Foto : Lori lo/Pixabay
“Hai, sang arifin, di manakah engkau?”
Kisah sangat menakjubkan dari
kedua pria bersahabat ini, semoga dapat menginspirasi kita.
Si A sering sakit hati kepada si B, sahabatnya, karena ia sering membicarakan kejelekan si A.
Suatu saat, si A datang kepada si B dan memintanya, agar si B, langsung dan terbuka menyampaikan kekurangan si A saat keduanya berhadapan.
Keduanya pun bersepakat. Sebelum dimulai pertemuan, si A memohon, agar si B, memimpin doa agar keduanya nanti dapat dengan ikhlas menyampaikan dan mendengarkan.
Setelah berdoa dan berhening, si B malah berkata, “Aku tidak sanggup berkata apa-apa lagi, karena saat berdoa, aku justru tidak menemukan kejelekanmu, eh, malah, yang kutemukan justru kejelekanku sendiri.
Saat itu, si A pun terperanjat dan hampir tidak dapat mempercayai ucapan sahabatnya si B.
Si B pun bertutur, “Malah yang kutemukan, bahwa selama ini, justru akulah yang selalu bersalah kepadamu.”
Saudaraku, dalam keheningan, kedua sahabat itu pun akhirnya mulai sadar, akan apa arti sebuah “kebenaran.”
Bahwa sesungguhnya, hanya kebenaranlah yang dapat memerdekakan hati sang manusia dari kepalsuan. Fitnah, dengki, serta iri dan cemburu ternyata telah membunuh sang kebenaran di dalam sanubari sang manusia.
Ternyata, hanya sang kebenaran yang berani berbicara tentang kebenaran.
Dan, kebenaran itu adalah sahabat paling karib dari sebuah ketulusan, kejujuran, serta sikap rendah hati.
Marilah Saudara, kita bersama berhimpun di bawah payung kebenaran!
Kediri, 17 November 2022