Geldof

Seide.id – Ada orang-orang yang sudah mengetahui kelemahan dan kekuatan dirinya sejak usia sangat dini. Mengetahui potensi dirinya sejak awal.

Ada orang-orang yang menggelinding saja atau (dengan bahasa klisye yang kerap kita dengar dan digunakan seniman): mengalir saja seperti air. Sampai nanti secara perlahan dan pasti, direncanakan atau kebetulan, menemukan bakat, kelemahan, potensi dan kekuatan dirinya.

Bob Geldof aku anggap orang yang dalam perjalanan keartisan dan minatnya yg luas, kemudian ‘menemukan’ kekuatan dirinya atau dunia showbiz ‘menemukan’ dirinya bukan sebagai musisi, meski pada awalnya dia adalah seorang musisi.

Dunsanak pasti ingat, seperti juga aku, yang -terus terang ‘hanya’ mengingat 2 buah lagu saja- karya Bob Geldof yang menjadi hit dunia. Yaitu: “Do they know this is Christmas?” dan “I don’t like Monday” yang diciptakannya ketika dia menjadi vocalis, pencipta lagu dan ‘motor’ dari band yang bernama nyeleneh: Boomtown Rats.

Bagaimana kita menerjemahkan nama band nyeleneh itu? Bolehkah Boomtown kita terjemahkan jadi: Kota kecil di pinggiran yang terbentuk dari kedatangan orang yang akan mengadu nasib di kota besar? Atau kita terjemahkan lebih sarkas lagi, yaitu: “Band tikus-tikus got”…?

Bob Geldof memang sengak, kritis agak sinis dan sarkas. Tapi kepeduliannya kepada orang-orang pinggiran sangat terasa.

Do they know this is Christmas?” adalah kisah tentang keprihatinannya terhadap orang-orang yang terpinggirkan.

Lagu itu menjadi hit dunia. Ketika lagu itu menjadi hit, Bob sempat berdebat sengit dengan negara Inggris yang diwakili oleh Margaret Thatcher (waktu itu) tentang royalti dan uang!

Mergaret Thatcher ngotot untuk memungut pajak (Inggris termasuk negara yang memungut pajak tinggi dari warganya) bahwa penghasilan nan mencengangkan dari lagu itu harus dipajaki. Sementara Bob ngotot dan mengatakan: “Setiap sen dari penghasilan single itu, akan diberikan kepada orang-orang miskin di Etiophia”. Akhirnya Margaret Thatcher, malu hati. Akhirnya Inggris tak satu sen pun memungut pajak dari lagu itu.

Lagu “I don’t like Monday“, adalah cerita Geldof yang tak suka kepada hari Senin. Lagu yang menjadi hit dunia pada sekitar penghujung ’80an, seakan-akan ekspresi orang-orang di pelosok jagat yanf tak suka kepada hari Senin. Tak suka kepada Rutinitas (?). Saking hit-nya, sampai-sampai ada sebuah jingle iklan yang syairnya berbunyi ‘lawan’ dari lagu “I don’t like Monday“, yaitu “I like Monday“. Entahlah, adakah jingle iklan itu membayar royalti atau tidak. Sebab, jingle itu terinspirasi lagu Geldof.

Bob Geldof, ilustrasi: Aries Tanjung

Bakat dahsyatnya sebagai “penyelenggara kelas dunia” terlihat dan tak terbendung, ketika Bob mengumpulkan para musisi terkenal dari seluruh dunia pada “Live Aid”. Dalam acara itu, musisi terkenal dari seluruh dunia siap sedia membantu tanpa syarat. Menampilkan performa terbaiknya, tanpa dibayar sepeserpun!

Lalu, acara itu menjadi sangat terkenal, karena ditayangkan bersamaan secara langsung, secara live, ke-seluruh dunia dari 3 benua. Sumbangan dari penonton di seluruh dunia sambil menonton, terus-menerus masuk. Terus mengalir. Sen, demi sen. Dolar demi dari para penyumbang nan tulus dari seluruh pelosok dunia itu terpampang di layar televisi. Itulah sumbangan kemunusiaan terbesar yang ada di bumi. Suatu tayangan live yang sangat menggetarkan!…

Live Aid, lalu menjadi inspirasi bagi musisi dunia untuk mengumpulkan dana, bagi orang-orang yang berkecukupan, menyumbang kepada orang-orang yg membutuhkan.

Salah-satu yg terbesar adalah: “USA for Afrika. Konon Bob Geldof adalah satu-satunya yg bukan orang Amerika.

Bob Geldof yang bernama lengkap Robert Frederick Zenon Geldof kelahiran Irlandia, yang sekarang berusia 71 tahun dan terjun ke dunia politik, tetaplah seseorang yang peduli kepada ‘orang-orang pinggiran’.

Bob. Sehat-sehat selalu. Masihkah kau tak menyukai hari Senin?…

(Aries Tanjung)

Pohon