Walau murahan, tapi kerupuk yang umumnya berwarna putih renyah ini bisa dibilang merupakan bagian dari industri awal produk kuliner olahan di Indonesia. Foto : Heryus SS.
Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
KERUPUK adalah makanan yang dibuat dari adonan tepung dicampur luluhan ikan atau udang, lalu dikukus dan disayat tipis-tipis atau dibentuk dengan alau cetak, lalu dijemur kering senelum kemudian digoreng. Umumnya kerupuk digoreng mekar menggunakan minyak sayur. Tapi ada juga yang dijapos, yakni digoreng dengan pasir menghasilkan produk yang antara lain populer sebagai Kerupuk M’larat.
Ada banyak jenis kerupuk, dengan nama berkait bahan tambahan pada tepungnya, atau nama daerah produsennya. Ada Kerupuk Udang, Kemplang atau Kerupuk Palembang, Kerupuk Jengkol (selain Keripik Jengkol). bahkan ada kerupuk yang sebenarnya masuk katagori keripik tapi masyarakat kadung menyebutnya sebagai Kerupuk Kulit alias Kerupuk Rambak yang berbahan olahan irisan rebusan kulit sapi.
Tapi dari sekian banyak kerupuk (dan keripik) khas Indonesia, rasanya tak ada yang sepopuler Kerupuk Kampung atau Kerupuk Uyel atau Kerupuk Sayong, yang murah-meriah dan mudah didapat di warung-warung kecil di kampung. Disebut Kerupuk Uyel karena bentuknya bulat bundar uyel-uyel bagai rambut kusut. Karena berbahan sayong (campuran aci/tepung tapioca dan terigu) maka disebut Kerupuk Sayong,
Walau murahan, tapi kerupuk yang umumnya berwarna putih renyah ini bisa dibilang merupakan bagian dari industri awal produk kuliner olahan di Indonesia. Sejak zaman saya kecil di Betawi, sebagaimana juga produk tempe dan tahu, Kerupuk Kampung merupakan hasil produksi usaha kecil dan menengah (kini populer sebagai UKM) dari lokasi khusus yang disebut pabrik kerupuk.
Tumbuk dan goreng bawang putih. Dinginkan, campur bubuk garam dan gula pasir. Tambahkan tepung sayong, tuang air dan uleni hingga kalis. Bila suka, bubuhi pewarna makanan. Bentuk bulat keriting (uyel-uyel) dengan alat cetak manual ataupun mekanis berlubang kecil-kecil. Kukus matang 15-25 menit. Jemur kering di panas matahari. Panaskan minyak, goreng hingga matang. Angkat, tiriskan Sajikan.
Begitu cara umum membuat Kerupuk Kampung yang dalam skala pabrik dikerjakan dengan sistem link-belt per bagian kerja. Ada yang mengolah bahan, ada juru bentuk bahan (baik dengan alat manual ataupun mekanis), ada tempat untuk menjemur ataupun oven pengering bahan, ada juru goreng, juru muat dan hitung jumlah produk untuk didistribusikan ke pembeli dan pelanggan.
Dari dulu hingga kini, produk kerupuk dari pabrik didistribusikan ke warung-warung atau pelanggan, oleh ‘petugas’ yang yang disebut tukang kerupuk. Menggunakan sepeda onthel (kini sepedamotor) dan kaleng kerupuk besar. Di warung pengecer, kerupuk dititipkan dalam wadah kaleng berdinding kaca di satu sisinya, yang populer disebut kaleng kerupuk warung.
Secara berkala, seminggu dua kali misalnya, para tukang kerupuk akan datang mengontrol. Pemilik warung hanya membayar (berdasar harga pabrik, yang pasti dibawah harga jual) jumlah kerupuk yang terjual. Sisa kerupuk yang tak terjual, dan biasanya sudah dalam keadaan ulet, kempos, akan diambil lagi. Dimasukkan ke kaleng besar bercampur dengan kerupuk baru yang masih hangat.
Dalam hitungan menit, kerupuk ulet yang tak terjual di warung itu, akan kembali kering dan renyah, tersebab hawa panas kerupuk-kerupuk baru yang baru keluar dari pabrik. ”Ajaib…!” seru kami, anak-anak Betawi tempo dulu, yang belum paham ‘ilmu’ penjalar panas, Hi…hi…hi…! ***
03/03/2022 PK 08:41