Transportasi KA di Indonesia pernah menyamai Bangladesh dan India. Tapi kini tinggal nostalgia, setelah mantan bankir Citybank Ignasius Jonan membereskannya. KAI menyediakan Commuter Line, yang sejuk dan ketat jadwalnya, meski penuh sesak di pagi dan sore hari. Bertambah dengan MRT, LRT. Selain TransJakarta.
OLEH DIMAS SUPRIYANTO
MENJADI orang pesimis dan ceriwis, melontarkan kenegatifan, kebencian, kenyinyiran, atas nama kritik itu gampang! Stok keluhan, kekurangan, kelemahan, protes untuk pemerintah dan negara berlimpah. Tinggal pungut dan lempar saja – ungggah di FB, Intagram dan X (Twitter) atau WA Grup – jangan lupa dikemas dengan sindiran, ratapan atau caci maki. Sumpah serapah dan umpatan disertai kata kata kotor.
Kita dikenal sebagai bangsa yang beragama tapi sulit untuk bersyukur. Bangsa ramah tapi gemar mengumpat. Rajin ibadah tapi korup. Suka pengajian tapi juga gemar ghibah dan munafik. Tak malu pamer ibadah tapi tak tak punya tata krama.
Dan betapa sulit untuk bersyukur dan optimis. Hanya mayoritas diam terus bekerja dan menikmati apa yang diberikan negara kepada bangsa.
Tak ada lagi rakyat makan tiwul, makan bulgur, buta aksara dan pakaian compang camping. Makin jarang anak sekolah tak berseragam dan bersepatu. Lalu lintas di pagi dan sore selalu padat menunjukan ekonomi hidup, masyarakat berkegiatan.
Kemarin saya melewati Stasiun BNI di Dukuh Atas – menuju Stasiun Manggarai dan melihat ke sisi kali. Dan baru sadar tak ada lagi gelandangan di sana. Di masa lalu, di sepanjang bantaran sungai Jl. J. Latuharhary, banyak rumah kardus dan kaum tuna wisma di sana, mengikuti rel KA. Malam hari digunakan untuk hibran kaum bawah, perempuan dan waria lalu lalang. Kondisi yang sama di jembatan Tanah Abang di kawasan Petamburan. Tapi kini semua telah bersih.
Di Jakarta tak ada lagi warga yang menggelandang, atau kalau pun masih ada, sudah berkurang jauh sekali – tak seperti 30 atau 40 tahun lalu. Para pengamen di lampu merah memegang hape. Juga pembawa gerobak. Yang disebut “gembel” bajunya masih utuh. Kecuali kaum Punk yang sengaja tampil sebegitu rupa semrawutnya.
Bandingkan dengan Amerika, negeri super demokrasi yang warganya kini tinggal di kemah kemah – di rumah kardus di sepanjang jalan utama. Dan Palestina negeri yang pernah berhenti dilanda konflik, dimana warga yang tak berdosa, perempuan dan kanak kanak, menjadi korban kebiadaban peperangan yang tak kunjung henti.
Transportasi KA di Indonesia pernah menyamai Bangladesh dan India. Tapi kini tinggal nostalgia, setelah mantan bankir Citybank Ignasius Jonan membereskannya. KAI menyediakan Commuter Line, yang sejuk dan ketat jadwalnya, meski penuh sesak di pagi dan sore hari. Bertambah dengan MRT, LRT. Selain TransJakarta.
Jika macet dan sesak di pagi dan petangnya – awal dan bubaran kerja – bukankah di Tokyo, New York, Seoul dan Beijing, demikian juga?
Tak ada kemajuan yang bisa disyukuri oleh para pengeluh. Orang orang pesimis dan skeptis terus bermuram durja. Hari hari mengumpat, memaki – melontarkan sumpah serapah.
Indonesia di mata mereka seperti mau kiamat saja! ***