Warga meyakini, manusia dan orah bertalian darah dan sejarah, masing-masing menempati ruang yang jadi haknya.
Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
Seide.id 26/05/2022 – Berdiri tahun 1980, Taman Nasional Komodo (TNK) di Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur ditetapkan UNESCO sebagai World Heritage Site Man and Biosphere Reserve pada tahun 1991. Itu artinya, TNK tak cuma diakui sebagai situs warisan dunia karena keanekaragaman hayatinya, melainkan juga karena ‘man’, manusia yang hidup di lingkungan unik tersebut.
Siapakah Komodo Man atau ‘Manusia Komodo’ yang dimaksud UNESCO, organisasi dibawah PBB untuk perlindungan situs-situs sejarah dan budaya yang berpusat di Paris itu? Tak lain adalah masyarakat asli yang setidaknya kini tinggal di empat kampung di TNK, yakni Kampung Komodo di Pulau Komodo, Kampung Kekora dan Kampung Rinca di Pulau Rinca, dan Kampung Pulau Papagarang.
Kampung Komodo merupakan yang terbesar. Tahun 2001 saya mampir ke situ, tercatat berpenduduk 1.118 jiwa. Kampung Papagarang nyaris sama besar dengan Kampung Komodo, berpenduduk 992 jiwa, sedangkan Kampung Kekora dan Kampung Rinca berpenduduk 1.024 jiwa. Semua kampung menghadap pantai, dan (kecuali Papagarang) berpagar’ belakang bukit savana habitat Komodo
Dunia internasional baru ‘ngeh keberadaan Komodo pada 1911, saat Perwira Pemerintah Hindia Belanda J.K.H. Vam Steyn berlayar dan menemukan biyawak raksasa di Pulau Komodo, dan karena itu dalam berkala ilmiah yang terbit tahun 1912, bertajuk “On a Large Species from The Island of Komodo” penulis Pieter Antonie Owens mencatatnya sebagai Varanus komodoensis Owens.
Semua kampung itu sudah ada jauh sebelum areal ini dideklarasikan sebagai taman nasional. Mayoritas penduduk yang tinggal di dalam areal TNK adalah nelayan suku Bajo asal Bima (Sumbawa), Kabupaten Manggarai, Flores Selatan, dan Sulawesi Selatan. Dari warga yang sudah berabad menghuni TNK itu pula J.K.H. Fam Steyn tahu keberadaan kadal raksasa yang antara lain menghuni Pulau Komodo.
Warga setempat menyebut Dragon Komodo sebagai Ora atau Orah. Warga percaya, nenek moyang mereka sudah tinggal di kawasan itu sejak beberapa abad lampau. Bahkan mereka percaya bahwa antara orah dan warga punya pertalian sejarah yang sama. Gerong, nenek-moyang warga TNK merupakan saudara sekandung dari Orah, lahir dan sama besar di tanak air sama: TNK.
Tanyalah pada tiap warga, termasuk anak-anak, dengan fasih mereka akan berkisah tentang Putri Ina Matarea yang melahirkan dua anak kembar. Satu berwujud manusia, tinggal dan membangun keluarga di pinggir pantai. Satu lagi berwujud orah, tinggal dan beranak pinak di gunung dan hutan. Jadi, manusia dan orah bertalian darah dan sejarah, masing-masing menempati ruang yang jadi haknya.
Hal biasa bagi warga bila melihat orah turun gunung dan bermain-main di kolong rumah panggung. Mungkin mereka kangen bertemu saudaranya, ungkap Astuti, guru SD Komodo yang sedang menidurkan bayinya di bale-bale kolong rumahnya. Memang kadang komodo memangsa kambing atau ayam, bahkan menggigit warga. Tapi, komodo atau orah tidak salah. Manusialah yang kurang berhati-hati.
Kita, manusia, kan diberi akal sehat. Jadi, mesti digunakan dengan bijak. Jika ada orah, ya, mesti berhati-hati. Mereka adalah hewan yang tak bisa makan apa pun, kecuali daging. Lalu, dengan baik-baik, kita bisa persilahkan mereka kembali ke hutan. Tak ada masalah selama kita berhati-hati, ungkap Haji Mahmud, orang yang dituakan di Kampung Komodo. ***
26/05/2022 PK 19:08 WIB