Penyelenggaraan pameran sekaligus soft launching Equalitera Artspace yang buka setiap hari hingga 14 Oktober mendatang. – foto yp.
Seide.id – Sebanyak 35 seniman disabilitas dan sejumlah komunitas selama dua pekan menggelar pameran di Equalitera Artspace, Jalan Ring Road Barat, Tamantirto, Kapanewon Kasihan, Bantul atau depan pintu gerbang Kampus UMY, Yogyakarta, 30 September sampai 14 Oktober 2024.
Pemeran seni rupa ini, terselenggara atas kerja bareng Yayasan Jogja Disabilitas Arts didukung Kemendikbud melalui Dana Indonesiana. Pameran ini juga merupakan soft launching Equalitera Artspace yang buka setiap hari dari pukul 10.00 hingga pukul 20.00 WIB.
Pameran ini dibuka oleh Wakil Menteri Kominfo Nezar Patria, S.Fil., M.Sc., M. B.A, tersebut, dimeriahkan oleh kelompok musik Gandana yang seluruh pemainnya para penyandang disabilitas.
Menurut Bhuton, Ketua Jogya Disability Arts (JDA), kelompok musik Gandana yang turut memeriahkan pembukaan pameran merupakan bagian kegiatan dari NDA. Kelompok musik ini beranggotakan enam orang, diantaranya Nanang Garuda (biola), Frans (gitar), Kholis (difabel fisik) pada Bas, Malik (drum), Aat dan Reza keduanya totally blind sebagai vokalis sekaligus flute (seruling).
Kelompok ini lahir dibidani Yayasan Jogya Disability Arts (JDA) pada akhir 2023. Gandana berasal dari kata Ganda Guna. Memaknai alat bantu disabilitas dengan fungsi (guna) lainnya. Seluruh alat musik modifikasi dari berbagai alat bantu difabel yang kemudian dijadikan alat musik. Kursi roda, misalnya, menjadi drum. Krug menjadi bas, gitar, biola.
Sedangkan tongkat putih menjadi seruling. Kelompok musik Gandana telah merilis album perdana bertajuk on the Map, pada Juni 2024 lalu.
Sementara itu, Artspace Equalitera Artspace Equalitera, lanjut Bhuton, diambil dari kata Equality (setara) dan terra, yang berarti tanah atau bumi, tempat hidup . Sedang Litera, diambil dari literasi.
Dimaknai sebagai pengetahuan, keterampilan dalam aktivitas tertentu. Equalitera, diartikan sebagai tempat hidupnya pengetahuan dan ketrampilan yang mengedepankan kesetaraan.
Peran dan tujuan yang hendak dicapai Equalitera artspace diantaranya menjadi ruang presentasi seni yang layak bagi disabilitas pelaku seni, menjadi ruang pertemuan dan kolaborasi gagasan, serta kreativitas antara pelaku senidisabiltas dengan non disabilitas.
Equalitera dapat menjadi ruang edukasi seni yang inklusif, menjadi wadah pengembangankarier disabilitas pelaku seni, equalitera turut berperan mewujudkan ekosistem seni yang inklusif, serta melakukan pewacanaan dan pengarsipan berbagai kegiatan seni.
Berangkat dari situlah sehingga dapat menjalin komunikasi dan bertukar pengalaman melalui karyaseni. Sehingga terwujudlah pameran Akar Rasa Setara diikuti 35 seniman dan 4 komunitas/kelompok. Mereka itu diantaranya, Alfian Rahmadani, Anfield Wibowo, Antino Restu Aji, Apud Budianto, Bernard Wora Wari, D dienopop, Dwi Putro, Edi Priyanto, Eri Saktiawan, Herman Priyono, Jajang Kawentar, KireinaJud
Aisyah, Mahendra Pampam, Nasirun, Oky Rey Montha. Putu Sutawijaya, Raden Roro Pramayasti Hamid, Ratih Alsaira, Riki Antoni, Rofitasari Rahayu, Salasatul Hidayah, Siam Candra Artista, Supriyono, Suwarno Wisetrotomo, Theresia Agustina Sitompul, Ugo Untoro,Wiji Astuti, Win Dwi Laksono, Winda Karunadhita, Yaksa Agus, Yanal Desmond, Yaya Maria,Yogi Suganda Siregar, Yuni Darlena, Zakka Nurul Giffani Hadi.
Melihat berbagai karya senirupa yang dipamerkan, ternyata karya senirupa kaum disabilitas cukup bagus dan indah dipandang mata. Melihat dari goresan yang ada dalam lukisan, menunjukkan pelukisnya kaya akan pengalaman.
Setiap goresan mengandung makna yang cukup dalam, bisa dari pengalaman selama meniti karier maupun dalam perjalanan hidup yang tak pernah mulus.
Semua itu tercermin dalam karya seni yang mereka pamerkan dalam perhelatan ini. Puluhan karya seni yang mereka pamerkan penuh makna, termasuk group musik Gandana yang mampu mengubah alat bantu disabilitas menjadi alat musik yang enak didengar dan kompisisi musik yang khas. (*yp)