Pengasuhan yang baik tidak berarti bebas konflik. Melainkan yang dapat mengelola konflik dengan baik. Mendisiplinkan buah hati dan menjaga hubungan yang akrab dan hangat dengan anak, merupakan hal yang sama pentingnya.
#1. Kelola Emosi Diri
Sebelum berhadapan dengan emosi anak, orangtua harus terlebih dulu mampu mengenali dan mengelola emosi dalam dirinya sendiri. Harus ada keseimbangan antara emosi dengan akal sehat. Kenali emosi-emosi negatif apa saja yang Anda miliki. Dalam kondisi-kondisi seperti apa emosi-emosi negatif tersebut amat berpotensi untuk meledak.
Langkah ini penting karena seseorang tidak mungkin mampu bernegosiasi dan berpikir jernih mencari solusi kalau dirinya sendiri dalam keadaan kacau. Jadi, cermati betul bagaimana gelombang emosi Anda. Emosi negatif yang tak terkontrol tentu saja bisa berakibat fatal. Orangtua yang tak bisa mengendalikan emosinya sendiri biasanya akan langsung menutup rapat pintu diskusi. Sementara lainnya akan menunjukkan aksi tutup mulutatau menenggelamkan diri dalam kepura-puraan sibuk bekerja. Bagaimana dengan anak? Si kecil dibiarkan dalam ketidakpastian dan kebingungan.
Siap Menggali & Berbagi Informasi
Sebaliknya, orangtua yang berhasil menerapkan persuasive parenting akan tampil sebagai negosiator paling efektif. Saat menghadapi anaknya yang tantrum, ia bisa menghela napas dalam-dalam guna menenangkan diri. Ini dilakukan semata-mata agar mampu menggali dan berbagi informasi yang selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk mencari penyelesaian masalah.
Berbekal kemampuan mengontrol emosi diri, orangtua bisa menangani konflik yang muncul dengan anak. Bukan malah saling ngotot dan meledak-ledak tak keruan yang membuat konflik semakin runcing. Ingat, selera humor dan segudang kesabaran akan sangat membantu menyelesaikan konflik dan pencarian solusi.
Paham Tahapan Perkembangan
Yang pasti, pengenalan emosi diri ini harus dibarengi dengan pemahaman yang jelas dari orangtua mengenai tahap perkembangan anak. Dengan demikian, orangtua bisa jeli menilai apakah tingkah laku tak diharapkan yang ditunjukkan anak memang intention behaviour alias disengaja. Ataukah sebatas childish behaviour anak pada umumnya. Di antaranya, usia batita yang tengah berada dalam tahap menggemari aksi buka-tutup dan lempar-banting.
Orangtua yang tidak memiliki pemahaman tentang tahapan perkembangan anak tentu sebentar-sebentar akan berteriak “Jangan!”, “Enggak boleh!”, “Nanti rusak” dan sebagainya. Padahal semua aksi tadi justru merupakan stimulasi penting bagi seluruh aspek perkembangannya.
#2. Bantu Anak Mengenali Emosinya
Dalam segala keterbatasannya, bisa dipahami kalau anak akan lebih emosional ketimbang orang dewasa. Mereka memang baru dalam taraf belajar. Orangtualah yang wajib membantu anak mengenali berbagai emosi dan bagaimana mengekspresikan emosi tersebut secara tepat. Tentu saja orangtua harus siap menghadapi reaksi emosi anaknya agar bisa bernegosiasi. Sekaligus tetap fokus untuk membantu anak mengatasi gejolak emosinya.
Pada anak yang belum mengenali emosinya, kemarahannya akan meledak-ledak sebagai pelampiasan rasa frustrasinya. Sementara tangisannya sedemikian keras menyiratkan kekecewaannya. Sayangnya, cukup banyak orangtua yang membolehkan anaknya mengekspresikan semua emosi mereka sesukanya tanpa arahan sama sekali. Sebagian lagi justru begitu keras melarang anaknya mengekspresikan perasaan. Mereka begitu mudah terbiasa melarang anaknya untuk menangis atau marah-marah tak keruan. Tak sedikit pula orangtua yang malah mengabaikan atau bahkan menindas perasaan anak.
Bangun Pondasi Kokoh
Berbagai respons dari orangtua semacam ini tentu saja sama sekali tidak mengajari anak untuk mengenali perasaan yang tengah mereka rasakan. Anak juga tidak memperoleh arahan bagaimana meredakan gejolak perasaan yang muncul. Ia tak tahu bagaimana mengekspresikan emosinya secara bertanggung jawab.
Memang membantu anak belajar memahami perasaannya sendiri sekaligus belajar mematikan ledakan amarah dalam dirinya butuh keterampilan khusus. Selain tentu saja porsi kesabaran yang luar biasa. Namun harus digarisbawahi bahwa pengenalan ini akan meletakkan pondasi kokoh bagi anak untuk bisa menjalin kerja sama dengan orang lain di banyak kesempatan sepanjang hidupnya kelak.
Penulis : Puspayanti
LAINNYA :Breaking News! Terjadi Ledakan di Bandara Kabul, 13 Orang Dikabarkan Tewas
Viralnya Surat Terbuka Nadiem Makarim Kepada Seorang Guru Honorer