Twitter yang baru dibeli senilai Rp 600 triliun sembilan bulan lalu, dibunuh pemiliknya sendiri dengan logo dan nama X yang diharapkan dapat memeberi income lebih banyak.
Sabtu malam kemarin itu, seorang pemilik sebuah brand snack di Jakarta, bertanya melalui Twitter apakah beriklan di medsos seperti Tweeter mampu menaikkan ekuitas brandnya. Saat sedang seru-serunya berdebat asyik di malam minggu itu, tiba-tiba Elon Musk membua sebuah tweet mengejutkan. “ Twitter akan berganti nama menjadi X”.
Pemilik brand snack itu lalu menghapus twittenya dan tidak jadi beriklan di tweeter. Semua orang kaget dan dalam hati berguman : Elon sedang membunuh Twitter di depan followernya.
Twitter, Facebook, Instagram, Whatsapps (WA), telah memiliki brand mendunia. Tetapi hanya dua brand yang telah mendarahdaging bagi netizen; Twitter dan WA. Karena keakraban dua medsos ini, keduanya telah dijadikan kata kerja.
“ Kemarin Presiden Jokowi mentwit ( membuat status di twitter) masalah para koruptor yang ada di barisan kabinetnya. Akhirnya banyak yang meretweet sehingga menjadi topik menarik. “. mentwit dan retwit di sini menjadi kata kerja aktif dan pasif.
Mungkin anda terbiasa dengan ini kalimat akrab ini, “ Maaf, saya sedang sibuk. Tolong di WA saja ya”.
Twitter, WA bisa melakukan itu, Tidak dengan facebook maupun Instagram, maupun medsos lain. Di China ada kekuaan medsos seperti Tweeter atau WA bernama WeChat yang juga dijadikan kata kerja. “ Let’s wechat after I finish my homework”.
Setelah twit Elon Musk Sabtu malam itu, para penggemar Twitter, seperti malas membuat status baru. Membuat status di Twitter yang pendek dan singkat tak ada asyiknya lagi tanpa Tweeter. Itu sebabnya mentwitt sama dengan berkicau. Singkat, padat dan bisa berambung. Sejak Minggu itu- hanya 24 jam setelah pengumuman Twitter diganti X – logo X bertengger di situs-situs bahkan pintu gerbang kantor Twitter.
Sejak itu, Elon Musk telah membunuh Twitter di hadapan penggemarnya. Alasan dasar Elon Musk mengganti Twitter adalah iklan di Twitter telah merosot drastis. Tapi CEO Twitter yang baru, Linda Yaccarino di sebuah twit pernah menulis bahwa dilahirkannya X pengganti Twitter untuk dijadikan situs khusus audio, video, pesan, pembayaran dan perbankan.
Jika benar begitu, Elon tidak elok membunuh Twitter hanya untuk sesuatu yang baru. Twitter telah memiliki gaya, personifikasi dan karakteristik yang khas. Pesan pendek itu khas Twitter. Berkicau. Jika Elon mau membuat media baru yang karakteristiknya berbeda dengan Twitter, mestinya tidak membunuh Twitter dan burung biru yang khas. .
Mestinya Elon membuat medsos X untuk keperluan audio, video, pesan, pembayaran dan perbankan. Tak perlu membunuh Twitter. Cukup membiarkan Twitter hidup membawa berkah dan keberuntungan sendiri.
Dengan pengguna sebanyak 372,900,000, Twitter sudah bisa hidup dengan mengurangi effort di dalam perusahaan Twitter sendiri, dengan melangsingkan tubuh Twitter sendiri, maka Elon tak perlu kehilangan sebuah sejarah, dan sebuah budaya seharga Rp 600 triliun yang dibeli Elon 9 bulan lalu.
Elon mesti belajar dari pengalaman rekan sejenis. Google Inc yang berganti nama menjadi Alphabeth Inc belum memberi keuntungan banyak. Ketika Facebook diganti Meta, orang tetap saja ingat perusahaan Facebook yang melahirkan facebook, Whatsaaps dan Instagram.
Twitter mesti dihidupkan terus. Elon hanya butuh seorang eksekutif periklanan dan seorang yang penuh ide untuk membuat Twitter berkicau lebih nyaring. Bukan membunuhnya. Elon tak hanya membunuh nama Twitter, tapi juga burung biru bernama Larry Bird atau Twitter Bird. Tapi mati atau tidak, Twitter yang dibeli seharga Rp 600 triliun oleh Elon, barangkali tidak sebanding dengan kekayaan Elon senilai Rp 3,585,000 triliun.
Twitter itu hanya mainan Elon Musk. Tak ubahnya mainan cucu saya, Gwen yang mengganti boneka Barby dengan Robot AI. Bedanya nanti, elon akan dikenal sebagai pembunuh Twitter, sementara Gwen dipuji karena membuat Boneka Barby hidup di istananya sendiri.
11 Prestasi Kecerdasan Buatan Yang Membantu Manusia
Facebook Ganti Nama dan Kecanggihan Metaverse