Yang Tabu Diucapkan Ibu

  1. ”Waktu Mama sebesar kamu….”
    Kalimat ini “baik” jika dimaksudkan agar anak meneladani prestasi Anda. Sayangnya, alih-alih membuat anak termotivasi. Yang ada justru buah hati terjerumus dalam perasaan rendah diri. Atau bisa pula anak akan berkomentar enteng, “ah, itu kan dulu, Ma. Lagian aku kan bukan Mama, jadi ngapain disama-samain.”
  2. “Awas nanti kalau Papa pulang, Mama laporin biar kamu tahu rasa!”
    Langsung atau tidak, kalimat semacam ini malah hanya akan menjatuhkan martabat Anda di mata anak. Sebagai ibu, Anda dianggap tak becus menangani segala tetek bengek masalah anak sampai-sampai harus menunggu kepulangan pasangan. Jangan heran kalau anak malah akan sering membantah dan melecehkan Anda sebagai orangtua.
  3. Kenapa sih kamu enggak seperti kakak atau adikmu?”
    Ingat, siapa pun tak ada yang suka dibanding-bandingkan, kendati de facto si kakak memang lebih pandai dan si adik lebih menyenangkan. Kalaupun mau membandingkan secara fair, ya bandingkan anak dengan dirinya sendiri. Misalnya, “Lho kamu kemarin sudah bisa mengerjakan tugas seperti ini, kok sekarang enggak bisa? Lupa ya?”
  4. “Pokoknya Mama bilang….”
    Ultimatum seperti ini menandakan pola asuh yang Anda terapkan adalah pola otoriter. Tak boleh ada bantahan atau peluang bagi lawan bicara untuk mempertanyakan alasannya. Jangan bangga dulu kalau anak menuruti perkataan Anda karena biasanya “kepatuhan” tersebut merupakan keterpaksaan. Jika besar nanti anak sangat mungkin tumbuh jadi sosok yang teramat kaku, minim inisiatif dan cenderung ogah berpikir kritis. Bukankah sejak kecil ia sudah dibiasakan terpola melakukan segala sesuatu sesuai dengan “sendiko” paduka Anda sebagai orangtuanya.
  5. “Payah ah kamu, gitu aja kok enggak bisa sih?”
    Tanpa disadari Anda sudah memberi “stigma” pada anak bahwa dia adalah manusia yang tak bisa apa-apa. Tak heran kalau di banyak kesempatan anak cenderung meragukan kemampuan dirinya. Padahal semestinya yang dikemukakan adalah harapan Anda lalu beri contoh bagaimana cara mengerjakannya. Kalaupun ia melakukan kesalahan, beritahukan kesalahannya sekaligus beri kesempatan pada anak untuk mencoba lagi agar ia tak mengulangi kesalahan yang sama.
  6. “Mestinya kamu dapat nilai A, dong!”
    Wajar memang bila orangtua menginginkan anaknya berhasil. Namun jika kalimat seperti ini yang terus-menerus dijejalkan ke anak, tanpa sadar kita sebetulnya sudah menuntut anak menjadi sosok perfeksionis. Padahal mana ada sih manusia yang sempurna? Yang pasti kalimat semacam itu akan menimbukkan masalah. Terutama jika anak memang tergolong pas-pasan atau bahkan di bawah standar. Ia cenderung tumbuh menjadi pribadi minder atau justru menjadi pribadi serakah yang tak pernah puas dengan apa yang ada pada dirinya.
  7. “Dulu Mama selalu juara lho!”
    Boleh-boleh saja menyampaikan kilas balik kesuksesan seperti ini. Namun jangan lupa sampaikan pula seberapa keras usaha Anda dan bagimana kisah jatuh bangun Anda meraih kesuksesan tersebut. Jangan sampai anak memperoleh kesan keliru bahwa ibunya adalah manusia serbabisa yang tak pernah berbuat salah.
    (Puspa)
Avatar photo

About Gunawan Wibisono

Dahulu di majalah Remaja Hai. Salah satu pendiri tab. Monitor, maj. Senang, maj. Angkasa, tab. Bintang Indonesia, tab. Fantasi. Penulis rutin PD2 di Facebook. Tinggal di Bogor.