NINI & LINI

Cerpen oleh Belinda Gunawan

Biasanya kalau pulang kuliah, Lini belum sempat mengeluarkan kunci, pintu sudah ‘ceklek’ dari dalam. Dan Nini berdiri di balik pintu. Tapi kali ini ia masuk ke rumah kosong. Nini ke mana?

Nini mandiri, biasa ke mana-mana sendirian. Sesungguhnya, Ibu “menitipkan” Lini ke Nini supaya ketularan teladannya. Nini cerdas dan berprestasi. Bahkan Nini beberapa waktu lalu kuliah lagi dan berhasil meraih S2 di bidang psikologi. Waktu Ibu menggodanya, “Cape-cape kuliah, memangnya kalau sudah lulus mau kerja di mana?”, Nini menjawab, “Cari ilmu tidak ada batas umur, Nak. Dan ilmu bukan selalu buat cari uang.”

Selama ini Lini belum pernah mengkhawatirkan Nini. Tapi hari sudah mulai gelap. Gimana kalau Nini jatuh, dan tidak ada yang menolong? Gimana kalau ia digigit anjing, atau ditabrak mobil? Lini mencemplak lagi sepeda motornya, menelusuri jalan-jalan di kompleks perumahan.

Lini mampir di Mini Market. Mungkin Nini perlu membeli sesuatu. Tidak ada. Lini menelusuri setiap jalan di kompleks, sangat pelan, supaya tidak kelolosan. Sesekali ia berhenti karena harus menghapus air mata dulu. OMG, pikirnya, begini yang namanya cemas.

Akhirnya terjadi Aha moment. Taman! Dulu semasa ia masih kecil, sesekali Lini diajak Nini bermain di sana. Ya, dulu mereka tinggal bersama. Kemudian Ayah dinas di Semarang, berumah di sana, dan Nini tinggal sendirian. Sampai akhirnya Lini kuliah di Jakarta dan kampusnya tak seberapa jauh dari rumah Nini.

Taman itu kecil saja, walau dulu rasanya besar. Ia segera melihat, di tepinya, di kursi taman, ada cardigan hijau pupus, kado Lini waktu Nini ulang tahun. Lini membelinya dengan hadiah lomba menulis esai lingkungan hidup antar fakultas. Dan Nini bangga sekali memakainya.

Ketika Lini mendekat, dilihatnya wajah Nini kusut. Alis berkerut, bibir bergetar.

“Nini, kenapa ada di sini? Kenapa belum pulang?”

Nini mengangkat kepala. Wajahnya cerah seketika. “Lini…. Oh untung kamu datang.”

“Sudah hampir malam, Ni. Lain kali jangan jalan-jalan kejauhan dan kelamaan, ya.”

“Lini, tadi sehabis membeli roti Nini juga sudah mau langsung pulang. Tapi …”

“Tapi apa, Ni?”

“Mendadak Nini…tidak tahu harus belok ke mana. Nini lupa. Lalu Nini jalan, jalan… dan sampai ke sini. Nini lelah dan duduk.”

Lini memeluk Nini. “Oh, Nini.”

Mungkin sekarang bukan aku yang dititipkan ke Nini, pikir Lini, tapi Nini yang dititipkan ke aku.

Ibu, Ayah, bagaimana ini?

Avatar photo

About Belinda Gunawan

Editor & Penulis Dwibahasa. Karya terbaru : buku anak dwibahasa Sahabat Selamanya.