“There must be some way out of here, said the Joker, to the Thief”…(“All along the watch tower” – Bob Dylan)
Seide.id – Aku ingin blanyongan tentang Bob Dylan yang nama aslinya Robert Allen Zimmerman dan sudah berulang tahun ke-82, tapi bukan tentang data-data akurat, perjalanan karier sejak muda, dengan siapa saja dia bermain musik, siapa saja yang dipengaruhinya, sejauh mana pencapaian di dunia musik dll. Kalau itu, dunsanak bisa googling sendiri di si mbah yang lain lagi, yaitu mbah google.
Aku -yang secara umur pun sebetulnya sudah layak disapa si mbah- cuma ingin blanyongan tentang Bob berdasar ingatan dan pengetahuan serampangan berdasarkan obrolan ringan, bacaan sekelebat dan sejak muda mendengarkan lagu-lagunya di antara lagu-lagu ciptaan idolaku yang lain. Jadi jangan berharap blanyonganku ini secara kronologis runut, apalagi secara musik teoretis, metodologis dan is-is yang lain. Is yang aku tahu, si mbah Bob ini sedikit berkumis. Lahirnya hari Sabtu, bukan Jum’t atau Kamis.
Bob Dylan adalah satu-satunya musisi yang diganjar (minus Pranowo) penghargaan Nobel pada tahun 2016. Setiap penghargaan, dari lembaga apa pun, penghargaan dari jenis apa pun, pasti mengundang reaksi. Apalagi penghargaan sekaliber Nobel. Apalagi penghargaan itu diberikan kepada seorang musisi. Penghargaan untuk Bob Dylan itu, mengundang berbagai reaksi. Dari yang netral, biasa-biasa saja, memuji, sampai sinis dan mencibir.
Yang netral mengatakan wajar saja, Bob meraih penghargaan itu, karena dia begitu konsisten (hehe, komentar ini lucu, …cuma karena konsisten?). Yang biasa-biasa saja mengatakan, mungkin wajar Bob meraih itu. Karena musiknya enak didengar dan dia banyak menginspirasi musisi lain… (cuma gara-gara menginspirasi?). Yang memuji berkomentar begini: Bob, adalah musisi yang relatif bersih. Meski konon pernah kecanduan alkohol, tapi dia relatif bersih dari gosip.
Berbagai komentar yang menjadi polemik itu, aku anggap lucu, karena tak relevan dengan penghargaan yang diraih Bob. ‘Ketakrelevanan’ itu bisa karena ketidaktahuan, bukan idola atau ketidakpedulian. Karena penghargaan yang diraih oleh seorang Bob Dylan adalah: Nobel Sastra. Karena syair-syair lagu-lagu yang ditulisnya. Bukan karena dia musisi, bersih dari gosip dan menginspirasi musisi lain. Ada juga komentar yang mungkin mengerti tentang sastra, tapi tetap saja bernada sinis. Bahkan ada komentar yang mengatakan, bahwa Nobel Sastra yang dianugerahkan kepada Bob Dylan itu telah mencoreng bahkan merendahkan lembaga pemberi Nobel itu. Wuiiih.
Dari Nobel Sastra yang diraih si mbah Bob, aku ingin melompat kepada sebuah film. Film tentang Bob? (memang ada yang sudah membuat biopicnya, aku belum nonton sih). Apakah film-film tentang Bob yang dibuat para sineas juga mempengaruhi penilaian panitia Nobel tentang si mbah? Entahlah. Tapi ini bukan tentang biografi Bob. Film ini menarik.
Sebuah film berjudul “Dengerous Minds”. Film ini tentang seorang guru sastra (?) di sebuah ‘sekolah buangan’ yang murid-muridnya nakal, broken-home, bengal, tambeng dan pemberontak. Tapi, sang guru (yang kebetulan diperankan oleh salah-seorang aktris cantik idolaku: Michele Pfiefer), melihat murid-murid sekolah itu sesungguhnya cerdas dan sangat berpotensi untuk menjadi baik, bahkan berpotensi menjadi ‘seseorang’. Dengan catatan, murid-murid itu tertarik dan -yang paling penting- mengerti dan terlibat dengan materi yang diajarkan.
Sang guru, mengajar murid-mutidnya dengan cara “mengupas-tuntas” syair-syair lagu yang ditulis oleh Bob Dylan. Syaie tentang isue-isue di masa muda Bob ketika dia mengkritisi keadaan. Pembelaan Bob kepada orang-orang pinggiran yang terpaksa (ter-di)sisihkan oleh keadaan dan industri. Tentang kritik sosial. Tentang kemunafikan para pemimpin dan masyarakat. Tentang kegelisahan terhadap zaman yang terus berubah. Tentang keteguhan. Tentang jati diri. Tentang lingkungan hidup. Tentang kemanusiaan dan kehidupan. Dan -tentu saja- tentang cinta.
Tentang komentar bahwa Bob, meski kecanduan alkohol (dan pasti juga marijuana, di masa muda, apalagi musisi tahun ’70,… adakah yang tidak?), tapi dia relatif bersih dari gosip. Gosip yang dimaksud pastilah sekitar gonta-ganti pasangan hidup. Tentang cinta dan sekitar itu, pengetahuannku tak banyak. Maksudku cinta versi Bob.. Yg aku ingat ‘cuma’ 2 lagu. “Sara” dan “I’ll be yours baby to night”.
Sara bercerita tentang,…biasalah rayuan standar saja, betapa si Sara ini adalah gadis pujaan. Sara, gadis pujaan yang nampaknya begitu indah dan rupawan. Tapi karena segenap perasaan yang sudah begitu memuja, sehingga sangat sulit untuk dilukiskan betapa indahnya. Satu lagu cinta lain lagi berjudul “I’ll be yours, baby tonight”.
Lagu ini dibawakan dengan vocal yang ngageleong kata orang Sunda. Vocal ngageleong seperti orang setengah mabuk ini entah ekting karena tuntutan perusahaan rekaman waktu itu, atau entah karena Bob memang sedang setengah teler alkohol beneran..
Lagu “I’ll be yours baby to night” bercerita tentang cinta yang ‘sudah lebih dewasa’. Begini kurang lebih sya’irnya:… Lihatlah bulan purnama yang indah itu/ Melalui jendela kamar kita/ Terlenalah kau di sisiku sayang/ Usahlah kau risaukan suara-suara burung itu/ Sudahlah/ Jika kau mengantuk, terlenalah di sisiku/ Aku akan terus menjagamu malam ini/ Tapi terlebih dulu,… tolong bawa ke-mari… botol itu… (teteeuup).
Tentang teler ini ada cerita lain lagi. Pernah pada suatu ketika, Bob menghadiri acara pemberian penghargaan baginya (Grammy, kalau tak salah). Bob naik ke-atas panggung setengah teler, setengah tak peduli tentang penghargaan itu. Bob naik panggung sambil tetap membawa… botol anggur. Penghargaan itu dipegangnya di tangan kanan. Botol anggur di sebelah kiri dijepit di ketiaknya seolah-olah tak ingin botol itu diambil orang lain. Lalu dia bertanya kepada panitia. “Apa ini?”
Panitia menjawab dengan sopan (tapi siapa bisa menduga apa yang ada dalam hatinya melihat ketengilan si mbah?):…
“Oo, ini…bla-bla-bla,…karena menurut… bla-bla-bla,…anda meraih… bla-bla-bla” jawab panitia.
“Ooh,…is that so? Thank you then. Thank you every one”. Lalu si mbah turun dari panggung begitu saja.
Banyak musisi milai dari pop, balada dan rock membawakan lagunya. Dan, menjadi hit. Paling sedikit (yang aku ingat saja): Jimmy Hendrix mendaur ulang lagu “All along the watch tower”. Guns and Roses mendaur ulang lagu “Knock on heaven’s door”. Eddy Brickel mendaur ulang lagu “Times they are changing”. Lagu “Blowing in the wind” -yang konon pernah membuat seorang paus(?) meneteskan air mata ketika menonton Bob membawakan lagu ini dalam sebuah konser amal, nampaknya dinyanyikan ‘oleh siapa saja’. Termasuk ‘diterjemahkan’.. oleh Ebiet G Ade, jadi: “Coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang”.
Bob Dylan adalah trobadur. Trobadur, sebetulnya agak sedikit salah-kaprah jika ‘disederhanakan’ menjadi sekadar musisi. Bahwasanya musik memang menjadi bagian dari trobadur.
Trobadur berasal dari bahasa Prancis, trobador. Trobadur sesungguhnya adalah pencerita tentang kisah-kisah yang dijumpai di perjalanan. Mirip teater, tepatnya teater keliling. Seperti layaknya pencerita, Bob Dylan ketika menyanyi, sejak tahun 60an sepertinya ‘tak merasa perlu’ memerdu-merdukan vocalnya. Begitu banyak musisi yang terinspirasi, baik cara bertutur atau bermusik. Tapi kata seorang teman: “Musisi kita yang mengidolakannya sudah menyanyi dengan merdu,… sementara Bob Dylan dari dulu menyanyi dengan …ngageleong. Seolah-olah tak peduli, apakah suaranya didengar atau tidak”
Seidola-idolanya seseorang,…tentu dia pun punya sosok yg diidolakan. “Woody Gutrie,… dialah inspiratorku. Orang yang telah mengajarkanku bagaimana cara menyanyi trobadur”. Bob Dylan pun sangat menyukai, gandrung, terinspirasi bahkan tergila-gila kepada puisi-puisi penyair Dylan Thomas, sampai mengabadikan nama Dylan di belakang namanya.
Banyak sekali penghargaan yang sudah diraihnya. Tapi, Robert Allen Zimmerman, si Yahudi ini agaknya tak terlalu hirau dengan berbagai penghargaan itu. “Bukan begitu mbah Bob?”
“The answer my friend, is blowing in the wind..”
(Aries Tanjung)