Jangan Abaikan Stres: Akibatnya Bisa Serangan Jantung

Seide.id – Bohong kalau orang hidup tidak punya stres. Stressor menghadang semua orang, siapa pun dia. Kita mengenal 4 stressor dalam hidup. Tekanan, frustrasi, konflik, dan krisis.

Sepanjang hari-hari perjalanan hidup setiap orang menghadapi stressor, dan mengalaminya, satu atau lebih stressor. Tergantung seberapa tegar ketahanan jiwanya, tidak setiap stressor akan membuatnya jatuh stress. Hanya bila jiwanya tidak tahan banting, maka stressor sekecil apa pun sudah membuatnya jatuh stres.

Gejala orang jatuh stres, bisa berupa keluhan lambung, atau jantung. Dua organ ini paling dekat dengan jiwa. Bila jiwa terbeban berat, lambung dan jantung yang paling menanggungnya. Penderitaan jiwa dihibahkan ke badan. Maka muncul penyakit psikosomatis (psychosomatic). Badannya semua sehat, namun selalu merasakan ada keluhan mag, jantung berdebar, tidak bisa tidur, berkeringat dingin, itulah keluhan orang stres.

Dalam kondisi stres, badan akan memikul akibat buruknya. Diabetes makin buruk, hipertensi makin meningkat, lemak darah kian meninggi, gangguan jantung memburuk, ya tiada organ tubuh yang tidak memikul beban buruknya. Termasuk kejadian serangan jantung.

Kasus orang yang hidupnya tertib teratur, menjaga kesehatannya dengan benar, mengendalikan semua risiko penyakit, namun terserang jantung koroner juga, faktor stres penyebabnya. Ini juga yang menjelaskan mengapa badan sehebat atlet, yang jantung dan paru-parunya tentu kuat, karena selalu dilatih, bisa terserang jantung koroner, penjelasannya faktor stres penyebabnya.

Saat stres mendera, pembuluh darah koroner jantung bisa menguncup. Kendati tidak ada tumpukan lemak pada dinding pembuluh jantung atau plaque, bila stres mendera, ia akan menjadikan pembuluh koroner seperti sedang tersumbat oleh kejadian menguncupnya (Lihat ilustrasi).

Jadi sia-sia kita membuat badan jadi bugar dengan fitness, gym, dan tertib berolahraga, kalau stres dibiarkan liar merusak tubuh. Sehat itu perlu bugar bukan hanya badan, melainkan juga jiwa, sosial, dan spiritualitas. Untuk itu tak cukup beraktivitas yang menyehatkan, sama pentingnya membugarkan jiwa, dengan lekas bersyukur, dan ekspektasi dalam hidup tidak usah muluk-muluk.

Hiduplah minimalis. Enough is enough, tidak mengejar kepuasan duniawi semata, yang bikin kondisi “Hedonic treadmill”, semakin mengejar duniawi, namun kebahagiaan hidup tidak kunjung bertambah, karena uang dan harta memang tidak bisa membeli happiness.