Lafran, Membaca Kisah Pendiri HMI di Layar Perak

Lafran01

Digagas oleh Akbar Tanjung, film tentang Lafran Pane sebagai pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI, 1947), dihadirkan di layar lebar. Digarap kolosal, disutradarai sineas yang menggarap film laris Ainun & Habibie, melibatkan sederet aktor aktris kondang. Kado untuk HMI yang ulang tahun ke-76 pada 5 Februari 2024 ini. Aktor Dimas Anggara memerankan sosok Lafran.

Seide.id – HM Jusuf Kalla, Hamzah Haz, Akbar Tanjung, Abraham Samad, Ridwan Saidi, adalah nama nama besar di balik HMI – Himpunan Mahasiswa Islam, yang alumninya menduduki pos pos penting di pemerintahan, lembaga negara dan dunia usaha, selain aktif di bidang kebudayaan seperti Ridwan Saidi dan Kak Seto, berikut ratusan ribu alumninya.

Tapi siapakah pendiri HMI? Di usia 76 tahun organisasinya, tokoh pendiri HMI masih samar samar. Padahal HMI telah menjadi organisasi mahasiswa Islam yang memberikan sumbangan besar dalam menegakkan Indonesia, seperti cita-cita saat diprakarsai pendiriannya pada 5 Februari 1947 (15 Rabiul Awal 1366 Hijriah).

Sebuah film layar lebar nasional mencoba mengungkapkannya, yaitu Lafran Pane. Adik dari Sanusi Pane dan Armin Pane, yang lebih dikenal sebagai pujangga, sastrawan itulah yang menggagas pendirian Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi yang berwibawa sekarang di kalangan muslim kampus.

Lafran Pane sebagai pemrakarsa berdirinya HMI, kini hadir di film bioskop, dalam kisahnya sejak kanak kanak hingga mahasiswa yang melahirkan organisasi kemahasiswaan Islam yang besar, melahirkan banyak pemimpin nasional itu, yang layak dikenang visi dan misi perjuangannya.

HMI berdiri di tahun 1947 saat Indonesia baru dua tahun merdeka, berdasarkan prakarsa dari Lafran Pane dan 14 orang mahasiswa lainnya yang mengenyam pendidikan di Sekolah Tinggi Islam, yang sekarang dikenal dengan nama Universitas Islam Indonesia (UII).

Mengambil latar belakang Hindia Belanda tahun 1940an, dan Indonesia paskakemerdekaan, film Lafran juga mengungkap jerih payah membangun organisasi mahasiswa yang bernafaskan keIslaman dan kebangsaan saat mana Islam dan Kebangsaan mengalami pertentangan.

Sosok Lafran dihadirkan sejak masih kanak kanak dan tinggal bersama neneknya di Tapanuli, melanjutkan pendidikan ke Tanah Jawa (Jakarta) dan mendirikan HMI di Jogya. Terungkap masa kanak kanak Lafran Pane yang nakal, masa muda petualangan, menjadi petarung (boxen) tapi kemudian gigih dalam kerja intelektual, memperjuangkan kemerdekaan, keIslaman dan kebangsaan.

Pertentangan di antara kubu nasionalis dan Islam mengemuka pada awal kemerdekaan, dan dicoba jembatani oleh Lafran dengan mendirikan HMI, namun mendapat pertentangan dari kaum nasionalis dan Masjumi sebagai organisasi Islam besar pada masanya. foto Youtube.

Pembuatan film ini digagas oleh Akbar Tanjung tokoh kondang HMI yang dikenal sebagai politisi Golkar, dan di produksi oleh Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).

‘Bang Akbar Tandjung melihat pentingnya peran HMI dan organ-organ pendukungnya kembali memperjuangkan cita-cita dan gagasan Lafran Pane tentang keindonesiaan yang menyatukan. Dan siapapun itu mereka yang pernah merasa sebagai kader HMI mesti menyaksikan film Lafran ini ,’’ ungkap Dr. Arif Rosyid Hasan, Produser Eksekutif film Lafran di Jakarta, Senin (20/11/2023).

Penggarapannya dipercayakan pada rumah produksi Reborn Intiatives yang menunjuk Faozan Rizal sebagai sutradara. Faozan sebelumnya sukses menggaram film Habibie & Ainun yang tembus ke bioskop dengan 4,6 juta penonton.

Aktor Dimas Anggara, suami dari Putri Indonesia Nadine Chandrawinata, dipercaya memerankan sosok Lafran, didukung oleh aktor Mathias Muchus, Ratna Riantiarno (nenek), Aryo Wahab, Wawan Wanisar, Tantra Ginting dan Lala Karmelia – juga sederet wajah baru seperti Farandika, Nabil Lungguna, anak dari politisi Lulung Lunggana (alm).

Dalam proses pendirian dan perjuangan membesarkan HMI, Lafran Pane berlintasan dengan tokoh tokoh sejarah, seperti Adam Malik, Chaerul Saleh, dan Jendral Sudirman. Selain Sanisu Pane dan Armin Pane, kakaknya.

Sejak awalnya, Indonesia sebagai negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia juga merupakan pusat keislaman yang terbuka, toleran, modern, dan menghargai perbedaan, yang saat ini menjadi perhatian bersama dalam demokrasi, berbangsa, dan bernegara. Ruh HMI, yakni nilai kebangsaan dan ke-Islam-an, membuka jalan bagi terwujudnya Islam yang rahmatan lil ‘alamiin, yang ramah, toleran, serta menjunjung tinggi persatuan dan perdamaian.

Itulah pesan yang ingin disampaikan lewat film Lafran, yang telah selesai digarap sebelum pandemi Covid 2020 lalu, namun banyak kendala prosesnya, hingga baru bisa hadir kini.

Dibandingkan buku buku telaah dan kajian tentang HMI, sosok Lafran Pane memang masih samar. Buku biografinya juga tak populer. Diharapkan dari menonton film kolosal berdurasi 100 menit yang menghabiskan biaya Rp 12 miliar ini bisa mengenal lebih dekat dengan pendiri HMI.

Dr. Arif Rosyid Hasan selaku produser juga mengharapkan, sekurang kurangnya sejuta lebih penonton berbondong bondong ke bioskop untuk membeli tiket dan mengembalikan biaya produksinya, selain menyebarkan pesan dan semangat HMI kepada masyarakat. (dms)

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.