Begitu Nasdem melamar Cak Imin dari PKB, seluruh baliho Mantan Gubernur DKI dan AHY diturunkan, disobek wajah sang mantan dan dibuang ke tong sampah. Sebagian menyobek wajah AB dan membakarnya.
Entah ide darimana, tiba-tiba, Surya Paloh dari Partai Nasdem mengumumkan menjagokan mantan Gubernur DKI sebagai Capres 2024. Sebagai capres, Sang Mantan, diberi hak untuk mencari Cawapres. Dipilihlah AHY dari Partai Demokrat dengan harapan tercapai Treshold 20% setelah menggandeng PSI dan Demokrat.
AHY yang sejak awal memang berambisi menjadi Cawapres, senang. Terlebih Sang Mantan berani membuat Surat Komitmen bahwa dia akan berdampingan dengan AHY sampai kapanpun.
Partai demokrat berpestqa karena AHY diusung jadi Wapres. Beberapa jam sejak peristiwa itu, Partai Demokrat kemudian memberikan arahan kepada semua Perwakilan Parpol di berbagai daerah, untuk mulai memasang baliho bergambar Mantan Gubernur dan AHY, putra SBY sebagai Calon Presiden dan Wakil Presiden.
Tampaknya terjadi euforia berlebihan di kalangan Partai Demokrat atas dipilihnya Ketua mereka sebagai Wakil Presiden yang memang diincar sejak lama oleh AHY. Terbukti sudah setahun belakangan ini Partai Demokrat mengunggulkan Mantan Gubernur sebagai Presiden. Tinggal menunggu pengumuman resmi pencalonan AHY sebagai Cawapres sang Mantan.
Diam-diam Nasdem berkomunikasi dengan PKB dan melamar Cak Imin Ketua PKB untuk bersedia menjadi Wapres Mantan Gubernur, meski saat itu Cak Imin sedang berkomunikasi dengan Gerindra untuk menjadi wapresnya Prabowo Gerindra.
Namun Cak Imin membaca bahwa di koalisi Prabowo ada Golkar yang kuat mencalonkan Ketua mereka, Airlangga Hartanto dan ketua Parpol lain yang sama-sama berkehendak menjadi Cawapres.
Tahu bawa Nasdem diam-diam meminta Cak Imin menjadi Wapres Mantan Gubernur DKI, Demokrat patah hati, kecewa, marah, baper dan langsung keluar dari Koalisi Pembaruan dengan mengatakan Demokrat dikhianati.
Seperti biasanya – lucunya – secara terbuka, SBY menyalahkan semua peristiwa ini kepada dalang atas kejadian ini yang ditujukan kepada Presiden Jokowi yang disebut sebagai Pak Lurah. SBY menuduh Pak Lurah berperan memecah kaalisi sehingga AHY, putra pangeran ditendang dari Koalisi Pembaruan dan diganti Cak Imin.
Selain menuduh Pak Lurah, Demokrat langsung menginstrusikan semua kader daerah untuk mencopot semua baliho dan marobek foto Mantan Gubernur dan memasukkan foto itu ke dalam bak sampah.
Meski Demokrat akan masuk usia berpolitik selama 22 tahun pada 9 September nanti, tak berarti Demokrat sudah dewasa adalam berpolitik. Dengan ngambeg langsung keluar dari koalisi Pembaruan tanpa pamit, dan menuduh Nasden dan Mantan Gubernur berkhianat, Partai Demokrat, seperti biasanya, terpojok. Mereka tak punya Pan B. Hanya ada dua pilihan; bergabung dengan Koalisi Ganjar Pranowo atau Prabowo atau ngambeg dengan membubarkan diri.
Mengingat SBY yang anti Jokowi dan PDI, rasanya, Demokrat yang tak memiliki rencana cadangan sesudah keluar dari koalisi Nasdem-PKS dan PKB, akan memilih Koalisi Prabowo dengan mengincar posisi Wapres untuk sang pangerang Demokrat. Tak mungkin membubarkan diri sebelum Sang Pangerang menjadi Cawapres.
Tetapi, politik itu tentang nafsu kekuasaan, sehingga sulit diprediksi mau kemana Demokrat dan sang Pangeran, sebab di sana banyak kepentingan-kepentingan pribadi, dan tak sedikitpun memikirkan rakyat yang memilih mereka.
Sebuah Esai: Makna Demokrasi Bagi Penulis
LaNyalla : Presidential Threshold Perlemah Demokrasi
Partai Demokrat Mencoba Mencari