Salah satu poster sumbangan kepada negara lain yang rawan diselewengkan pencari dana sseperti ACT ini ( Foto Facebook)
Hari ini, rakyat yang menyumbang untuk sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, dibuat geram. Majalah Tempo mengeluarkan data bahwa lembaga pengumpul dana masyarakat ACT ( Aksi Cepat Tanggap), berfoya-foya dengan sumbangan masyarakat setiap bulannya. Mereka menggaji diri mereka sendiri dengan besar, termasuk rumah dan mobil mewah.
Gaji Tinggi Dari Dana
Honor Pimpinan tertinggi yang dijuluki Presiden lembaga itu Rp 250 juta/ bulan ditambah mobil Alpharad, Pajero dan CR-V. Direktur lain – entah bagian apa- memperoleh honor Rp 200 juta plus Pajero sport. Lalu ada 3 Wakil Presiden Senior digaji Rp 150 juta per orang/ bulan plus Pajero Sport. Kemudian ada juga 10 wakil direktur dengan sebutan Vice Presiden bergaji masing-masing Rp 80 juta plus Pajero Sport, 14 direktur eksekutif masing-masing Rp 50 juta / bulan plus Pajero Sport dan ada jabatan 16 direktur ( apa saja) bergaji Rp 30 juta plus Pajero Sport. ( Data: Tempo)
BACA : Guru Bangsa yang Menghidupkan Agama
Angka, jabatan di atas bisa mencengangkan dan bikin takjub sebab semua itu berasal dari dana sumbangan masyarakat Indonesia. Sumbangan itu sesuai usulan mereka akan diberikan kepada negara lain yang beraliran Islam dan konon untuk membantu selama mereka perang, menderita atau ada bencana.
Belum Tentu Disalurkan
Tetapi melihat uang yang dihambur-hamburkan untuk pengelola lembaga itu, rasanya kecil sumbangan yang besar itu diberikan kepada orang lain. Ini sepertinya menjadi bisnis menggiurkan dan mudah bagi pengelola dana masyarakat,
Kolumnis Dina Sulaiman pernah mencatat, bahwa sumbangan ke Ghouta Timur, perbatasan Turki, misalnya, memperoleh 11,6 miliar. ACT katanya menyumbang ke sana. Wilayah itu sudah diambil Suriah. Jaraknya Jakarta- Semarang. Padahal yang dekat dan menderita seperti Allepoo ada tapi tak diberikan. Waktu ditanya bagaimana sumbangan bisa sampai ke sana ? Pihak ACT mengatakan,” polanya sangat dirahasiakan” alias hanya mereka yang bekerja di lembaga ACT itu yang tahu. Lainnya tak usah tahu. Kalau dana itu diselewengkan untuk pribadi dan juga untuk kegiatan terlarang, seperti teroris ?
Bahaya: Dana Untuk Teroris
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, penyelewengan dana yang dhimpun ACT yang diselidiki itu diduga untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang. Saat ini pihaknya juga telah menyerahkan hasil kajian yang telah dilakukan kepada aparat yang berwenang. Dalam hal ini Polri.
BACA JUGA: Beragama Tapi ‘Ngiblis’
Ivan juga menjelaskan, saat ini pihaknya bekerja sama dengan Densus 88 dan BNPT untuk mengusut aliran untuk aktivitas terlarang tersebut. “Proses masih kami lakukan hasilnya segera akan kami serahkan kembali ke aparat penegak hukum,” pungkasnya.
Bukankah sumbangan masyarakat yang harusnya ada pertanggunganjawab pengelola dana masyarakat ? Itu enaknya bikin lembaga dana masyarakat di Indonesia. Tak ada pengawasan, tak ada audit. Lihat saja MUI dengan label Halal Haram. Coba saja diaudit, mungkin hasilnya sama dengan yang terjadi di lembaga ACT. Semua, tampaknya bebas menyedot duit masyarakat hanya dengan satu dua ayat.
Mengakali Dermawan
Lihatnya Yusuf Mansur yang rumahnya digrebeg ratusan orang di pagi subuh untuk mempertanggungjawabkan dana investor yang jumlahnya ratusan miliar, malah memilih kabur ke luar negeri. Yusuf tercatat sebagau ustadz yang banyak masalah dengan berbagai proyek dengan memanafaatkan ayat-ayat. Entah, mengapa masyarakat takut dengan ayat dan membiarkan ornag-oranag menipu mereka.
Saya teringat pakar hoax, Buni Yani yang memplesetkan sebuah ayat dengan korban Basuki Tjahaja Purnama ( Ahok) menulis pada 11 Mei 2014,” Jual agama itu paling gampang. Maklum rakyatnya masih bego-bego gampang ditipu”.
Buni benar kali itu dan bukan hoax. Banyak kasus atas nama agama laris di negeri ini yang pada berakhir dengan penipuan; investasi lahan kurma, cluster Islami, Umroh, Hotel Syariaat, Investasi Dirham dan banyak lagi.
Tak hanya umat Islam yang mudah dimanfaatkan demi sepotong ayat seperti itu. Di semua agama ada model penyedotan uang umat yang mudah berderma, tapi dimanfaatkan para pengumpul dana untuk kepentingan pribadi dan lainnya. Ada pendeta Shepherd Bushiri dan istrinya Mary dari Afrika yang selain memperkaya diri dari dana, dituduh melakukan penipuan dan pencucian uang. Lihatlah beberapa pendeta Indonesia yang hobi pakai produk branded.
BACA JUGA Erdogan Tolak Naikkan Suku Bunga dengan Alasan Agama
Memperkaya diri telah menjadi hobi bagi mereka dengan memanfaatkan satu dua ayat yang menakutkan umat atau membuat umat lupa diri.
Gejala seperti ini sudah terjadi puluhan tahun. Kepekaan masyarakat dalam menyumbang, dimanfaatkan habis-habisan oleh para pengelola dana yang hidup subur makmur. Mungkin mereka yang menderita dan dijadikan promosi besar-besaran, hanya bisa menelan ludah ketika nama mereka disebut di setiap spanduk yang digelara di seluruh Indonesia untuk menerima dana masayakat Indonesia yang gampang memberi, namun kurang kritis.
Sudah saatnya pemerintah mengambil tindakan dan tidak membiarkan berbagai lembaga, yayasan pencari dana menipu para dermawan.