Menyambangi Panen Nangkadak di Kebun Si Polim

Nangkadak merupakan singkatan dari nangka-cempedak  karena kedua pohon indukan yang disilangkan itu menghasilkan buah-buah besar seperti nangka, tapi daging buahnya harum-manis-segar seperti cempedak.

oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI.

INDONESIA dikenal sebagai surga buah tropis dunia.  Nyaris semua jenis pohon buah-buahan tumbuh subur di tanah tropika Kepulauan Nusantara. Baik jenis populer dan dibudidayakan masyarakat luas sebagai buah segar  maupun yqng secara eksklusif masih tinggal nyaman di ceruk-ceruk gunung dan berantakan hutan Indonesia.

Satu jenis buah tropis Indonesia yang mendunia adalah nangka (Artocarpus sp) yang oleh Thomas Stanford  Raffles (Gubernur Jawa 1811 – 1815) dicatat dalam segmen khusus buku Story of Java terbitan London 1817 sebagai Jack Fruit. Asal tahu saja, Jack Fruit Indonesia banyak varian jenisnya. Bahkan ada varian yang masyarakat tak lagi menyebutnya dengan embel-embel kata ‘nangka’, yakni: cempedak.

Cempedak bisa disebut sebagai primadonanya nangka.  Daging buahnya harum-manis, disuka banyak orang. Cuma, dibandingkan dengan nangka lainnya, buah cempedak relatif kecil dan isi buahnya berdagang tipis seukuran tak lebih dari buah duku. Tak heran bila para pemulia holtikultura  coba menyilangkan nangka jenis unggul dengan cempedak, hingga dihasilkan buah unggul baru yang lantas dipopulerkan sebagai nangkadak.

Nangkadak – hasil silang nangka dan cempedak, di kebon Khien Djiu Polim dan Nia Hwang di Mekarsari, Rumpin – Kabupaten Bogor.
foto : Heryus Saputro & Restiawati Niskala

Nangkadak merupakan singkatan dari nangka-cempedak  karena kedua pohon indukan yang disilangkan itu menghasilkan buah-buah besar seperti nangka, tapi daging buahnya harum-manis-segar seperti cempedak. Siapa pemulianya? Saya tak ingat. Tapi tiga dekade silam, saya dan Resti icip-icip pertama buah nangkadak di kebun yang kini dikenal sebagai Taman Wisata Buah Mekarsari yang dikembangkan Mamiek Soeharto di kawasan Jonggol di timur-utara Kabupaten Bogor.

Siapa mengira, tanggal 27 Juni 2022, saya menyaksikan buah-buah nangkadak bergelantungan di Kebun Khien Dju Polim yang akrab dipanggil Polim, di Desa Mekarsari  Kecamatan Rumpin, di barat-utara Kabupaten Bogor. Polim adalah jurnalis-foto majalah Sinar yang 12 tahun lalu banting setir, alih profesi jadi petani di lahan seluas 12 hektare di baratdaya Jakarta.

Tani terpadu, begitu Polim menyebut aktivitasnya di lahan luas yang dikelolanya itu. Didukung sang isteri  Nia Hwang, serta 8 orang pekerja harian, Polim bertanam sayur-mayur pilihan, ikan air tawar di kolam alam yang ada di tanah tersebut  serta berjenis pohon buah unggul: lengkeng, kelapa Thailand,  berbagai jenis jeruk  serta jenis buah lain yang diminati pasar. “Yang lagi melimpah di Kebun saat ini adalah buah nangkadak,” lapor Polim.

Dicangking Pemimpin Redaksi seide.id Dimas Supriyanto Martosuwito , saya dan Restiawati Niskala  – kontributor video perjalanan di Youtube  dan FotoSpot di Google-Map datang di waktu yang tepat.

Sebab seusai santap siang (antara lain dengan Sayur Lodeh Jantung Pisang dan Dendeng Daun Singkong yang bahannya dipetik dari kebun), Polim menghidangkan nangkadak sebagai appetizer yang menggugah selera. ***

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.