Foto : Evgeni Tcherkasski/Pixabay
Sang Pencipta mempunyai aneka cara dan pilihan dalam menyemaikan kebenarannya bagi manusia. Itulah salah satu bukti keajaiban dan keadilan kasih sayangNya bagi manusia. Nilai harkat martabat manusia, kebenaran hakiki, rahasia dan misteri keagungan Sang Pencipta diwariskan kepada generasi manusia, dan begitu kaya dalam setiap suku dan komunitas adat budaya di seluruh dunia. Maka, hemat saya, tidak lantas mengklaim kebenaran mutlak dalam satu suku atau kelompok, termasuk agama, bahwa hanya dalam kelompok itulah pemilik tunggal kebesaran Sang Pencipta.
Mengagumi dan mensyukuri rencana ajaib Sang Pencipta dalam kearifan lokal, saya menyebut para leluhur penerima Wahyu Ilahi itu pun sebagai nabi, Nabi Tanpa Nama. Berbeda dengan para Nabi dalam agama-agama besar, para leluhur itu selalu anonim dan menunjuk kepada pewaris sebelumnya. Juga biasanya tanpa nama, sering hanya disebut “sejak dari dulu, zaman leluhur”. Lalu saya tuliskan refleksi itu dalam sajak:
Para Nabi Tanpa Nama dalam Kearifan Lokal
Nama mereka terpatri abadi
mereka itu para Nabi
yang menerima Wahyu Ilahi
wariskan kearifan nilai sejati
dalam khasanah adat tradisi
di setiap suku adat asli
dalam sejarah generasi
yang menghuni bumi ini
dari generasi ke generasi
sebuah fakta dan misteri
Para Nabi tanpa nama
wajahnya terpotret asap dupa
jemarinya terpatri di sesaji
suaranya menggema dalam mantra
jejak telapaknya pada mezbah
Tempat sakral jadi rumahnya
Batu pemujaan jadi saksinya
mengalir darahnya ke anak cucu
tergores dalam motif tenunan
tertulis di lembar budaya
terus bersemi warna warninya
silih berganti dibasuh zaman
Entah bertahan sampai kapan
dalam derap gelora zaman
dan dinamika peradaban
Gemerlap kemajuan iptek
kilau pesona digital
bisa membuat silau zaman
insan melupakan kearifan lokal
Warisan para Nabi tradisional
yang sering diremehkan selera
bahkan dicaci dihina
Padahal
mereka menerima kebenaran sejati
mereka bertemu Sang Ilahi
mereka terpilih jadi Nabi
atas seleksi energi misteri
atas rencana kuasa Ilahi
Dan
tanpa proses formal akademisi
tanpa banyak guru teori
Namun
mereka menjadi profesor
mereka sungguh maestro
mereka kuasai ilmu nya
mereka miliki aneka teknologi
mereka pewaris kebijaksanaan
Mereka Nabi tanpa nama
hanya dengan kata sahaja
“Sudah diberi dari sana – sejak zaman dahulu kala”
Para Nabi tanpa nama
hanya tinggalkan syair mantra
“Bumi itu ibu kenyataan
Matahari angkasa Bapa realitas
Isi alam semesta saudara
Manusia putra-putri cahaya
Raga berasal dari Tanah
Jiwa berasal dari Udara
Semuanya terjadi dan ada
Semua hadir penuh makna
silih berganti dan sempurna
Kembali kepada setiap manusia
menyadari adanya bersyukur
mengenal dirinya berterimakasih
Simply da Flores Harmony Institute
Merenungkan Keagungan Sang Pencipta dan Manusia – Menulis Kehidupan 200