang menggonggong itu tak ada artinya dibanding para RT, dan RW yang turun tangan urunan beli obat dan mengirim secara bergilir kepada tetangga, bahkan warga kampung sekitar yag sedang isolasi mandiri. Mereka bergotong-royong memberi makanan kepada keluarga pasien covid yang tak berdaya di beberapa perumahan dan bawah jembatan meski mereka tak mengenal.
Lihatlah grup-grup WA yang mulai menghimpun bantuan vitamin, membagi informasi keberadaan plasma darah konvalesen atau tempat tersedianya tabung oksigen. Beberapa pribadi menawarkan bantuan pengiriman vitamin atau makanan yang diperlukan bagi yang tidak mampu secara gratis.
Semua bergerak, semua memberikan sesuatu yang mereka mampu dan miliki. Inilah sejatinya nilai tertinggi dari hubungan manusia, yakni pada kemanusiaan itu sendiri. Mereka dipersatukan oleh kemanusiaan. Mereka serta-merta tergerak untuk mengatasi bersama dengan caranya sendiri, untuk negerinya sendiri. Manusia-manusia normal dan waras, yang puya cara tersendiri dalam saling membantu negerinya dalam menghadapi persoalan hidup atau problem nasional.
Tapi, ini tidak berlaku bagi mereka yang berada di jendela sembari menggongong bersautan hiruk-pikuk sambil melihat ke bawah orang sibuk membersihkan negeri ini dari virus corona…..