Keluhan Fisik Sana Belum Tentu Obatnya Sama

Seide.id – Ini yang sering rancu di masyarakat. Obat mata merah yang pernah dipakai menyembuhkan tetangga, dipakai buat mata merah yang kita alami. Belum tentu tepat, oleh karena mata merah bukan satu sebabnya. Selain sebab infeksi, dan infeksi sendiri bisa kuman, bisa virus, mata merah bisa sebab glaucoma.

Tidak tepat memakai obat mata merah bukan saja gagal sembuh, melainkan, bukan tak mungkin malah berbahaya. Misal obat infeksi mata yang dicampur corticosteroid, tidak boleh untuk infeksi virus herpes misalnya.

Keputihan juga bisa empat penyebabnya. Tidak semua obat keputihan cocok untuk setiap kasus. Maka kita tidak bisa meniru obat keputihan teman, kerabat, bisa jadi keputihan yang kita alami berbeda penyebabnya dengan yang dialami teman dan kerabat. Keputihan jamur tak mempan dengan obat keputihan parasit, atau kuman. Begitu juga obat eksim kulit, belum tentu sama obatnya.

Obat antinyeri biasa digabung dengan antidemam. Ada beda pemakaian obat gabungan ini, maka yang diperlukan, untuk antinyerinya, atau lebih untuk antidemamnya. Ada juga yang khusus antidemam, selain ada yang khusus antinyeri saja.

Demikian pula halnya obat flu, beda dengan obat nyeri kepala. Orang yang nyeri kepala tidak perlu minum obat flu yang memang ada obat antinyeri kepalanya. Sebaliknya orang yang mau flu, menjelang flu tidak lengkap kalau hanya diberi obat nyeri kepala, walau awal flu biasanya hanya nyeri kepala, tapi obat antinyeri kepala tidak ada obat hidung meler, dan obat untuk menekan batuk.

Obat batuk ada dua jenis, batuk kering diberi obat tablet, batuk basah berdahak perlu obat cair untuk melarutkan dahaknya.

Demikian pula obat untuk masalah kejiwaan, ada obat penenang, ada obat tidur, dua jenis yang berbeda. Ada obat penenang mayor, ada yang minor. Yang jiwanya galau bukan perlu obat tidur melainkan obat penenang. Yang jiwanya retak (schizophrenia), atau gila, perlu obat lain. Yang depresi, berbeda dengan yang cemas.

Demikian pula obat hipertensi, obat diabetik, disesuaikan dengan kondisi pasiennya. Hipertensi sudah dengan komplikasi, hipertensi dengan gangguan jantung, tak sama pilihan obatnya dengan hipertensi esensial, yang turunan. Demikian antidiabetik, pasien yang gemuk, yang tipe 1, yang ada komplikasi, tak sama obat antidiabetiknya.

Obat mag juga begitu. Mag ringan baru sekadar radang gastritis, tidak perlu obat mag yang sudah berat atau sudah ada tukak (ulcus), dan tidak sama pula dengan mag yang ada kuman helicobacter pylorinya. Ada jenis obat mag sekadar menetralisir asam lambung, ada yang menekan pompa pengeluaran asam lambung. Bila ada faktor kejiwaan, ada obat mag perlu ditambahkan obat penenang juga.

Infeksi, biasa ditandai dengan gejala demam, selain keluhan di organ mana infeksi terjadi. Infeksi bisa sebab kuman (bakteri, basil), bisa sebab virus, atau bisa juga parasit. Dokter yang menentukan diagnosis suatu infeksi pasien disebabkan oleh apa. Maka tidak semua kasus infeksi obat antibiotiknya sama.

Kasus infeksi virus tidak mempan dengan antibiotika. Demikian pula kasus infeksi kuman dan parasit tidak mempan dengan antivirus. Yang sering terjadi, kasus infeksi virus diberi antibiotika, selain tidak cocok, ini penghamburan uang serta membuat tubuh memikul efek samping obat yang tidak diperlukan karena salah pilih.

Infeksi paru sebab basil TBC, tidak mempan dengan antibiotika biasa, perlu antibiotika khusus basil TBC, yang sama dengan obat lepra. Adakalanya infeksi kuman pun belum tentu selalu berhasil disembuhkan kalau jenis antibiotikanya tidak tepat.

Kasus infeksi yang tidak sembuh-sembuh memerlukan pemeriksaan kepekaan dan kekebalan kuman untuk menemukan antibiotika jenis mana yang cocok. Ada kuman jeni Gram negatif, ada jenis Gram positif, dan berbeda pilihan antibiotiknya. Ada antibiotik untuk semua jenis kuman, dan ini tergantung infeksinya menyerang organ apa, karena khas jenis kumannya.

Akibat pemakaian antibiotika yang serampangan (self medication), membuat banyak antibiotik sudah kebal terhadap kuman. Tak ubahknya obat nyamuk sudah tak mempan nyamuk. Dunia sekarang sedang menghadapi antibiotika yang kebal terhadap banyak kuman, sehingga dunia medik terus membutuhkan generasi antibiotika yang lebih baru untuk menumpas kuman yang kebal, dengan harga lebih tinggi.

Negara berkembang termasuk Indonesia dituduh melakukan pembiaran pemakaian obat yang serampangan.
Antiobiotika dijual bebas, dan masyarakat bebas memakai antibiotika secara seramapngan.

Banyak kasus tidak memmerlukan antibiotika, namun antibiotik tetap dipakai. Tidak demikian di negara maju, sangat ketat pemakaian antibiotik.Bahkan pasien pascabedah saja pun belum tentu diberi antibiotik. Di kita flu saja, yang penyebabnya virus, diberi antibiotik.

Note:
Sudah sejak puluhan tahun lalu di kota-kota besar dijual secara bebas obat yang seharusnya pakai resep dokter. Toko obat Pasar Pramuka terbesar di Indonesia.

Toko obat ada di mana-mana kota, seakan sudah seperti layanan dokter. Tinggal bilang apa keluhannya, obat diberikan. Juga pemakaian antibiotika oleh praktik mantri kesehatan, perawat, dan bidan yang praktik di desa dan kampung-kampung, tanpa terkontrol membuka praktik pengobatan, pemakaian antibiotika tanpa terkontrol. Semua pasien diberi antibiotika. Belum penjualan bebas obat-obat Daftar G lainnya, yang harus dengan resep dokter.

Risiko pemakaian obat bukan di tangan yang berkompetensi, soal kontraindikasi. Misal, tidak boleh untuk pasien glaucoma, atau ibu hamil, atau pasien jantung, atau usia anak-anak, karena kompetensi untuk pemakaian obat secara benar memang tidak dikuasai selengkap yang dimiliki dokter, maka yang jadi korban masyarakat. Minum obat yang salah, memikul efek samping obat. Belum lagi bicara salah dosis. Itu sisi bahaya mengobati diri sendiri swamedikasi atau self medication.

Yang mengherankan, sejak Era Orde Baru sampai sekarang peredaran obat-obat yang harus diresepkan belum bisa dilarang, dan semakin menjamur, bajkan di depan mata BPOM Pusat, yang pasti tahu begitu bebasnya obat-obat F+Daftar G dijual, dan dipakain tanpa terkontrol.

Saya hanya bisa mencerahkan masyarakat, bahwa obat itu racun kalau tidak tepat pemakaiannya. Hanya pihak yang punya kompetensi ihwal obat, yakni dokter, yang tahu memilihkan pasiennya obat apa untuk menyembuhkan, tanpa perlumerusak badan pasien.

Salam sehat,
Dr Handrawan Nadesul

Dokter Bertangan Dingin