Kampanye kita comot dari bahasa Inggris: campaign.
Setiap kali mendengar kata kampanye, aku langsung teringat anggur Prancis, Champagne yang namanya diambil dari nama sebuah daerah di Prancis. Bunyinya terdengar mirip: syempein.
Kampanye, pada awalnya ‘hanya’ dikenal dalam dunia bisnis. Artinya kira-kira: “Secara terus-menerus, dalam durasi yang ditentukan atau tidak (sangat tergantung kepada seberapa besar budget yang tersedia), mengajak, mempersuasi, bahkan “meneror” bawah sadar masyarakat, sehingga produk atau jasa apa yang ditawarkan, dapat diterima.
Tapi, pada perkembangannya, kampanye di dalam dunia bisnis, cenderung disebut: promosi, reklame atau iklan.
Promosi berasal dari kata promote yang kurang-lebih berarti: menyokong atau mendukung seseorang atau suatu produk yang nantinya diharapkan bakal menjadi unggul dan bisa dipertanggung jawabkan kompetensinya.
Reklame tadinya aku kira berasal dari bahasa Inggris: re-claim. Eh, ternyata bukan. Reklame berasal dari bahasa Spanyol: re-clomos. Re artinya berulang-(ulang) dan clomos artinya berteriak. Jadi, reklame artinya: berteriak secara berulang-ulang. Sementara claim berarti kurang-lebih: kita ‘memaksa’ fihak lain agar ikut juga meyakini apa yang kita yakini, meski tanpa bukti.
Akan halnya image, ini juga sesuatu yang agak merisaukan jika tak ingin dikatakan menyedihkan. Karena image yang secara harafiah berarti sesuatu yang positf yaitu imajinasi yang dibutuhkan oleh siapapun terutama seniman, gara-gara politik, lalu mengalami pergeseran arti. Image diartikan (pen)citra(an). Pencitraan berkonotasi negatif. Jika seseorang melakukan sesuatu untuk mengangkat dirinya, padahal dirinya secara keseluruhan tak begitu. Malah suara sinis bilang begini:
“Aah,…sekadar lipstick atau pencitraan saja”. Bahkan seorang pesyair pernah berkata bahwa era ideologi sudah lewat. Sekarang ‘era imagologi’. Siapa yang menguasai image, dialah yang akan menguasai dunia.
Tentang image ada ilustrasi menarik. Suatu perusahaan rokok, konon hampir bangkrut. Pemiliknya iseng-iseng menjadi klien sebuah biro iklan. Biro iklan itu, lalu merombak total image rokok itu. Membuat seolah-olah jika menghisap rokok itu, kita akan merasa gagah, jantan, trengginas dan macho. Simbolnya adalah koboi menunggang kuda, sedang menghalau ternak. Laku! Padahal rokok itu sebelumnya adalah:…rokok (konon beraroma mentol) untuk wanita!
Sementara kampanye adalah mempersuasi fihak lain untuk percaya bahwa program yang sedang dan akan kita kerjakan adalah sesuatu yang layak diapresiasi bahkan dihargai, atau paling tidak diperhitungkan.
Tapi pada dasarnya baik kampanye, iklan, image (citra) atau promosi adalah suatu janji, yang harus -dan belum tentu bisa- dibuktikan kebenarannya.
Kita sering mendengar ungkapan (yang jika benar bisa sangat) menyedihkan: “Kebohongan yang dikampanyekan berulang-ulang dan terus menerus, lama-kelamaan bisa diyakini menjadi suatu kebenaran”.
Kampanye, iklan, promosi, reklame atau apa pun saja istilahnya, jika menggunakan uang sendiri, pribadi atau perusahaan yaa, terserah dan boleh-boleh saja.
Ada seorang teman pencinta kopi asli dan pembenci kopi sasetan, dengan nada gurau berkata: “Sebetulnya, modal untuk membuat produk kopi sasetan (yang menurutnya ampas kopi itu) besar sekali. Mungkin biaya promosi yang dialokasikan bisa lebih besar daripada ‘kopi-kopian’ itu. Biaya promosi bisa mencapai 50-60% dari keseluruhan modal usaha, hahaha…”
Baik kampanye, iklan, promosi, reklame, pencitraan, ndobos atau apapun namanya, jika dikakukan menggunakan dana pribadi, uang perusahaan nenek-moyang, sebesar apa pun dananya,…yaa terserah saja.
Asal jangan menggunakan dana dari uang pajak warga, digunakan (seolah-olah) untuk memanjakan warga sekelebat, padahal untuk kampanye diri sendiri…
Ilustrasi: “Toa”…(akrilik di kardus bekas kemasan mie instan, 49x50cm).
Aries Tanjung