Warga Kampung Wajo Mola Utara di Pulau Kaledupa, Kabupaten / Taman Nasional Laut (TNL) Wakatobi. Sulawesi Tenggara – Foto Heryus Saputro Samhudi
Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI
DUDUK di amben di teratak rumah-apung orang tuanya, seorang gadis (dengan mata terpejam) memboreh wajahnya dengan lulur di wadah lokan. Sebentar saja cairan lulur mengering menjadikan wajahnya ibarat mengenakan topeng (mask) berwarna kuning kemerahan. Ini terjadi suatu siang di Kampung Bajo Mola Utara di Pulau Kaledupa, Kabupaten sekaligus Taman Nasional Laut (TNL) Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Di seberang samping, di deret rumah yang juga tegak di atas tumpukan batu karang dan Nampak seperti mengapung di batas pasang-surut air laut, seorang pemuda juga memoles-moles lulur cair yang segera mengeras di wajah. Sesekali matanya terbuka memandang si gadis. Pandangan mereka amprok. Keduanya bakusenyum, dan dari beberapa arah terdengar suitan menggoda, dari teman-teman mereka, ha…ha…ha…!
Memakai lulur masker, karena disapukan pada wajah dan lalu mengering bagai topeng, merupakan hal biasa dalam tradisi masyarakat adat Nusantara. Juga di kalangan orang Bajo, suku-laut (karena umum tinggal di rumah panggung dan kampung yang dibangun langsung di atas permukaan laut) yang tersebar luas di perairan Nusantara, dan karenanya dikenal dunia sebagai kaum Gipsy Laut Indonesia.
Lulur biasa diracik dari beragam bahan herbal, dihaluskan, ditambah air hingga membentuk adonan lembut. Bila tak langsung digunakan, adonan biasanya dipulung-pulung membentuk bentuk kelereng, dipipihkan, lalu dijemur di terik matahari, atau dipanggang kering agar bisa disimpan. Bila dibutuhkan, lulur kering tinggal diwadahi dan diberi sedikit air matang, diremas halus hingga jadi adonan lagi.
Ada banyak tumbuhan berkhasiat obat yang turun-temurun digunakan orang Bajo untuk dibuuuuuuat lulur. Utamanya adalah beras yang terlebih dulu direndam beberapa saat dan lalu ditumbuh halus. Bahan lainnya Rumput Teki (Cyperus rotundus), plus berjenis empon-empon seperti Kencur, Kunyit, Lada, Biji dan Fuli Pala dan lainnya. Orang Bajo juga memanfaatkan jelly/ganggang-laut (Seaweed), lamun atau rumput laut (Seagrass).
Tak cuma Suku Bajo, nyaris tiap puak masyarakat di Kepulauan Nusantara, mengenal budaya lulur balur untuk kesehatan kulit tubuh. Dari sekadar lulur berupa lumpur tanah, yang sengaja dilulurkan ke sekujur tubuh saat hendak masuk hutan (agar terbebas dari nyamuk), hingga lulur kecantikan modern untuk kesehatan kulit pengantin sebelum naik ke pelaminan.Wanita Bajo dan putranya – Foto Heryus Saputro SamhudiWanita Bajo dan putranya – Foto Heryus Saputro Samhudi
Lulur Masker adalah bagian dari tradisi lulur secara keseluruhan, yang dipercaya bisa menjadi stimulus kesehatan kulit wajah, sebagaimana orang Bajo menggunakannya dalam keseharian. Tak cuma wanita, tapi juga para pria. Bukan sekadar untuk menghindari kulit wajah hangus terbakar sinar matahari, melainkan juga untuk tujuan kebahagiaan pasangan suami-istri dan hidup berumah tangga.
Di Kampung Bajo Mola Utara misalnya,nyaris sepanjang hari ada saja orang-seorang yang beraktivitas sambil tetap luluran. Tak cuma yang lulur masker, tapi juga warga yang memborehkan lulur ke segenap bagian tubuh lainnya yang terbuka. Atau dibalik pakaian yang dikenakan, sekujur tubuh sebenarnya dilulur? Yang pasti, kesehatan kulit juga perlu dijaga, bagaimana agar tetap fit dan ‘kencang’. Itu gunanya lulur dan masker.
“Bagaimana agar muka kita tiada berminyak, bersih dan harum?” ungkap Abdullah memberi alasan kenapa ia juga ikut melumuri wajahnya dengan lulur masker, “Nanti malam saya akan ajak saya punya pacar pigi ke satu keramaian di kota. Jadi wajah saya pun harus bagus dan wangi nanti malam. Apa kata dunia bila saya buruk rupa?” katanya, tertawa.
Saya jumpa pasangan suami-istri muda yang sedang luluran, asyik nyeruput wedhang sembari menikmati Ampo, gulungan- gulungan stick ukuran panjang 10Cm (sekilas seperti stick cokelat caramel), terbuat dari lumpur tanah bergaram yang dikeringkan. Kini ini jamu stimulus penambah gairah seksual. Istri luluran, dan ngeteh bareng sore hari, hal biasa dilakukan pasangan suami-istri sebelum naik ke ranjang.
Ranjang orang Bajo yang paling populer adalah rumah perahu, yakni perahu tertutup yang diberi tanda khusus, ditambatkan di pancang tiang khusus agak jauh dari perkampungan. Rumah perahu pilik pribadi tiap keluarga yang difungsikan sebagai tempat rendesvouz pasangan suami istri Pelepas kangen di siang atau sore hari, sebelum malam dan sang suami kembali cari nafkan di laut lepas. Hmmm…!
30/07/2021 WIB Pk 14:25 Wib