Seide.id – Dulu, ketika kita dijuluki sebagai ‘jago kandang’, jago Kate, dan sejenisnya, hati ini nyesek dan sakit sekali. Rasanya hingga ke ubun-ubun.
Diremehkan dan dihina membuat harga diri kita merosot jatuh. Kita ingin berontak, unjuk gigi, dan unjuk jati diri. Tapi, jika dipikir seksama, meladeni orang yang hobi nyirir itu hanya membuang energi dan tidak ada gunanya.
Bagi saya pribadi, julukan jago kandang atau jago Kate itu mempunyai makna yang dalam. Saya tidak tersinggung atau sakit hati, sebaliknya saya diajak mawas diri.
Sesungguhnya, sebagai jago Kate, saya ditantang untuk berani ke luar dari rasa nyaman di lingkungan keluarga, sekitar, atau komunitas. Saya harus berani ke luar dari zona nyaman itu.
Intinya, saya tidak boleh berpuas diri dengan apa pun yang diperoleh dan didapatkan selama ini. Sebaliknya saya ditantang untuk berani mengeksplorasi talenta dan kemampuan diri agar hasilnya makin maksimal.
Saya tidak lagi hidup untuk mencari pengakuan diri, pujian, atau kebanggaan semu. Tapi saya termotivasi untuk jadi pribadi yang rendah hati, dan hidup berkenan bagi Allah.
Caranya adalah, jika selama ini saya bekerja dan berkarya sekadar berorientasi demi kemapanan diri sendiri atau keluarga, kini saya berkarya untuk memberikan yang terbaik pada sesama.
Prinsip saya adalah, “Segala suatu yang saya kehendaki agar orang berbuat kepada saya, hendaknya saya lakukan hal yang sama pada mereka.”
Saya lalu mencoba mengamati untuk merasakan dan menikmati, ketika saya memberikan yang terbaik pada sesama. Lewat kerja, sikap, perilaku, atau pelayanan.
Hasilnya adalah saya merasakan hal yang sangat berbeda dengan hal yang sebelum ini saya rasakan. Ada pendar mata bahagia, senyum di bibir nan tulus, sikap yang ramah penuh hormat, dan kata terima kasih yang menggetarkan jiwa.
Ternyata, dengan memanusiawikan manusia, kita jadi pribadi yang tahu menghargai dan menghormati sesama.
Hidup sukses dan bahagia itu, ketika kita rela berkorban untuk mengasihi sesama, dan ikhlas. Hidup berkenan bagi Allah.
…
Mas Redjo/ RED-JOSS
