Tekan

Cukup lama aku menduga-duga tentang mana kata yang benar antara pers atau press. Karena kerap membaca atau mendengar kata pers atau press yang diucapkan atau ditulis. Aku tak berminat secara khusus untuk menelisik. Karena tak pernah terdengar atau terbaca ada yang mengoreksi kata itu, baik pers maupun press. Ternyata memang dua-duanya benar.

Pers itu kita comot dari bahasa Belanda, sementara press dari bahasa Inggris. Bahasa Prancis: presse. Baik Belanda, Inggris atau Prancis konon mencomot kata itu dari bahasa ‘induk’ bangsa Eropa yaitu bahasa Latin: perssare yg berasal dari kata premere yg berarti: tekan.

Tekan? Karena media sering ditekan oleh penguasa?. Hehe, bukan. Tekan di sini diartikan secara harafiah,…yaitu yaa…tekan. Mengacu kepada media cetak.

Dulu, ketika mesin cetak diciptakan, huruf demi huruf disusun menjadi kata. Lalu kata demi kata menjadi kalimat, paragraf, dst. Dengan tingkat kesabaran, kelitian dan kecintaan ekstra, disusun secara manual dicetak di atas kertas dengan cara ditekan!.

Sementara itu, tekan dalam bahasa Jawa, lain lagi artinya.

Group media cetak tempatku bekerja dulu, komplet. Baik dari usia, jenis media muapun durasinya. Dari usia, ada bacaan anak (bahkan dibagi menjadi bacaan TK dan SD), majalah remaja, tabloid berita untuk dewasa, dan bacaan untuk manula.

Jenisnya mulai dari hiburan, berita, wanita, pendidikan, hobi, peluang usaha bahkan menata rumah dll. Durasinya mulai dari harian, mingguan, sepuluh harian, dua mingguan dan bulanan. Dan jangan lupa, juga mencetak buku-buku. Segala jenis buku.

Sekarang, media cetak,…perlahan tapi pasti mulai ditinggalkan. Media cetak yang tak bertahan, dgn terpaksa dihentikan. Atau yang tetap berusaha survive meski megap-megap seperti ikan di sungai yang sungainya mulai mengering. Tetap berusaha bernafas, sekadar bertahan hidup di dunia media cetak. Bolehjadi demi menghormati dan menjaga sejarah!

Anak-anakku bergurau: “Jika ayah masih bekerja di zaman ini, di era digital ini (karena relatif gaptek), maka ayah akan terpontal-pontal karena tak terpakai. Untunglah, ketika ‘era itu tiba’ ayah sdh pensiun, hahaha”…

Tapi, sesungguhnya beberapa tahun sebelum ‘era itu benar-benar tiba’ aku sudah berangsur-angsur menyesuaikan diri. Sebab jika tidak,…”Kau akan ditinggalkan zaman yg terus bergerak” kata seorang redaktur yg rajin mengingatkan dan telaten ‘mengenalkan’ aku kepada dunia digital itu.

“Yang aku butuhkan simpel saja” kataku ketika itu, yaitu: “Langkah-langkah untuk bisa menggambar dgn media digital, menyimpan dan mengirim,…cukup!”

Maka, beberapa tahun sebelum pensiun, aku mulai menggambar dengan digital. Menggambar dengan digital sangat menguntungkan secara waktu dan kebersihan. Karena relatif jauh lebih cepat dan meja kerjaku tak lagi belepotan dgn kertas basah, cat dan ketumpahan air atau kopi.

Ada yg khas sebagai pekerja media. Bagi kami (paling tidak aku) adrenalin dan ide-ide cemerlang justru muncul di saat-saat bekerja di bawah tekanan. Bekerja menjelang atau terdesak tenggat atau deadline.

Selamat pagi para pekerja media. Tetaplah fokus dan nyaman meski bekerja di bawah atau dalam tekanan.
(Aries Tanjung)