Marga T adalah dokter lulusan Universitas Trisakti, Jakarta, pengetahuannya yang mendalam di seputar medis memberikan warna khas pada kisah tokoh tokoh novelnya. Meski sukses dan mashur namanya, Marga T adalah penulis yang merasa nyaman di balik layar. Sama seperti Mira Wijaya alias Mira W yang juga enggan terekspos. Keduanya dikenal sebagai novelis yang produktif.
– Terkejut saya membaca postingan di instagram. Novelis kenamaan Marga T telah tiada. Penulis karya laris, Karmila – Badai Pasti Berlalu – Bukan Impian Semusim dan Ranjau Ranjau Cinta itu, berpulang di Australia, Kamis malam, pada usia 80 tahun.
“Marga T meninggal di Rumah Sakit Cabrini, Malvern, Australia pada Kamis (17/8/2023) pukul 19.43 waktu setempat atau sekitar 16.43 WIB ” – tulis laman KOMPAS , mengutip keterangan editor di PT Gramedia Pustaka Anastasia Mustika Widjaja.
Margaret Caecilia Lee alias Intan Margaretha Harjamulia atau Marga Tjoa adalah nama panjangnya. Pecinta novel pop mengenalnya sebagai Marga T.
Bersama sama Mira W (Mira Wijaya), Handrawan Nadesul dan Feisal Baras, dikenal sebagai dokter yang piawai merangkai cerita menarik dan amat disukai para pembaca. Mereka semua sangat produktif. Ada juga dr. Kartono Mohamad, kakak dari jurnalis Goenawan Mohamad, namun lebih banyak menulis non fiksi.
Belum lama ini saya membaca buku Marga T Kumpulan Cerita 50 Tahun Berkarya – Sine Qua Non – Dancing With The Holy Spirit 1964 – 2014 – terbitan PT Gramedia. Itu buku terbitan 2014, salahsatu koleksi perpustakaan rumah, yang saya baca lagi sembari bersih bersih.
Sebagai penulis, Marga T telah menghasilkan sekitar 80 cerita pendek, 50 cerita untuk anak, serta telah melahirkan sebanyak 38 novel. Selain Karmila dan Badai Pasti Berlalu, juga Bukan Impian Semusim dan Ranjau Ranjau Cinta – yang karena larisnya diangkat ke layar perak.
Pada awalnya kisah Karmila ditulis sebagai cerita bersambung di KOMPAS, di tahun 1971, dibukukan pada 1973 dan naik ke layar perak pada 1974.
Pada masa popularitasnya, karya Marga T. itu digolongkan sebagai “sastra remaja” dengan penggemar anak muda dan ibu-ibu. Cerita yang diketengahkan seputar krisis moral dengan menggambarkan apa adanya, tanpa ada argumentasi yang rumit. Itulah yang membuat para pembacanya terpikat.
“Karmila” dicetak berulang ulang hingga laku 55 ribu eksemplar – angka yang fantastis untuk dekade 1970-an. Film-film yang diangkat dari novelnya juga meraih Piala Antemas sebagai “Film Terlaris Tahun ini”.
Aktris Muriani Budiman langsung melesat berperan sebagai Karmila – bersama Awang Darmawan. Sedangkan Roy Marten yang sebelumnya dikenal sebagai bintang laris akhirnya menjadi Aktor, setelah digarap sutradara Teguh Karya untuk film Badai Pasti Berlalu . Dia beradu akting dengan Christine Hakim dan Slamet Rahardjo – yang masa itu sudah berstatus “Aktor Aktris Piala Citra”.
Langsung jadi pemeran utama di film Karmila (1974), Muriani Budiman lalu melanjutkan berakting di film Cinta Rahasia (1976), namun menolak tampil dalam film lanjutan Karmila. Film lanjutannya, bertajuk Dr. Karmila akhirnya dibintangi oleh aktris Tanty Yosepha dan Robby Sugara dengan sutradara Nico Pelamonia.
Sukses dengan Karmila, novel berikutnya Badai Pasti Berlalu pun naik ke layar perak, dan digarap oleh Sutradara kondang, Teguh Karya (1977), dengan pemeran utama Chistine Hakim (Siska), Roy Marten (Leo), dan Slamet Rahardjo (Helmi). Didukung aktris Mieke Widjaja.
Di panggung FFI, Badai Pasti Berlalu menyabet 4 Piala Citra untuk Sinematografi Terbaik (Lukman Hakim Nain), Penyunting Gambar Terbaik (Tantra Surjadi), Tata Suara Terbaik (Suparman Sidik), dan Tata Musik Terbaik (Eros Djarot). Badai Pasti Berlalu juga menerima penghargaan Antemas, sebagai Film Terlaris pada tahun itu.
Selain menjadi film, Badai Pasti Berlalu juga menjadi album karya gemilang Eros Djarot, sekaligus satu satunya Magnum Opus adik Slamet Rahardjo itu di industri musik pop.
Dari novel Karmila, yang dicetak berulang kali Marga T bisa mengunjungi Eropa, dan dalam perjalanannya itu, dia bertemu dengan seorang insinyur teknik kimia, sesama alumnus Trisakti, yang kemudian menjadi suaminya.
Novel lainnya yang difilmkan adalah, Bukan Impian Semusim yang sebelumnya dimuat berseri di majalah Femina pada tahun 1981 dan disutradarai oleh Ami Priyono (alm) dengan pemain aktor Deddy Mizwar, penyanyi Djatu Parmawati, didukung Rima Melati dan Dina Mariana.
Novel lainnya yang difilmkan adalah Ranjau-Ranjau Cinta (1984) yang disutradarai oleh Nasri Cheppy dan dibintangi oleh Paramitha Rusady dan Rano Karno.
MARGA T atau Marga Tjoa lahir di Jakarta, 27 Januari 1943, dibesarkan dari keluarga Katolik yang taat. Ia menyelesaikan pendidikan dasarnya (SD) pada tahun 1956, SMP (1959), dan SMA (1962). Lalu, ia melanjutkan ke Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti, Jakarta dan memperoleh gelar dokter dari almamaternya tersebut.
Gemar menulis sejak kanak-kanak, karangannya mula-mula dimuat di majalah sekolahnya. Pada usia 21 tahun, ia menghasilkan cerita pendeknya yang pertama, “Kamar 27”.
Semalam saya membaca ulang cerpen itu, Kamar 27, tentang dokter yang mendapatkan pasien bocah 7 tahun – fiantar bibinya – yang ternyata anak kandungnya sendiri. Anak itu diambil paksa oleh suaminya, karena dulu dia belum siap menjadi ibu. Anak itu tak terurus. Saat sang ayah datang, benarlah dia mantan suaminya. Maka terjadi perebutan kembali si anak malang itu.
Kisah yang sangat menarik, untuk cerpen pertama dari seorang mahasiswi fak kedokteran.
Sebagai penulis, Marga T mendisiplinkan diri dengan menghabiskan waktu empat hingga lima jam sehari untuk mengarang. Dia juga disiplin membaca, apa saja dari segala macam pengarang.
Novelnya yang paling mutakhir, Sekuntum Nozomi, terbit pada 2004, mengangkat kisah seputar tragedi Mei 1998 yang menelan banyak korban khususnya di kalangan kaum perempuan keturunan Tionghoa.
Marga T adalah dokter lulusan Universitas Trisakti, Jakarta, pengetahuannya yang mendalam di seputar medis memberikan warna khas pada kisah tokoh tokohnya.
Meski sukses dan mashur namanya, Marga T adalah penulis yang merasa nyaman di balik layar. Sama seperti Mira Wijaya alias Mira W yang juga enggan terekspos. Keduanya dikenal sebagai novelis yang produktif.
Selain trilogi Kampus Biru karya Ashadi Siregar (Cintaku di kampus Biru – Kugapai Cintamu dan Terminal Cinta Terakhir) novel novel dari Marga T saya selesaikan dan sangat berkesan pada masa SMA saya.
Selamat Jalan Ibu Marga T. Karya karya Anda mewarnai masa remaja saya. Kiranya beristirahat dengan damai di alam keabadian. Amin. ***