Pembatasan bagi pekerja media telah memicu ketegangan antara kedua negara selama lebih dari setahun. Sebelumnya AS memotong masa berlaku 20 visa yang dikeluarkan untuk pekerja media pemerintah Cina. Saat itu, AS juga mengharuskan mereka yang masih memiliki visa yang berlaku untuk mendaftar sebagai agen asing.
Cina menanggapi langkah ini dengan mengusir jurnalis yang bekerja untuk media AS dan sangat membatasi kondisi bagi mereka yang masih terus bisa bekerja di negara itu.
Ditanya tentang kasus Sue-Lin Wong, pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengatakan penerbitan visa adalah “otonomi dan kebijaksanaan pemerintah mana pun.”
Lam menambahkan bahwa pihak berwenang tidak mengomentari kasus individu tetapi akan terus memfasilitasi operasi media luar negeri yang berbasis di Hong Kong “dengan cara yang sah.”
Klub Koresponden Asing di Hong Kong mengatakan “sangat prihatin” atas penolakan visa kerja bagi Sue-Lin Wong.
“Kami kembali menyerukan kepada pemerintah untuk memberikan jaminan konkret bahwa pendaftaran visa kerja dan perpanjangan visa akan ditangani tepat waktu dengan persyaratan dan prosedur yang jelas, dan bahwa proses visa untuk jurnalis tidak akan dipolitisasi atau dipersenjatai,” kata klub itu dalam sebuah pernyataan pekan lalu.
Wong adalah salah satu dari sejumlah jurnalis di Hong Kong yang ditolak visanya. Pada tahun 2018, pihak berwenang Hong Kong menolak memperbarui visa kerja editor senior Financial Times, Victor Mallet.
Penolakan ini terjadi setelah Mallet memimpin pembicaraan saat makan siang di Klub Koresponden Asing di kota itu dengan pemimpin partai pendukung kemerdekaan Hong Kong (partai ini sekarang dinyatakan terlarang).
Pihak berwenang tidak mengatakan mengapa permohonan visa Mallet ditolak.
Pada tahun 2020, Hong Kong juga tidak memperbarui visa kerja untuk Chris Buckley, reporter New York Times yang bekerja di Hong Kong setelah diusir dari Cina, serta visa untuk jurnalis Irlandia Aaron Mc Nicholas, yang saat itu menjadi editor baru untuk media independen, Hong Kong Free Press. – DW/Dms.






