Pembunuhan Jalanan Gaya ‘Petrus’ Sedang Berlangsung di Filipina

Berbeda dengan Indonesia, yang mengandalkan aparat, di Filipina eksekutor mengandalan warga yang bekerja sebagai pembunuh bayaran. Setiap nyawa dihargai 430 dollar AS atau sekitar Rp5,5 juta . Biasanya pembunuh meninggalkan karton bertuliskan “bandar narkoba” pada tubuh korban. foto Rappler.

EKSEKUSI tanpa jalur pengadilan, dengan cara menembak di jalanan, yang pernah populer di Indonesia dengan sebutan Petrus – Penembak Misterius – kini berlangsung di Filipina. Targetnya adalah para pengedar dan bandar narkoba.

Gelombang pembunuhan ekstra yudisial yang hingga kini telah menelan 3.600 korban jiwa di Filipina. Dalam proyek berdarah itu, warga sipil sering berada di garda terdepan.

Berbeda dengan Indonesia yang mengandalkan aparat, di Filipina eksekutor mengandalan warga yang bekerja sebagai pembunuh bayaran. Setiap nyawa dihargai 430 Dollar AS atau sekitar 5,5 juta Rupiah. Biasanya pembunuh meninggalkan karton bertuliskan “bandar narkoba” pada tubuh korban.

Menurut data kepolisian, saat ini sudah sekitar 2.200 terduga bandar atau pengguna narkoba tewas oleh pembunuh bayaran. Jumlahnya diyakini akan terus meningkat.

Untuk menyusun daftar sasaran kepolisian Filipina banyak mengandalkan peran administrasi desa atau Barangay. Mereka ditekan untuk menyerahkan nama-nama penduduk yang diduga mengkonsumsi atau menjual narkoba. Kepala Barangay yang tidak memberikan daftar mati dianggap terlibat bisnis narkoba dan terancam ikut dibunuh.

Deutche Welle mengungkapkan, daftar nama yang akan dieksekusi mati disusun oleh sebuah komite Barangay yang terdiri atas penduduk biasa. Namun kelompok HAM mengkhawatirkan sistem tersebut rawan penyelewengan.

“Sistemnya sangat kondusif untuk mereka yang menyimpan dendam dan dipersenjatai untuk membunuhmu,” ujar Komisioner di Komisi HAM Filipina, Karen Gomez-Dumpit.

Kebanyakan korban merupakan bandar kecil-kecilan, pecandu atau pesuruh yang berasal dari keluarga miskin. Mereka juga terancam mengalami presekusi atau dikucilkan dari masyarakat.

Buat banyak keluarga korban, mencari keadilan buat anggotanya yang terbunuh merupakan hal yang mustahil. – DW/DE/dms

Avatar photo

About Supriyanto Martosuwito

Menjadi jurnalis di media perkotaan, sejak 1984, reporter hingga 1992, Redpel majalah/tabloid Film hingga 2002, Pemred majalah wanita Prodo, Pemred portal IndonesiaSelebriti.com. Sejak 2004, kembali ke Pos Kota grup, hingga 2020. Kini mengelola Seide.id.