HUMOR PASUTRI Setelah Istri Berdandan

Humor Pasutri

Oleh HARRY TJAHJONO

Belakangan ini, Doni semakin sering dicemberuti Dona. Pasalnya, menurut Doni, sederhana saja. Dona termakan serial artikel seputar Humor Pasutri yang menurutnya mengungkap rahasia gelap para suami. Dona bilang, “Ternyata dibalik sikap suami yang lemah lembut itu tersembunyi pikiran yang aneh-aneh, bahkan jahat!”

Doni terima ucapan Dona dengan lapang hati. Pendapat Dona memang ada benarnya. Tapi, sebenarnya, tulisan-tulisan di Humor Pasutri yang juga Doni baca itu hanyalah karangan yang mencoba mengukur kejujuran orang kepada diri sendiri. Mencoba berterus terang bahwa jauh di dalam lubuk hati atau di pojok onggokan benak, kadang-kadang memang muncul sebersit pikiran aneh. Mungkin bahkan jahat. Dan setiap kali pikiran “liar” itu muncul, orang—khususnya suami–selalu berusaha menenggelamkannya. Paling sedikit menyembunyikannya dari orang lain. Itu supaya mereka tetap kelihatan sebagai suami yang baik. Orang yang baik. Begitu Doni berusaha menjelaskan pada Dona.

“Saya jadi benci sama kamu,” lanjut Dona dengan nada sengit.

Doni cuma tersenyum. Ucapannya itu justru membuat Doni makin percaya, bahwa jauh di dalam hati atau di pojok onggokan benak setiap manusia, memang selalu mungkin ada pikiran aneh atau jahat. Pada Dona, misalnya, hal itu berupa suatu perasaan benci terhadap suami, yang selama ini mengeram diam-diam, dan baru muncul setelah Dona membaca artikel itu.

Tapi, sebelum Doni sempat membela diri, Dona sudah berlalu pergi. Tiba-tiba Doni merasa khawatir kecemberutan istrinya itu akan berlanjut. Maka Doni putuskan untuk tidak menulis membahas artikel sontoloyo semacam itu lagi. Daripada dicemberutin istri?

Belum lagi keputusan itu Doni sampaikan secara resmi kepada Dona, Mas Bodong tiba-tiba nyelonong masuk. Tanpa melepas topi, tak juga mengetuk pintu, Mas Bodong langsung duduk dan nyeletuk, “Istri saya sungguh membosankan,” keluhnya.

Doni berusaha mengabaikan keluhan itu. Ngeri pikiran aneh muncul dari pojok hati. Misalnya, kok sama ya?

“Perkawinan saya bagaikan neraka. Menyedihkan. Menbuat saya kepingin menangis,” lanjut Mas Bodong.

“Tertawalah, dan dunia akan tertawa bersamamu. Menangislah, dan engkau akan menangis sendirian,” kata Doni, mengutip ucapan terkenal Ella Wheeler Wilcox, seorang ibu rumah tangga sekaligus penyair dan jurnalis. Doni kutip kalimat itu dengan harapan Mas Bodong bersedia mengalihkan topik pembicaraan. Tapi, ternyata tidak.

“Selama lebih dari 10 tahun ini, saya seperti sedang berumah tangga dengan babu,” keluh Mas Bodong lagi.

“Hus! Jangan keras-keras. Kalau istri saya dengar, bisa berabe,” sahut Doni was-was.

Tapi Mas Bodong tidak peduli. “Cobalah bayangkan. Istri saya tak pernah dandan. Sehari-hari cuma pakai daster. Saya berangkat ngantor, dia pakai daster. Saya pulang ngantor, dia masih pakai daster. Tidur, juga pakai daster, daster, daster…, bah!”

“Lha kalau cuma di rumah, pakai daster saja kan sudah cukup,” kata Doni, akhirnya terpancing berkomentar.

“Tapi jangan terus-terusan berdaster, dong! Bosan! Sekali-kali dandan, kek.  Seperti istri orang-orang itu. Coba lihat saja kalau teman kantor kita arisan. Istri mereka kan cantik-cantik. Dandanannya indah dipandang mata,” kata Mas Bodong.

“Ah, rumput tetangga memang selalu kelihatan lebih hijau,” kata Doni mengutip pepatah.   

Ndak! Istri saya memang kelewat malas dandan. Kalau saya ajak pergi kondangan, misalnya, paling-paling cuma pakai bedak, lipstik, sudah! Ndak merasa perlu ke salon, menata rambutnya atau bagaimana. Pendeknya, penampilannya mirip babu, deh,” gerutu Mas Bodong

“Huss!” Doni mulai cemas, ngeri istrinya mendadak muncul.

“Kalau begini terus lama-lama saya kan bisa nyeleweng, selingkuh…,” keluh Mas Bodong.

“Ah, mau mencari pembenaran niyee? Jangan-jangan memang sudah nyeleweng, lalu cari-cari alasan supaya penyelewengan itu bisa dimaklumi…,” kata Doni menebak.

Ndak! Sedikit pun saya tak pernah punya pikiran ingin nyeleweng. Tapi ya mbok istri saya itu jangan begitu,” kata Mas Bodong.

Banyak lagi yang dikatakan Mas Bodong. Tapi Doni sengaja menutup telinga. Sebab Doni khawatir terpancing memikirkan hal yang bukan-bukan.

Sesaat setelah Mas Bodong pulang, Dona muncul. Kepadanya Doni jelaskan masalah yang sedang dihadapi Mas Bodong.

“Soal begitu saja kok dikeluhkan. Lha dia sudah menjelaskan keinginannya pada istrinya belum?” sahut Dona.

“Kayaknya sih belum…,” kata Doni.

“Kalau belum dijelaskan, mana istrinya tahu keinginan suami?” tanya Dona.

“Iya ya. Eh, kamu bisa menolong dia apa enggak? Kamu saja yang bilang pada istri Mas Bodong. Kamu kan kenal baik,” kata Doni.

“Gampang ,” sahut Dona.

Sore itu juga Dona  bertamu ke rumah Mas Bodong, lalu mengajak—bahkan setengah memaksa – Mbak Ninuk, istri Mas Bodong, untuk pergi ke salon.

“Setelah dandan, Mbak Ninuk itu ternyata sangat cantik, lho,” komentar Dona sepulang dari salon.

Doni tersenyum lega. Doni bayangkan Mas Bodong bahagia dan merasa surprise. Doni kecup pipi Dona sebagai tanda terima kasih.

ESOKNYA, di kantor, iseng Doni tanya Mas Bodong, ”Bagaimana semalam?”

“Wah…., hebat! Sampaikan terima kasih saya pada istri you. Saya sampai kaget. Surprise. Semalam …., wah, saya seperti tidur dengan wanita lain, lho.  Seperti bukan dengan istri sendiri,” kata Mas Bodong dengan mata berbinar.

Seperti tidur dengan wanita lain? Uf! Seperti bukan dengan istri sendiri? Uf! Uf!!*

Avatar photo

About Harry Tjahjono

Jurnalis, Novelis, Pencipta Lagu, Penghayat Humor, Penulis Skenario Serial Si Doel Anak Sekolahan, Penerima Piala Maya dan Piala Citra 2020 untuk Lagu Harta Berharga sebagai Theme Song Film Keluarga Cemara