Pengalaman Hidup Tidak Disukai

Seide.id – Saya menemukan postingan sahabat Heru Mugiarso ihwal ungkapan “Kita tidak perlu disukai semua orang”, berangkat dari alasan bahwa dalam hidup kita, tidak bisa menyenangkan semua orang.

Pernah juga saya membaca, orang berkelas punya pengalaman tidak disukai orang, tidak disukai yang tanpa alasan, ujuk-ujuk, tidak jelas kenapa dia tidak suka aja. Vibrasi orang yang tidak suka sama kita pasti terasa, dan rasa tidak pernah bohong.

Awalnya heran, kenapa ya, tidak pernah berseteru dengan orang-orang itu, jarang ketemu, dia, dan mereka, karena lebih dari satu orang dalam pengalaman saya, tidak suka yang tidak jelas.

Bingung dan merasa diri bersalah (to blame myself), mungkin ada yang membuat mereka tersinggung atau mungkin saya pernah melakukan kesalahan, atau kekeliruan apa kepada mereka.

Tapi kok lebih dari satu, dan rata-rata setelah saya telisik, dan berintrospeksi diri, seingat, sesadar-sadarnya tidak pernah saya berniat, apalagi dengan sengaja membuat orang lain tersinggung, atau terlukai. Malah saya sendiri sering terlampau sensitif, terlalu overthinking setiap melakukan sesuatu selama bergaul dengan siapapun, termasuk bila bergurau.

Mereka itu, ada tokoh, seorang sejawat yang dikenal publik, ada sesama penulis, ada teman sekolah, sejawat sealumni, selain orang yang baru saya kenal. Bikin tada tanya.

Bahasa psikologi mengupas ihwal itu, gak perlu risau kalau ada yang tidak suka sama kita. Tidak suka bisa berarti macam-macam. Satu yang kalau tidak sukanya tanpa alasan, kemungkinan karena mereka iri, dengki, sirik. Itu berarti yang tidak suka itu tidak mampu menjadi seperti yang ditidaksukainya. Kita yang ditidaksukai mereka, sejatinyalah terbilang orang berkelas.

Orang berkelas punya prestasi, punya sukses, punya kelebihan, yang untuk orang yang tidak senang melihat orang senang, bikin iri. Yakin akan hal psikologis itu, sejak menginsyafi itu, saya tenang aja. Dan mereka yang preferensinya iri, bukan pribadi yang matang. Bukan berjiwa besar.

Dalam bergaul, tidak perlu dekat orang yang pikiran dan perasaannya condong negatif: buruk sangka, iri, dengki, sirik, tak suka melihat orang senang. Buat kita yang sehat jiwa raga, mereka tergolong orang toxic. Vibrasinya terasa negatif, dan tidak menyehatkan kita berada di dekatnya. Bergaul juga perlu memilah.

Aneh tapi nyata, masih saja hadir orang-orang begini. Kalau saya ungkapkan ini, bukanlah ungkapan kecengengan saya, melainkan bisa menjadi pembelajaran buat diri saya selain barangkali ada hikmahnya bagi teman-teman lain, yang mungkin saja pernah mengalaminya: ujuk-ujuk saja tidak suka kita.

Salam “semoga semua hidup berbahagia” (SSHB),
(Ucapan salam tulus setelah saya ikut bermeditasi, bahkan yang tidak menyukai kita pun kita doakan berbahagia, bikin ayem hidup kita)

Dr Handrawan Nadesul

Berapa Pasien Idealnya Dokter Memeriksa Per Hari dan Kejadian Malapraktik