Pameran KURSI Tatang Ramadhan Bouqie

Kursi TRB-01

Lewat karyanya, yang keemuanya berfokus pada sosok kursi (yang bukan sekadar tempat duduk), TRB mengungkap banyak hal unik menarik, inspiratif dan bikin pengunjung senyum-senyum, atau melongo merenung-renung mencari makna tersirat di dalamnya. Foto : Don Worosukarto

Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI

Seide.id 23/05/2023 – Kursi. Siapa tak kenal kursi, atau bangku? Properti atau barang kebutuhan sehari-hari di rumah atau kantor, untuk ditempatkan dalam ruang ataupun di luar ruang, yang sengaja dibuat (atau dibeli} dan disediakan untuk tempat duduk orang-seorang atau sekelompok orang (kursi/bangkupanjang seperti di taman ataupun depan warungtegal) yang butuh mengistirahatkan (maaf) pantat, sejenak.

Asyiknya duduk atau rebahan di kursi, yang kadang bikin kita lupa waktu bahkan pulas tertidur, inilah yang dalam pergaulan modern lantas mengasosiasikan atau memisalkan kursi atau bangku sebagai jabatan, posisi kedudukan mengasyikkan bagi seseorang atau sekelompok orang di kantor atau di sebuah lembaga dan instansi di kampung dan di desa, di kota, istana bahkan di Gedung DPR-MPR RI.

Kursi pula yang kini jadi cikal-bakal atau pangkal soal trending topic yang nyaris tiap menit sepanjang hari diberitakan televisi dan media on-line, baik oleh para jurnalis resmi maupun mara busser yang bisa lahir dari mulut siapa saja. Kursi (sublimasi sebentuk jabatan) yang jadi primadona kekuasaan, pokok utama yang diperebutkan para ‘balon’ penguasa (mengatasnamakan rakyat) peserta Pemilu 2024.

Berkait ‘kursi’ yang sedang jadi pembicaraan dan dikejar banyak orang belakangan ini, maka Pameran KURSI yang medio Mei 2023 digelar seniman perupa modern Indonesia asal Bandung, Tatang Ramadhan Bouqie (TRB) di ASHTA Distrik 8 Jalan Senopati No.8 Kebayoran Baru Jakarta Selatan dan diresmikan Prof Dr Todung Mulya Lubis, SH. LLM., ini menjadi menarik buat disimak.

Tapi jangan berharap bahwa di ajang pameran yang tampil sophisticated dan amat terencana itu, TRB akan terus terang bicara atau bertestimoni soal politik ‘rebutan kursi’ di Indonesia jelang pemilu mendatang. Sama sekali tidak, TRB adalah ‘jenis’ seniman perupa Indonesia berotak bersih, cemerlang, yang kali ini menggunakan idiom kursi sebagai alat ucapnya berkesenian tanpa harus dia cerewet bicara.

Berbagai karya rupa dua dimensi (lukisan) dan tiga dimensi (patung) bahkan karya instalasi digelar TRB pada pameran tunggalnya kali ini. Lewat karyanya, yang keemuanya berfokus pada sosok kursi (yang bukan sekadar tempat duduk), TRB mengungkap banyak hal unik menarik, inspiratif dan bikin pengunjung senyum-senyum, atau melongo merenung-renung mencari makna tersirat di dalamnya.

Nikmatnya duduk di kursi antara lain diungkap TRB dalam sebuah lukisan (mirip ilustrasi buku) cat akrilik di atas kanvas, ihwal seorang wanita muda berbusana modern-tradisional, yang ditemani seekor kucing berbulu putih-polkadot (biasanya anjing dalmatian yang berbulu seperti ini, hi…hi…hi…!) asyik duduk di kursi (bangku) taman di bawah sinar bulan, kepak merpati, kupu kupu dan bunga.

Ada juga sesosok wanita berkebaya hitam dengan bawahan kain batik motif Parang Ageng duduk bertekuk kedua lutut di atas bangku kayu, sementara jari tangannya digigit-gigit, seolah dia menunggu seseorang datang. Siapa, Nduk? Suamimu yang sedang kampanye caleg, kah? Sementara di lukisan lain tampak kursi bersandaran tinggi yang disampiri selendang, kosong menungu pe’duduk’nya…

Karya patung dan instalasi yang digelar TRB tak kalah enak buat dipandang-pandang, sambil coba mengulik maksudnya. Ada kursi dengan sosok lelaki seperti aktor pentas cabaret beraksi di atasnya. Ada kursi dengan ornamen kuping yang seolah ingin tahu, siapa calon pe’duduk’nya. Ada kursi besandaran gambar tengkorak bertuliskan “Kill Email”, dan banyak lagi kisah kursi disodorkan TRB

Tak kalah menarik adalah sosok kursi belang-belang hitam-putih, yang sandarannya begitu tinggi hingga asimetris atau tak sesuai dengan sosok dudukan kursi yang kecil dan sempit. Uniknya, di atas sandaran tergambar sederet bintang berjumlah tujuh buah. Lho, bukankah 4 bintang itu pangkat tertinggi? Atau 5 bintang unuk Jenderal Besar? Lha kok ini tujuh bintang, seperti di bungkus obat pusing? ***

23/05/2023 PK 12:02 WIB

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.