Seide.id – Situasi politik ekonomi global menjelang akhir tahun 2022 semakin tidak menentu, perang Rusia dan Ukraina belum lagi jelas kapan selesainya. Dunia belum lagi usai recovery dari pandemi virus Covid-19, yang mengakibatkan banyak negara terancam bangkrut akibat krisis pangan, ekonomi dan energi belum juga terlihat tanda-tanda usai. Bahkan ancaman resesi semakin membesar melanda negara-negara. Bagaimana dengan Indonesia ?
Dalam laporan World Economic Outlook IMF edisi Oktober 2022, IMF menyebutkan Indonesia masuk dalam daftar 10 negara dengan ekonomi terbesar dunia versi Dana Moneter Internasional (IMF). Bahkan, Indonesia berada di posisi ke-7, diatas Inggris dan Perancis.
Daftar ekonomi terbesar dunia ini mengacu pada tingkat Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang mengacu Purchasing Power Parity (PPP).
Indonesia mencatatkan PDB sebesar USD 4,02 triliun di 2022. Adapun PPP sendiri merupakan salah satu ukuran perbandingan nilai mata uang yang ditentukan oleh daya beli uang tersebut terhadap barang dan jasa di tiap-tiap negara.
Posisi paling atas ditempati oleh China dengan besaran PDB USD 30 triliun, diikuti Amerika Serikat dengan PDB USD 25 triliun, dan India dengan USD 11,6 triliun. Selanjutnya, Jepang tercatat memiliki PDB USD 6,1 triliun, Jerman mencatatkan PDB USD 5,3 triliun, dan Rusia USD 4,6 triliun. Sementara, Brazil, Inggris, dan Perancis berada di bawah Indonesia. Secara berurutan mencatatkan PDB sebesar USD 3,78 triliun, USD 3,77 triliun, dan USD 3,68 triliun.
Pernyataan IMF tentu saja menggembirakan bahwa Indonesia tidak saja mampu bertahan ditengah krisis, bahkan mampu mengatasi dan mengembangkan posisi ekonomi Indonesia di taraf International. Indonesia tetap optimis bahwa pertumbuhan akan terus berada di posisi 5% sebagaimana tercatat sejak Kwartal IV 2021.
Bagaimana juga tetap harus disadari bahwa ancaman belum lagi selesai.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) baru-baru ini mendapati informasi munculnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) pada sektor industri padat karya di Indonesia. Disebutkan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemenaker, Indah Anggoro Putri menyampaikan, fenomena PHK ini terjadi pada sektor padat karya berorientasi, seperti garmen, tekstil dan alas kaki.
Tentu saja tetap perlu menjadi perhatian walapun data gelombang PHK yang ada tentu saja merupakan akumulasi dari PHK terdampak pandemi virus Covid-19. Tercatat Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jabar mencatat 43.567 karyawan di Jabar menjadi korban PHK 87 perusahaan hingga 29 September 2022. Jumlah 43.567 karyawan yang terkena PHK tersebut berasal dari enam kota dan kabupaten.
Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo ) Jawa Barat menyebut, gelombang pemutusan hubungan kerja ( PHK ) di Jawa Barat terus terjadi. Sektor padat karya seperti tekstil sejauh ini paling banyak melakukan pengurangan karyawan. “Per hari Sabtu (29/10/2022) PHK telah mencapai 79.000 orang,” kata Ketua Apindo Jabar Ning Wahyu Astutik, Minggu (30/10/2022).
Gelombang PHK tercatat terus naik, setelah beberapa hari sebelumnya Apindo menyebut, PHK di Jabar telah mencapai 73.000 karyawan sejak Januari 2022 lalu. PHK terjadi akibat kondisi ekonomi global yang berimbas pada turunnya pesanan hingga 50%.
Namun tentunya juga perlu di ingat bahwa, kebangkitan industri padat karya di negara Bangladesh dan Vietnam terutama bidang tektil tengah bangkit dengan menjanjikan kemudahan dan upah buruh murah. Dan ini tentu saja berimbas pada lapangan usaha padat karya di Indonesia. Terlebih lagi pasar lokal yang biasa menjadi market utama dari usaha padat karya, semakin besar dibanjiri produk impor seperti baju bekas.
Hal ini tentu harus menjadi perhatian pemerintah dalam mengatasi perdagangan adanya tektil impor bekas.
Maka Pemerintah perlu segera didorong untuk terciptanya sumber ekonomi baru dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, untuk menggantikan posisi usaha padat karya yang sedang mengalami gelombang PHK khususnya usaha tektil.
Dengan adanya ekonomi baru ini akan dapat meningkatkan lapangan kerja kembali hingga kepeda penerimaan negara ke depannya.
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara mengatakan, setidaknya terdapat empat potensi sumber pertumbuhan ekonomi baru yang sudah ada di depan mata.
Pertama yaitu hilirisasi industri minerba.
Pemerintah Indonesia sudah melarang ekspor komoditas minerba dalam bentuk mentah. Selain memberikan nilai tambah berkali lipat, hilirisasi industri minerba telah menambah lapangan pekerjaan dan secara langsung meningkatkan penerimaan negara. Pemerintah telah memberikan insentif fiskal untuk melanjutkan inisiatif ini
Kedua mendorong penggunaan produk dalam negeri.
Hal ini sejalan dengan permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang selalu menekankan gunakan produk dalam negeri. Perlu diketahui APBN kita tahun 2023 itu lebih dari Rp 3.000 triliun dan hampir Rp 750 triliun di antaranya bisa digunakan untuk belanja produk dalam negeri. Maka alokasi belanja ini, meski jangka pendek bisa menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru.
Ketiga ialah transformasi ekonomi hijau.
Transformasi ini akan membuka banyak peluang baru dan untuk itu Indonesia tidak lagi ragu dalam berkomitmen terhadap agenda perubahan iklim, di mana Indonesia berkomitmen menuju Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat dari tahun itu.
Ada dua hal yang harus dilakukan, yaitu mengurangi penggunaan energi fosil dan bersamaan dengan itu membangun pembangkit energi terbarukan. Maka perlu dipertimbangkan penggunaan energi nuklir yang lebih ramah lingkungan dan berdaya besar, sehingga dapat mendorong lebih jauh pertumbuhan ekonomi baru yang akan membuka lebih banyak lapangan kerja baru di segala sektor produksi.
Keempat dengan lebih memperdalam sektor keuangan.
Diperlukan percepatan proses penyusunan Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK). Mengingat sektor keuangan Indonesia masih sangat dangkal sementara industri ini menghadapi disrupsi teknologi yang massif.
Maka diperlukan reformasi sektor keuangan dengan meningkatkan lebih luas akses jasa keuangan. Dengan memperluas sumber pembiayaan jangka panjang akan meningkatkan daya saing dan efisiensi, serta meningkatkan perlindungan investor dan konsumen. Mengingat kondisi ekonomi Indonesia masih relatif lebih solid.
Partai Perindo tentunya dalam hal ini sebagai bagian dari perjuangan bangsa Indonesia akan terus berupaya penuh, aktif memperjuangkan dan melindungi segenap komponen masyarakat menuju masyarakat yang sejahtera sebagaimana diamanatkan para founding father Negara Indonesia.
Penulis : Jeannie Latumahina
Ketua Relawan Perempuan dan Anak Perindo