Kampung Betawi dan Setu Babakan siap menjadi ikon global, dengan menawarkan gagasan; menyelenggarakan festival budaya sebagai agenda tahunan, meningkatkan diplomasi budaya dan kolaborasi dengan seniman internasional – selain terus melakukan ‘branding’ masyarakat Betawi sebagai masyarakat terbuka dan kaya akan keberagaman.
Seide.id – Upaya pelestarian budaya Betawi pengemasannya harus mengikuti trend, mengikuti perkembangan teknologi mutakhir, termasuk kecerdasan buatan (A.I.,artificial intelligence) dengan memaksimalkan peran media sosial yang menjadi pusat rujukan generasi masa kini. Tanpa menghilangkan esensi nilai nilai yang melekat pada kebudayaan Betawi.
Hal itu diungkapkan oleh Beki Mardani, Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) dengan penuh semangat dalam sarasehan bertajuk Benteng Utama Budaya Betawi Siap Mendukung Jakarta sebagai Kota Global yang diselenggarakan di Perkampungan Budaya Betawi di Setu Babakan, Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan. Ikut bicara di forum ini Dr. Daisy Radnawati, pakar Arsitektur Lanskap dari ISTN.
Acara sarasehan yang dimoderatori jurnalis Lahyanto Nadie, berlangsung di tengah kemeriahan menyambut milad (ulang tahun) Perkampungan Betawi ke-24, yang jatuh 15 September 2024 ini. Pada tahun 2000, 15 September, Gubernur Sutiyoso memulai pembangunan kawasan ini, setelah batal menempatkan Condet sebagai Kampung Betawi, karena kurangnya lahan yang dibutuhkan.
Sarasehan mengkaji beragam wacana, konsep dan aktifitas keseharian budaya Betawi di masa kini dan masa depan.”Kampung Betawi ini memiliki empat fungsi, pelestarian, pembinaan, pemanfaatan dan pengembangan budaya Betawi. Hari ini kita syukuri, sambil terus dibenahi, ” kata Beky Mardani .
Perkampungan Betawi di Srengseng Sawah, kata Beki, kini telah menjadi tempat study budaya bagi mahasiswa yang berkampus di sekitarnya, seperti Universitas Pancasila, UI, ISTN dan lainnya dan kawasan di ibukota lainnya. “Dari penelitian, 72% yang datang untuk wisata budaya” katanya, sembari kunjungan anak anak sekolah juga rutin berdatangan. ”Di sini bisa dilihat, prototip rumah Betawi pinggir, tengah dan pesisir, ada lengkap, ” kata mantan aktifis mahasiswa dan jurnalis teve swasta ini.
Merujuk pada gagasan pembangunannya, Kampung Betawi di Setu Babakan tak cuma menjadi lokasi wisata budaya melainkan juga edukasi pengembangan budaya. Dengan luas lahan 289 hektar, terdiri daratan dan air (setu) yang menyatu dengan pemukiman warga, Kampung Budaya Betawi memiliki kelebihan dan kekurangan. “Kami berharap agar warga di sekitar ini juga merasa memiliki kampung Betawi ini dan mendapat manfaat dari keberadaan kampung budaya ini, ” katanya.
Merespon pada perkembangan terkini, setelah Jakarta tak lagi menjadi ibukota, Kampung Betawi dan Setu Babakan siap menjadi ikon global, dengan menawarkan gagasan; menyelenggarakan festibal budaya sebagai agenda tahunan, meningkatkan diplomasi budaya dan kolaborasi dengan seniman internasional dan terus ‘branding’ masyarakat Betawi sebagai masyarakat terbuka dan kaya akan keberagaman.
Menyadari perkembangan teknologi informasi yang efektif dan fungsional, Beki Mardani berharap Situs Perkambungan Betawi juga bisa dihadirkan secara virtual, ”Supaya bisa dilihat oleh mereka yang tidak bisa datang ke sini. Ada semacam tour virtual budaya Betawi, ” katanya. ”Sarana ada, pelaku ada . Tinggal action, ” paparnya.
Modifikasi Elemen Betawi
Pembicara ke dua, Dr. Daisy Radnawati, S.T., M.Si., pakar arsitektur lanskap dari ISTN (Institut Sains dan Teknologi Nasional), menyatakan terjadi distrupsi luar biasa dalam perkembangan budaya, tak hanya Betawi melainkan juga seluruh budaya tradisional di dunia global.
“Rasanya perlu diselenggarakan seminar international tentang Budaya Betawi – fokus membahas budaya Betawi, ” katanya. Pengaruh budaya Tionghoa, Arab yang berbaur menjadi Betawi seperti apa nantinya?
Wakil rektor ISTN ini menyebut tantangan semua pihak terkait, bagaimana menjaga keseimbangan modernisasi dan menjaga tradisi. “Saya dibesarkan di Betawi, lahir dan besar di wilayah Betawi. Dulu ada tradisi warga bareng ke mushala. Sekarang, warga jalan bareng masih ada tapi sudah bukan ke mushala, ” kenangnya.
Dr. Daisy mengaku telah buku Peran Batik dalam Pelestarian Budaya dan menawarakan desain yang menghadirkan elemen budaya betawi di berbagai perabotan rumah, sebagai karya kreasi dan modifikasi, tanpa melanggar nilai budaya dan simbol sakral di dalamnya
Sependapat dengan Beki Mardani, Daisy menyatakan perlunya memanfaatkan dan belajar dengan A.I. (artificial intelligence) dan dunia digital untuk mempromosikan Budaya Betawi ke kancah global. ”Saya sudah coba, bikin lagu pakai AI satu menit bisa. Yang penting promt-nya sesuai dengan khas Betawi, ” katanya
Dalam dialog dengan peserta, dari hadirin muncul kekecewaan adanya ikon budaya Betawi yaitu Ondel ondel, yang kini dipakai untuk mengamen dan meminta minta. Bahkan memaksa warga memberikan sumbangan. “Kami dapat informasi itu dan kami pastikan pelakunya bukan orang Betawi, ” tanggap Beki Mardani, selaku Ketua LKB.
“Mereka beraksi di pinggiran Jakarta, bahkan sampai ke Puncak. Sampai larut malam, mengganggu warga. Bukan. Itu pasti bukan orang Betawi, ” katanya lagi.
Diennaryati Tjokrosuprihatono, cucu dari pahlawan Betawi MH Thamrin yang juga Dubes Indonesia di Equador (2018-2000) diapit oleh jurnalis senior Toto Irianto (kiri) dan Lahyanto Nadie (kanan). – foto dms
Menutup Sarasehan, moderator Lahyanto Nadie yang asli Betawi, mengundang Diennaryati Tjokrosuprihatono, cucu dari pahlawan Betawi MH Thamrin ini untuk bicara di forum. Mantan Dubes RI di Equador itu menyatakan, dirinya giat memperkenalkan budaya Betawi ke kancah Internasional.
“Saya terkesan saat ke Hong Kong menyaksikan bagaimana mereka memperkenalkan budaya China kepada dunia di era modern ini. Diplomasi budaya seperti itu seharusnya kita lakukan, ” katanya.
Tak cuma menonton, Diennaryati kemudian ini mempraktikkan di kantor duta besarnya. “Kami biasa menyelenggarakan ‘dining’ dengan menampikan berbagai masakan Betawi, ” katanya. (dms)