Tuntut menuntut antara orang yang satu dengan yang lainnya itu bukan hal baru, bahkan telah menjadi tren dan gaya hidup.
Banyak orang merasa bangga dan hebat ketika berani menuntut orang lain untuk dipidanakan atau diperdatakan.
Mereka menuntut, meski data pendukungnya minim. Mereka nekat, karena mendapat dukungan dari pihak lain.
Mereka menuntut, karena didasari banyak faktor. Iri hati, benci, dan dendam, contohnya. Mereka menuntut, karena tujuan mereka ingin mempermalukan orang lain!
Lihatlah polah memuakkan orang yang menunjukkan arogansi itu di berbagai media dan medsos.
Mereka menuntut dan melaporkan secara langsung kepada aparat, karena ingin ben diarani.
Padahal, tuntut menuntut itu bisa dilakukan secara elegan. Bukan lewat pernyataan resmi di media atau demo jalanan yang membuat kegaduhan, melainkan lewat jalur yang ditentukan. Juga bisa melalui musyawarah dan kompromi yang bijak.
Mengapa kita harus tuntut menuntut antara yang satu dengan yang lain? Tetapi, dengan sombong kita berani melupakan dan mematikan kewajiban yang harus kita berikan kepada yang lain.
Cobalah mawas diri. Untuk bertanya kepada diri sendiri, sebelum kita menuntut orang lain.
Apa sumbangsih kita kepada bangsa dan negara, lingkungan, dan terhadap keluarga sendiri?
Kita jangan asal menuntut hak, tapi melupakan kewajiban sendiri.
Ketika kita mendahulukan memberikan kewajiban kepada orang lain, kita akan memperoleh hak-hak kita.
Menuntut orang lain itu arogan, tapi menuntut perubahan diri ke arah yang lebih baik itu anugerah Allah.
Becermin dirilah!