Istri Tua, Istri Muda dan Minyak Goreng

Istri tua dan istri muda bertengkar hebat. Mereka bukan memperebutkan jatah yang seharusnya diberikan sang suami setiap malam Jumat, istri tua sudah lama menopaus, otot-otot tubuhnya sudah aus, payudaranya pun telah jatuh ke bawah dengan lemas seperti mengikuti teori ralativitasnya Einstein. Itu sebabnya libidonya sudah mati suri. Jadi dia bersyukur sang suami tak mau lagi terpapar olehnya.

Sebagai perempuan bersuami, kini si istri tua merdeka, ia menikmati kehidupan demokrasinya sebagai perempuan tanpa tekanan lagi. Lalu apa yang menyebabkan ia harus bertengkar hebat dengan istri muda suaminya yang berusia lima belas tahun di bawahnya dan masih dalam kondisi segar-segarnya? Ternyata masalahnya sepele, si istri tua menduga sang istri muda telah mencuri sebotol minyak goreng yang ditimbunnya di bawah bantal tempat ia tidur.

“Kau boleh ambil suamiku dan seluruh yang menempel di tubuhnya, aku sudah tidak butuh dia lagi. Tapi jangan kau ambil minyak goreng yang ada di bawah bantalku. Aku mencari minyak goreng itu keliling kota dengan segenap peluh yang mengalir di tubuhku. Kakiku sampai pegal-pegal dan encok mencari barang itu. Cepat kembalikan minyak gorengku, kau sudah mengambil suamiku, sekarang minyak gorengku juga!” umpat istri tua dengan mata memerah menahan tangan agar tidak menggampar si istri muda.

Istri muda tak kalah naik pitamnya. Dia yang pernah belajar karate dengan memperoleh sabuk hitam, mulai pasang kuda-kuda, jurus ‘kata’ di karate hendak dia keluarkan. Pikirnya, sekali diberi tendangan maka sang saingan si istri tua akan terjungkal ke belakang. “Enak saja kau menuduhku mencuri minyak gorengmu. Kuhajar dengan sekali tendangan, patah pinggangmu!” kata si istri muda.

Istri tua tak mau kalah, dia ternyata juga jago silat, jurus bango menukik yang jadi andalannya tatkala dia menendang sang suami ketika ketahuan berselingkuh dengan si istri muda, mulai dia persiapkan. “Kaupikir aku takut padamu, pencuri minyak goreng!” katanya sembari memasang kuda-kuda, persis seperti di film Jampang dari Kemayoran.

Maka dua perempuan dengan selisih usia yang signifikan itu, mulai mencari tempat yang leluasa yaitu di halaman rumah mereka. Pakaian mereka bukan lagi jilbab sari’i, namun telah berganti rupa menjadi pakaian petarung yang sesuai dengan keahlian ilmu beladiri masing-masing. Si istri muda mengenakan baju karate berwarna putih, sedangkan istri tua memakai pakaian silat berwarna hitam-hitam. Yang karate siaga dengan jurus mirip Jet Leenya, sedang si jago silat sedikit membungkuk sambil memasang kuda-kuda seperti Bang Jago yang hendak menerkam. Ketika keduanya mulai beraksi, tiba-tiba si suami muncul bersama enam anak mereka.

“Horeee asyeeek, ada pertunjukkan duel maut nih!” seru suami dan anak-anak mereka. “Dah lama gak nonton orang berantem. Keren-keren dah bini gua,” lanjut si suami sambil bersiap-siap menjadi jurinya.

Adu jotos berlangsung beberapa saat, jurus-jurus yang sudah mereka hafal hilang dalam sekejap. Karena keduanya emosi tingkat dewa, semua jurus yang pernah dipelajari tak diingat lagi. Mereka berkelahi dengan jurus yang klasik, cakar-cakaran dan saling seruduk. Si istri tua sambil menjambak rambut si istri muda mengeluarkan kata-kata sakti dan menyakitkan telinga. Ucapannya mirip di film-film Cina yang kerap ditontonnya di Youtube, “Emang dasar pelakor, perempuan rendahan, gak punya malu, sudah ngerebut laki orang, sekarang minyak goreng gua juga lu rebut, dasar sampah!’ cerocosnya gusar.

Anak-anak dari istri pertama membela ibu mereka. Mereka terus mengompori agar si ibu menampar wajah si istri muda. “Hajar Mak, jangan kasih kesempatan dia ambil minyak goreng kita. Relain aja Bapak diambil dia, asal jangan minyak goreng!” seru tiga dari empat anaknya menambah emosi.

Istri muda dan dua anaknya semakim geram. “Eh perempuan tua yang udah lemot semuanya, pantes aja laki lu lari ke gua. Gua dah bilang minyak goreng kagak gua ambil, elu masih ngotot. Jangan gua yang lu tuduh sebagai pencuri, sana ngomel sama si pengumpet minyak goreng. Dasar perempuan tua sudah loyo!” katanya dengan intonasi suara yang juga meninggi.

Pertarungan sudah mulai menjadi peristiwa anarkis, tiga anak istri tua turun membatu ibu mereka. Dua anak si istri muda juga bersikap sama, namun mereka kalah tenaga karena masih kecil-kecil. Melihat situasi peperangan tak seimbang, mirip perang Rusia vs Ukraina, akhirnya si suami turun ke lapangan membela si istri muda. “Sudah diem lu perempuan peot, itu minyak goreng bini muda gue yang pake buat ngurut sama goreng pisang semalem. Lagian itu minyak belinya kan pake duit gue. Siapa suruh juga lu umpetin di bawah bantal”

Istri tua melongo. Dia mengambil batu kerikil yang ada di sampingnya. Lalu dengan emosi yang meluap disambitnya si suami sambil berkata, “Dasar suami gatal, udah tukang kawin, minyak goreng gua masih juga diembatnya. Gue sumpahin lu biar mengalami ejakulasi prematur, biar salamanya lu gak bisa ngapa-ngapain, biar bini muda lu selingkuh dengan laki-laki laen!”

Istri tua, istri muda, si suami dan anak-anak mereka kembali saling serang. Kehebohan di rumah itu, terdengar sampai ke tetangga. Mereka masih menahan diri tak mau melerai, kata seorang tetangga, “kita nonblok aja, jangan ikut campur, lagian kalau mereka sudah berdamai, kita yang masih kesal.”

Di tengah pertikaian yang kian seru itu, muncul Pak RT dan beberapa anggota keamanan kampung. Ketika mereka tahu masalah yang sesungguhnya, akhirnya Pak RT berkata, “Ooo Jadi masalahnya hanya sebotol minyak goreng to? Sudah, jangan berantem lagi, nanti ke warung saya saja, stok di warung masih ada. Ayo berdamai!”

Istri tua masih mengirim sinyal permusuhan melalui wajahnya yang mulai keriput, Si istri muda juga bersikap sama, sang suami yang mengenakan sarung (entah memakai CD atau tidak, maaf) berjalan masuk ke rumahnya. Ketika mereka sudah ada di dalam, terdengar teriakan dengan kata ‘ampun’ yang keras keluar dari bibir si suami. Tatkala Pak RT masuk ke dalam, dia mendapati si suami sedang sekarat memegangi bagian bawah tubuh dan wajahnya yang kesakitan.

“Ada apa lagi, Pak?” tanya Pak RT.

“Ini, selangkangan saya disiram sama minyak panas oleh istri tua saya, Pak.” ucapnya sambil meringis kesakitan.

Istri muda hanya diam membisu. Dia dan dua anaknya bersiap-siap pulang ke rumah orangtuanya. Ketika mereka ke luar dari rumah itu, tak ada yang tahu kalau minyak goreng milik si istri tua ada di tas backpack anak tertua si istri muda. Dan kisahnya pun cukup sekian…

Selamat ngopi dan ngeteh..

Tamat
Oleh : Fanny J. Poyk

Avatar photo

About Fanny J. Poyk

Nama Lengkap Fanny Jonathan Poyk. Lahir di Bima, lulusan IISP Jakarta jurusan Jurnalis, Jurnalis di Fanasi, Penulis cerita anak-anak, remaja dan dewasa sejak 1977. Cerpennya dimuat di berbagai media massa di ASEAN serta memberi pelatihan menulis