Oleh PANDUPAKSI
Pada acara Sayembara Pilih di Kerajaan Wiratha, Dewi Durgandini ‘terpaksa’ memilih Prabu Sentanu Murti dari Kerajaan Hastinapura sebagai calon suami. Padahal Prabu Sentanu Murti datang sembari menggendong Bayi Dewabrata. Berpuluh raja dan putra mahkota yang masih jomblo justru ditolaknya. Ada segumpal sesal mengganjal di lekuk hati Dewi Durgandini. Dan, kemarahan pun sulit diredam.
“Keparat kamu Bambang Palasara!” maki Dewi Durgandini dalam hati.
Nyatanya Begawan Palasara tidak pernah muncul seperti yang diharapkan Dewi Durgandini. Agaknya Bambang Palasara cenderung meniti karirnya sebagai Begawan Palasara. Ia telanjur menikmati kesehariannya sebagai resi di Pertapan Wukiratawu.
Jelas, bukan karena atasnama cinta Dewi Durgandini mau diperistri Prabu Sentanu Murti. Sebab itu terjadi tarik-ulur, tawar-menawar. Ya, sebab cintanya sudah tumpleg-bleg kepada Begawan Palasara. Ya, ternyata memang Ada Udang di Balik Batu.
Ulah Dewi Durgandini memelihara udang di balik batu inilah yang kelak kemudian masa menelorkan perkara yang disebut: Baratayudha. Kerajaan Hastinapura yang semestinya diwarisi oleh Dewabrata, secara licik ‘dijatuhkan’ ke tangan BAMBANG ABIYASA oleh kedengkian Dewi Durgandini. Maka, setelah Dewabrata beranjak dewasa, Dewi Durgandini menampakkan udangnya, menyingkap batu yang menutupinya.
“Aku mau menjadi Permaisuri Prabu Sentanu Murti jika BAMBANG ABIYASA yang kelak mewarisi tahta Kerajaan Hastinapura,” ujar Dewi Durgandini di hadapan Prabu Sentanu Murti.
“Bagaimana denganmu, Dewabrata?” Prabu Sentanu Murti bimbang, setelah kaget.
“Tidak masalah, Ibu. Biarlah Dewabrata mengalah,” jawab Dewabrata, Sang Ahli Waris Sah.
“Tunggu! Bagaimana dengan anak-turunmu kelak, Dewabrata?” kejar Dewi Durgandini cermat.
“Jangan Ibu khawatir. Dewabrata tidak akan memiliki anak-cucu. Dewabrata tidak akan beristri, Ibu.” Dewabrata bersumpah-wadat.
Kahyangan bergetar. Para dewa menjadi saksi sumpah-wadat Dewabrata.
Dewi Durgandini tersenyum lega.
Dewabrata, sungguh lahir-batin bersumpah tidak akan beristri seumur hidup. Ini dibuktikannya pasca Sayembara Perang Tanding di Kerajaan Giyantipura, memperebutkan Dewi Amba, Ambika, dan Ambalika. Dewabrata yang memang sakti tanpa tanding berhasil memboyong ketiga kakak-adik itu. Toh, tak seorang pun dari mereka bertiga dijadikannya istri. Ironisnya, Dewi Amba yang telanjur berharap diperistrinya justru tanpa sengaja mati di tangan Dewabrata.
“Kita bertemu lagi nanti di kancah Baratayudha, Dewabrata,” janji sukma Dewi Amba, demi cinta sucinya.
Di Kerajaan Hastinapura, di samping keberadaan Dewabrata dan Bambang Abiyasa, lahirlah Citragada dan Wicitrasena dari perkawinan Dewi Durgandini dengan Prabu Sentanu Murti. Dua orang putra mahkota inilah yang berjodoh kawin dengan Dewi Ambika dan Dewi Ambalika. Tetapi, dewa berkehendak lain. Perkawinan mereka tidak berumur panjang. Mereka, Citragada dan Wicitrasena, tidak berumur panjang.
Maka janda Dewi Ambika dan Dewi Ambalika dikawini Bambang Abiyasa, yang semula menolak pembagian putri boyongan dari Kerajaan Giyantipura itu. Selanjutnya, dari rahim Dewi Ambika lahir Destrarastra, dan dari Dewi Ambalika lahir Pandu Dewanata. Lalu, sebab satu dan lain hal, Bambang Abiyasa masih harus mengawini salah satu biyung emban, dan lahirlah Yamawidura. Kenapa masih harus mengawini Biyung Emban?