Belajar Merawat Terima Kasih dan Syukur – Menulis Kehidupan-115

(Foto : Debby Hudson/Unsplash)

Kesadaran pribadi untuk bisa berterima kasih kepada sesama dan alam ini serta selalu bersyukur kepada Sang Pencipta ternyata tidak mudah dimiliki. Perlu perjuangan melatih diri berulangkali, agar menjadi sifat pribadi. Lalu, perlu berdoa memohon bantuan Ilahi, agar bisa merawat pribadi, sehingga terima kasih dan syukur tidak hilang dalam kehidupan pribadiku.

Nilai kehidupan itu kurenungkan dan tulis dalam sajak Ketika… Mati dan Hilang.

Berterima kasih itu
detak jantung kehidupan
Bersyukur itu napas kemanusiaan
dalam setiap pribadi insan
yang sadari hakikat diri
sebagai ciptaan istimewa
olah Sang Hyang Agung.

Berterima kasih atas
diri pribadi apa adanya
kepada orangtua keluarga
kepada sesama manusia
kepada para penjasa
kepada para arwah leluhur
kepada alam lingkungan
kepada jagat semesta
Karena
semua yang ada padaku
aku terima dari luar pribadiku
Hidupku tergantung mutlak
pada semua di luar diriku
Maka
aku terlahir dari kasih
aku hidup dalam kasih
aku tercipta untuk kasih
Memberi dan membagi
perhatian kasih sayang
kepada sesama dan alam
Karena aku telah terima.

Bersyukur itu
Kewajiban kodrati kepada Sang Pencipta
yang menghadirkan diriku
melalui orangtua leluhur
hidupku dari mereka semua
hidupku bersama mereka
hidupku untuk mereka
di tengah dukungan mutlak
alam lingkungan dan
jagat semesta raya
Semuanya milik dan penyelenggaraan dari
Sang Maha Empunya kuasa
dengan nama begitu kaya
dengan kasih sayang sempurna
Sang Hyang Maha Agung
dari-Nya semua berasal
dalam kuasa-Nya semua terjadi
kepada kehendak-Nya
semua kembali.

Ketika mati kesadaran
untuk berterima kasih
maka lahirlah iri dengki
dendam kesumat permusuhan
segala bentuk kejahatan
demi memuaskan hawa napsu
karena kesombongan diri dimutlakkan
pribadi menjadi gelap nurani jiwa tanpa akal sehat dan moralitas
segala cara dibenarkan
demi kenikmatan egonya
Alam lingkungan dikuras dibabat
Sesama digilas dan dilibas
Oleh diri pribadi sebagai tuan dan tuhan.

Ketika hilang kesediaan bersyukur
Jiwa gelap gulita
akal nalar tidak sehat
pikiran tidak waras lagi
Semua dikuasai napsu
dan keserakahan birahi
diri pribadi diagungkan
Maka
Sang Hyang Agung
pasti tidak dapat tempat
bahkan diperalat dan diperbudak
dipermainkan dan diperdagangkan
dijadikan pembenaran untuk tindakan kejahatan
Demi memuaskan hawa napsu
Untuk menjawabi gelora selera
Alam lingkungan dikuras dibabat
Sesama digilas dan dilibas
Oleh diri pribadi sebagai tuan dan tuhan

“Ketika mati kesadaran berterima kasih
Ketika hilang kesediaan bersyukur
Kehidupan pribadi tanpa detak jantung
Kemanusiaan diri tanpa desah napas”
Hakikat harkat martabat sirna
Kodrat pribadi dibunuh sendiri
oleh setiap pemiliknya.

Orangtua dan rumah keluarga
adalah udara bagi paru-paru kehidupan setiap anak manusia untuk bernapas
Sesama saudara dan komunitas adat budaya serta alam lingkungan
adalah aliran darah dan energi bagi jantung kemanusiaan untuk berdetak.

Matinya terima kasih
Hilangnya rasa syukur
adalah
Matinya peradaban dan
Punahnya sejarah kemanusiaan
Dalam putaran waktu
di arus jagat semesta raya.

Belajar Merenungkan Kemenangan Cinta, Menulis Kehidupan -107

Belajar Merenungkan Tantangan Berbuat Baik, Menulis Kehidupan – 98

Belajar Memahami Berkat dan Kesaktian Perempuan – Menulis Kehidupan-95