“9S”

Seide.id -Jika melihat umur sanggar lukis Garajas (Gelanggang Remaja Jakarta Selatan) yang sudah 48 tahun, pasti dunsanak menduga, para anggotanya sudah tak muda lagi.

Betuuul. Ketika awal-awal bergiat di sanggar ini, usia kami masih remaja. Jadi, kami rata-rata berusia kapala 6, pertengahan kepala 5, atau di ujung kepala 5. Bahkan pendirinya, yang akrab kami sapa mas Pras (Dimas Prasetyo) yang sudah almarhum, jika masih ada, boleh jadi sudah berusia kepala 7.

Sang waku.., tak ada seseorang atau sesuatu apa pun saja yang mampu menghentikan, gerak laju alamiahnya.

Setelah para remaja ini, memasuki dunia ‘serius’, dunia dewasa, dunia kerja, dunia yang mengharuskan kami bertanggung jawab, atau paling tidak menanggung konsekuensi atas segala yang dilakukan (bukan betarti dulu kami tak bertanggung jawab, hehe).., dunia rumahtangga.. dst.. maka kami ‘terpaksa’ berpisah untuk waktu yang cukup lama.

Lalu, beberapa tahun lalu, ketika kami sudah lumayan bisa ‘bernafas’, bisa mengatur irama pekerjaan, bisa mengatur irama kehidupan, kami bisa bernafas sedikit lega. Kami bisa selonjoran dan berkompromi dengan segala lika-liku kehidupan.

Kegairahan masa remaja itu, membuat kami -beberapa tahun lalu- rindu bertemu teman-teman masa lalu.

Tentu, ada yg beralih profesi, karena tuntutan kehidupan. Ada yang bolehjadi bahkan tak bersentuhan dengan dunia kesenian. Tapi rata-rata, kami berkutat pada dunia (ke)seni(an).

Yang lebih tangguh, memilih terus berjuang di ‘jalur keras jalan kuas’ (meminjam istilah Musashi, ‘jalan pedang’). Di jalur seni murni. Jalur berani, tanpa embel-embel nama perusahaan besar atau perusahan sedang atau perusahan kecil, yang menyediakan penghasilan bulanan untuk keluarga. Yang membuat karyawan merasa aman. Jalur ini, tak pasti. Misteri. Tak seorang pun bisa memprediksi, menghitung, memperkirakan, kenapa misalnya seorang pembeli, seorang kolektor membeli atau mengoleksi lukisan si A, padahal menurut orang awam atau menurut banyak orang, lukisan si B, lebih bagus, lebih trendy, lebih catchy, lebih berwarna-warni dan lebih-lebih yang lain.

Aku, adalah salah seorang yang ‘tak seberani’ itu. Aku memilih menjadi karyawan. Bahasa halusnya, aku berkompromi dengan kehidupan. Maka, aku pun menjadi menjadi karyawan. Yang nenurut teman-temanku, para pendekar kesenian itu, aku cuma salah-satu skrup’ saja di suatu perusahaan media besar. Aku menjadi ilustrator yang ‘disuruh’ berkarya sesuai dengan naskah saja.

Setelah (beberapa tahun lalu) bertemu kembali, kangen-kangenan, kami sepakat untuk menghidupkan dan menularkan semangat berkesenian kepada generasi yang lebih muda. Generasi seusia anak-anak bahkan cucu-cucu.

Foto-Foto Garajas -Aries Tanjung

Maka, pada 20 November kemarin, dengan kemurahan hati mas Andra, yang memiliki lahan luas dan nyaman, di selatan Jajarta, kami pun berpameran lukisan dalam usia sanggar ke-48!

Sebagian besar dari kami, membawa pasangan, membawa istri, suami, anak-anak, menantu bahkan cucu.

Menurut istilahku: “9S” (sepuh, sehat, santai, saling-sapa, saling suport, senang-senang)…

Seorang futurolog berkata: “Kelak, yang menyatukan kita, yang membuat manusia cinta kepada sesama, bukan kemujuan teknologi, bukan kekayaan materi, bukan ideologi, bukan kesuksesan secara ekonomi, bahkan bukan agama.., tapi seni dan kesenian.

Kata Don McLean dalam gubahannya tentang Vincet (Van Gogh), dalam lagu Stary Night yang kebetulan aku nyanyikan pada perhelatan itu: ..they would not listen/ they did not know how/ perhaps they never will…

But I hope they will, Don. They will…

(Aries Tanjung)

Jalan Kaki