Sebagaimana dikisahkan Iwan Burnani kepada sahabatnya di Seide.id
Kata Pengantar: Iwan Burnani adalah aktor dan sutradara tempaan Bengkel Teater Rendra yang menemani Sang Penyair Si Burung Merak sejak masih di Jogya hingga akhir hayatnya di Depok. Berikut adalah penuturan kisah perjalannanya bersama Mas Willy Rendra yang disampaikan kepada sahabatnya, jurnalis, Seide.id .
Untuk Supriyanto,
Aku akan bercerita mulai dari aku non aktif setelah pulang dari Jepang dan keliling Indonesia pentas Selamatan Anak Cucu Sulaiman, ke dunia film dan pamit sama Mas Willy. Kepada saya, Mas Willy bilang, “kamu sudah seharusnya pergi seperti kakak-kakak kamu. Lompati kepala saya, ” katanya.
“Contohlah kakak-kakak kamu, seperti Arifin C Noer, Putu Wijaya, Chaerul Umam, dan termasuk yang lain-lain yang sukses, dia bilang. Kalau ada ijazah, katanya, kamu sudah kukasih S2,S3, S berapa deh, ” katanya. Begitu.
“Ya Mas,” kubilang, jadi aku mau ke film. Oke. Nah, cukup lama aku bisa kembali lagi Bersama dia sampai akhir hayatnya adalah setelah film seri tv, Oemar Bakrie yang diangkat dari lagu Iwan Fals, yang aku sutradarai dan Mas Rendra yang main sebagai Oemar Bakrie. Dan Oemar Bakrie itu gagal tayang karena lagi asyik-asyik kita shooting di Bandung, lagi produksi, tiba-tiba duit produksinya dibawa kabur Rp. 1 miliar lebih. ….yah aku stop dan break shooting.
Nah di situ yang main adalah Nungki Kusumawati, Zainal Abidin Domba, Qomar, Teuku Firmansyah, Arzetty Bilbina, dll, akhirnya kusuruh pulang. Film ini akhirnya berakhir di kantor polisi.
Jadi setelah Oemar Bakrie tidak jadi tayang, mulailah aku sering datang ke Cipayung.
Mas Willy bilang, “tidak usah kecewa. Aku suka kamu sutradarai. Dan aku juga nggak menyangka kok kamu bisa ya? “.
Lho, Mas Willy lupa apa ya, yang ngajak ke film ‘kan Mas Willy. Tahun 1975 di film Al Kautsar, aku sebagai kru. Dan aku disuruh belajar karena rencana kita mau buat film juga dan aku tetap menjadi asisten sutradara.
Tapi kerja di film di film zaman itu harus ada anggota KFT, sedangkan aku tidak punya. Dan juga tidak bisa harus asisten sutradara karena harus ada jenjang.
Akhirnya Mas Willy turun tangan bicara dengan Chairul Umam. “Pokoknya Iwan harus ikut.
“Nggak ada Mas, harus ke KFT, dia harus punya kartu anggota KFT dan juga harus ikut jenjang, gak bisa langsung Astrada. ” jawab Chairul Umam
“Pokoknya apa aja deh. Pokoknya ambilin Iwan kartu KFT, ” desak Mas Willy.
Karena Chairul Umum adalah muridnya, terpaksalah Mas Mamang mengambilkan keanggotaan KFT untukku. “Wah, Sundel kowe, Wan, kok ngene, ” Mas Mamang – panggilan sehari hari Chairul Umam – mengomel. Tapi aku akhirnya bisa kerja, sebagai kru.
“Yang ada itu, ya, bagian property kalau mau, ” ujar Mas Mamang. “Nggak apa-apa, ” sambar Mas Willy. ” Yang penting Iwan, dia bisa belajar di film itu bagaimana”.
Nah, sesudah itu lanjut aku belajar di tempat almarhum Drs. Sjumandjaya, tinggal di rumahnya, belajar film. Dan aku membantu sebagai asisten Art dan terus berkembang-berkembang. Aku magang di film Terminal Cinta, sutradaranya almarhum Bang Abrar Siregar, aku mulai magang sebagai asisten sutradara di situ dan merangkap disuruh main.
Ya, hampir di setiap shooting dia, aku disuruh main. Apalagi Bang Syuman, dia ‘kan tahu aku pemain juga. Aku juga pernah menjadi asisten sutradara Maman Firmansyah, Yusup Kalman, Wim Umboh dan Dedi Setiadi.
- bersambung