Di Vietnam, yang notabene negara Komunis, investasi Apple ini telah menciptakan 200 ribu lapangan kerja. Ada 26 pemasok dengan 28 pabrik di Vietnam, menurut daftar tahun 2022. Sedangkan di Indonesia, dari 360 komponen produk perangkat mobile, hanya ada dua (2) yang berasal dari Indonesia. Angka itu kecil dari pada 72 komponen dari Vietnam.
OLEH DIMAS SUPRIYANTO
TERNYATA tak perlu sulit untuk menjawab kejengkelan berbagai pihak, juga netizen di dunia maya, mengapa investasi raksasa teknologi Apple di Vietnam telah mencapai setara Rp256,79 triliun sedangkan di Indonesia hanya setara Rp1,6 triliun. Njomplang, terpaut jauh, bak bumi dan langit.
Angka njomplang itu muncul setelah Chief Executive Officer (CEO) Apple, Tim Cook bertemu dengan presiden Ir. Joko Widodo dan Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh – pekan ini. Saat ini, Vietnam akan membentuk kelompok kerja untuk mendukung investasi Apple.Di Vietnam Apple memproduksi iPad, AirPods, dan Apple Watch.
Di Vietnam, yang notabene negara Komunis, investasi Apple ini telah menciptakan 200 ribu lapangan kerja. Ada 26 pemasok dengan 28 pabrik di Vietnam, menurut daftar tahun 2022. Sedangkan di Indonesia, mengutip pengakuan Menkoinfo Budi Arie Setiadi mengatakan, dari 360 komponen produk perangkat mobile, hanya ada dua (2) yang berasal dari Indonesia. Angka itu kecil dari pada 72 komponen dari Vietnam.
“Pak Presiden juga minta kepada Tim Cook kalau bisa lebih banyak lagi komponen dari Apple ini untuk dibuat di Indonesia,” kata Budi Arie.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang yang ikut hadir dalam pertemuan itu mengatakan Indonesia memastikan pemerintah akan mendorong Apple untuk membangun pabrik di Tanah Air, karena memiliki kesiapan dalam mengadakan sejumlah komponen seperti baterai, kabel, dan lain sebagainya.
“Kami akan coba business matching dengan Apple apakah mereka bisa menggunakan produk-produk dari dalam negeri yang sebetulnya kita sudah siap, sudah siap,” ujarnya, sebagaimana diwartakan CNNIndonesia.
Namun investasi produsen iPhone itu kali ini adalah membangun infrastruktur pendidikan, yakni Apple Developer Academy. Pusat pengembangan talenta di bidang IT itu bakal dibangun di empat daerah antara lain Bali, Batam, Surabaya, dan Tangerang Selatan, Banten. “Nah itu nilai total investasinya sekitar Rp1,6 triliun dari keempat kota,” kata Agus.
MENGAPA begitu njomplang? Seperti bumi dan langit? Apa karena di Vietnam tak ada demo buruh, pejabat dan aparat yang suka memeras investor, dan pekerja yang malas, banyak libur dan banyak menuntut?
Tak perlu jauh jauh dan mencari pakar untuk jawabnya, melainkan laman dari BKPM sendiri.
Semacam otokritik dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), tentang minimnya investasi di Indonesia.
Mereka menyebut ada lima kendala yang sering dihadapi investor dalam berinvestasi di Indonesia yang membuat minat investasi asing ke Indonesia menurun. Lima kendala tersebut yaitu: (1) regulasi berbelit; (2) akuisisi lahan yang sulit; (3) infrastruktur publik yang belum merata; (4) pajak dan insentif nonfiskal lain yang tidak mendukung investasi; dan (5) tenaga kerja terampil yang belum memadai, (mengutip vivanews.com, 15 September 2019).
Beberapa alasan investor asing lebih memilih berinvestasi di negara lain seperti Vietnam daripada di Indonesia antara lain biaya tenaga kerja, sewa kantor, dan tarif pajak penghasilan (PPh) badan usaha di Vietnam lebih murah dibandingkan dengan Indonesia.
Rata-rata upah pekerja manufaktur Vietnam sebesar USD3.673 pertahun sedangkan di Indonesia USD5.421 pertahun. Sewa kantor di Vietnam lebih murah dibandingkan dengan 20 Indonesia, yaitu USD17/m2/bulan untuk perkantoran grade A di Ho Chi Minh, sedangkan di Jakarta USD50/m2/bulan.
Tarif PPh badan usaha di Vietnam sebesar 20% sejak tahun 2016 sedangkan tarif di Indonesia sebesar 25%. Bahkan, Pemerintah Vietnam memberikan diskon tarif PPh badan untuk investasi di daerah tertinggal menjadi 17% dan di daerah sangat tertinggal menjadi 10% (Kontan, 6 September 2019).
Kendala investasi tersebut menjadi penghambat bagi Indonesia untuk memanfaatkan momentum perang dagang antara AS dan China di mana sejumlah industri di China melakukan relokasi pabrik ke kawasan Asia Tenggara agar tidak terkena dampak kenaikan tarif.
Indonesia tidak mampu menarik perusahaan asal China yang keluar dari AS ke Indonesia, sementara hanya sedikit perusahaan asal Jepang yang berhasil melakukan investasi di Indonesia.
Berdasarkan laporan Bank Dunia, sebanyak 33 perusahaan asal China memutuskan keluar dari AS, 23 perusahaan berinvestasi di Vietnam, dan 10 lainnya di Malaysia, Kamboja, dan
Thailand. Pada tahun 2017, sebanyak 73 perusahaan Jepang pindah dari Jepang China, dan Singapura ke Vietnam, 43 perusahaan ke Thailand, 11 ke Filipina, dan hanya 10 perusahaan yang ke Indonesia.
Sejak tiga tahun lalu lalu, para pengamat investasi, mengungkap, larinya investor ke Vietnam. Upah buruh di Indonesia terbilang mahal di Kawasan ASEAN, namun sayangnya tak dibarengi dengan produktivitas. Ini yang menyebabkan kenapa investor lari ke Vietnam, “karena labour cost mahal tapi tak diikuti dengan produktivitas,” ungkap ekonom Bank Permata Joshua Pardede dalam Webinar CNBC Indonesia di Jakarta, Kamis (9/7/2020).
September 2019 lalu, Presiden Joko Widodo juga mengungkap kekecewaannya, karena investasi yang pindah dari Tiongkok masuk ke Vietnam bukan ke Indonesia.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menyarankan agar pemerintah Jokowi melakukan introspeksi dan evaluasi atas kebijakan dan peraturan di tingkat sektoral yang dibuat beberapa tahun terakhir yang justru membuat risiko investasi di Indonesia meningkat dan membuat investor menunda berinvestasi di Indonesia.
Menurut Fabby, minimnya Foreign Direct Investment (FDI) di bidang energi dalam 3 tahun terakhir karena kebijakan pemerintah yang tidak konsisten dan tidak mempertimbangkan persepsi risiko investor. Selain itu ada ketidakselarasan antara regulasi teknis dengan kebijakan utama juga membuat investor ragu-ragu.
Bukan rahasia lagi, aturan di pusat dan daerah lain. Banyak kepala daerah dan aparat lokal bak raja raja kecil yang memperlakukan investor asing sebagai sapi perah bahkan musuh. Demikian juga organisasi buruh dan NGO.
Dalam rapat terbatas tentang Ekosistem Investasi September 2019, Presiden meminta jajaran di bawahnya untuk menginventarisasi regulasi mengenai ekonomi dan investasi yang menghambat peningkatan ekonomi. Perlambatan pertumbuhan ekonomi global menimbulkan kekhawatiran terhadap potensi resesi ekonomi sehingga Indonesia harus menyiapkan langkah-langkah antisipatif.
Bagaimana tanggapan pihak pihak yang bertanggung jawab di bidang investasi asing di sini? Respon raksasa Apple terbaru, merupakan petunjuknya. Vietnam sudah mendapatkan Rp. 256,79 triliun, sedangkan Indonesia masih di posisi setara Rp.1,6 triliun.
Jangan salahkan lantai kalau tidak bisa menari. ***