Seide.id – Kebesaran seseorang itu tak bisa ditutupi, apalagi dikubur. Karena kebesaran seseorang yang sejati muncul melalui karya-karya hidupnya. Semakin luas dia bermakna bagi banyak orang, maka kian besar juga pengaruhnya kepada khalayak.
Arswendo Atmowiloto adalah “anak” ajaib dari media mau pun sastra.
Karya-karyanya luar biasa.
Tulisan-tulisannya banyak mendapat penghargaan dari dalam negeri maupun internasional.
Bukan hanya itu, tabloid yang dikomandaninya (dia menyebut diri Corporal Wendo di salah satu iklannya), Monitor (M), adalah media yang sampai saat ini belum ada yang menyamainya. Dalam beberapa bulan terbit setelah dipegang Mas Wendo oplag sudah menembus 500 ribu eksemplar. Sekali lagi, hingga sekarang belum ada media cetak yang bisa menorehkan prestasi seperti M.
Kali ini aku justru tertarik menulis tentang bagaimana perhatiannya ke anak buah.
Relasinya (dari Semarang kulihat) dengan bawahan bukan hanya dalam dunia bisnis, melainkan kekeluargaan pula.
Ada dua kisah yang menarik perhatianku dan masih melekat di ingatan.
*
Pertama.
Mas Wendo dalam dalam tulisannya di M, entah di rubrik “Ulasan” ataupun “Telop” kerap menuliskan kisah-kisah pribadi anak buahnya. Entah itu Mayong Suryo Laksono, Tavip Riyanto, Gunawan Wibisono, Atok Soegiarto, Aries Tanjung, Hans Miller Banureah (Alm), Syamsudin Noer Moenadi(Alm) dan seterusnya, sebagai pengenalan kepada Pembaca (sehingga Pembaca bisa mengenali mereka bahkan merasa dekat meski tak pernah ketemu).
Yang dituliskan? Wah apik-apik.
Ada yang tentang latar belakang masing-masing.
Ada yang tentang kisah-kisah konyol saat wawancara artis.
Ada kisah bagaimana wartawan M akhirnya pacaran dengan artis yang diwawancarainya.
Ada cerita tentang prestasi anak buah yang memenangkan lomba.
Dan sebagainya dan seterusnya.
Yang pasti tulisan-tulisan tentang anak buah adalah kisah yang mengasyikkan.
Ini menyatakan bahwa Mas Wendo memang dekat dengan timnya.
Kedua.
Saat pembacaan pledoi di depan Majelis Hakim. Aku ingat pernyataannya di sidang itu. Bahwa M telah dianggap bersalah dan penanggung jawabnya akan dihukum, tapi para wartawan M yang muda-muda dan pintar, mohonlah kiranya ada perusahaan media yang menampungnya. Mereka tidak ikut bersalah dan tidak perlu menanggung akibat semuanya ini.
Hanya pemimpin yang berjiwa besar yang mampu menyatakan hal di atas, meski itu disampaikan disela-sela tangisnya di ruangan pengadilan.
*
Arswendo adalah orang besar, meski secara jasmani kini telah tiada.
Tapi semangat dan nilai-nilai kehidupannya banyak terwariskan kepada insan-insan yang saat ini masih bernapas.
Arswendo tetaplah sebagai orang besar, meski tak menafikkan, tetap ada orang-orang yang tidak menyukainya. Dari sisi mana pun bisa muncul ketidak-sukaan terhadap dia (aku bisa menyebut nama mereka berdasar tulisan di media, tapi tentu tak bijaksana bila ditulis di sini. Itu sebabnya sangatlah bisa dipahami ketika Mas Wendo menuliskan puisi “Salemba Kucerai Kamu Selamanya” saat dia berada di dalam sana).
Dan yang memukau, Mas Wendo akhirnya bisa membereskan semua kegelisahan dalam jiwanya.
Dia bangkit.
Saat di penjara dia tetap berkarya.
Dan banyak.
Sekeluar dari Cipinang, dia terus berkarya.
Berkarya besar.
Bahkan menjelang akhir hidupnya dia mengakhiri dengan karya yang sangat manis, “Barabas – diuji segala segi”.
Setio Boedi