Papandayan: Dari Camp David ke Dead Forrest (1)

Camp David van Garut - Foto Heryus Saputro Samhudi

Berbeda dengan yang di Amerika, Camp David yang di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat itu (diluar yang beberapa kali ditutup, berkait pandemi covid-19) boleh didatangi siapa saja. Siap siap hadapi suasana magic di sini. foto : Heryus Saputro Samhudi.

Oleh HERYUS SAPUTRO SAMHUDI

NAMANYA hutan, tentu saja ada banyak tegakan pohon, dengan dahan, cabang dan ranting menjulang ke langit. Umumnya hutan, juga cenderung bernuansa hijau sebagaimana warna dominan dari lembar-lembar daun, Tapi tidak begitu dengan suasana di Dead Forrest atau Hutan Mati yang menghampar luas di pucuk ketinggian Gunung Papandayan di kawasan Garut, Jawa Barat. 

Suasana di sekitar situ keu-eung, kata orang Sunda, bikin merinding…tersebab tegakan batang-batang dan ranting pohon yang menghitam, pohon-pohon hutan yang sama sekali tidak punya daun. Dan batang pohonan itu akan tampak semakin hitam saat halimun putih melintas atau menyelimuti areal itu. Mak njrengat…! Bulu kuduk langsung berdiri, oleh situasi magis yang entah bersumber dari mana.

Dead Forrest memang areal hutan mati, namun kayu-kayu dan ranting pohonnya tetap tegak jadi saksi ingatan bahwa pada tanggal 12 Agustus 1772, Gunung Papandayan pernah Meletus, memuntahkan lahar yang menghancurkan 40 desa di sekitarnya dan menewaskan 2957 jiwa. Sebagaimana laporan Lee Davis dalam buku Natural Disaster, satu dari saksi sejarah itu adalah Dead Forrest.

Selain kawah berwarna tosca, ngarai-ngarai yang dipenuhi batuan kuning belerang, serta Tegal Alun yang ditumbuhi rumpun-rumpun bunga ‘abadi’ Eidelweis, para pendaki dan pengunjung umum Taman Wisata Cagar Alam Papandayan akan selalu mencoba menyempatkan diri  untuk singgah ke Dead Forrest, baik jalan kaki atau dengan mengunggang sepedamotor. Dan itu selalu diawali dari Camp David.

Camp David? Ya, Camp David, sebuah areal luas di bawah kawah-kawah Papandayan dan di pinggir hutan alpina, yang difungsikan sebagai basecamp, kantor pengelola dan awal langkah pengunung memulai aktivitas wisata. Cerita para tetua di sekitar situ, konon dulu ada seorang peneliti dan pemerhati gunung berapi membangun kemah kerja di sekitar areal yang kini populer sebagai Camp David 

Maka para pendaki Indonesia, perintis pendakian Gunung Papandayan di tahun 1970-an yang selalu menyiapkan diri dan start dari situ, lantas menyebut lokasi itu sebagai Camp David, mirip Camp David Naval Support Facility Thurmont, yang populer sebagai Camp David, tempat peristirahatan Presiden Amerika Serikat seluas 0,5 km² di Taman Nasional Gunung Catoctin di Maryland, di luar Washington, DC. Aya-aya wae maneh, teh…! (Ada-ada saja kamu itu…!)

Meski berada di taman nasional, namun Camp David di Amerika Serikat itu tertutup untuk rakyat umum. Ini bisa dimaklumi, kerena itu tempat spesial yang selain tempat peristitahatan presiden, juga sering digunakan sebagai tempat pertemuan resmi maupun tak resmi antara AS dan para pemimpin dunia. 

Yang paling terkenal adalah pertemuan yang menghasilkan persetujuan damai antara presiden Mesir Anwar Sadat dengan perdana menteri Israel Menachem Begin, yang disetujui pada tahun 1978 bersama dengan Presiden AS Jimmy Carter. Peristiwa tersebut lantas populer sebagai sebagai Persetujuan Perdamaian Camp David. 

Peristiwa bersejarah lainnya yang pernah terjadi di Camp David antara lain: perencanaan Invasi Normandia, pertemuan antara Eisenhower-Khrushchev, dan pembicaraan mengenai Perang Vietnam. Tahun 2000 juga ada pembicaraan mengenai konflik Israel-Palestina antara Presiden AS Bill Clinton, Pemimpin PLO Yasser Arafat dan perdana menteri Israel Ehud Barak yang gagal mencapai persetujuan.

Berbeda dengan yang di Amerika Serikat, Camp David yang di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat itu (diluar yang beberapa kali ditutup, berkait pandemi covid-19) boleh didatangi siapa saja. Dari Camp David itu saya, istri, anak. Menantu-perempuan, dan Naira cucu kami, jalan kaki 2 jam dengan senang hati untuk bisa menikmati suasana mistik Dead Forrest. *** 

09/10/2021 PK 16:36 wib

Avatar photo

About Heryus Saputro

Penjelajah Indonesia, jurnalis anggota PWI Jakarta, penyair dan penulis buku dan masalah-masalah sosial budaya, pariwisata dan lingkungan hidup Wartawan Femina 1985 - 2010. Menerima 16 peeghargaan menulis, termasuk 4 hadiah jurnalistik PWI Jaya - ADINEGORO. Sudah menilis sendiri 9 buah buku.