TESLA

Film dianggap karya seni modern yg paling komplet. Film mewakili “hampir semua karya seni”. Ada visual, fotografi, seni rupa, sastra, seni tari, seni ilustrasi, seni musik, tata letak, tata suara, pencahayan dan -tentu saja- seni peran. 

   Setiap film -atau karya seni lain- seharusnya adalah sebagai semacam ‘penanda kehadiran’ penciptanya. Pelukis Soedjojono punya ungkapan yg lebih serius tentang senilukis: “Lukisan adalah jiwa kethok pelukisnya (lukisan seharusnyalah mewakili jiwa pelukisnya)”

   Sutradara sekaligus penulis skenario Michael Elmereyda, pernah  menerjemahkan, tepatnya menginterpretasikan karya klasik besar yg sdh dikenal dunia menjadi karya baru yg disesuaikan dgn ‘the present day’ atau kekinian kata anak milenial. Dia pernah sukses memasakinikan, membuat film berdasarkan cerita klasik Shakespeare “Hamlet”. Sukses!. Mungkin terinspirasi dari sutradara yg juga membuat film berdasarkan cerita Shakespeare “Romeo & Juliet” yg juga dibuat kekinian jadi film eksyen jedar-jedor (dibintangi oleh Leonardo di Caprio dan Claire Danse – sutradaranya aku lupa) dan sukses!

   Ini kali dia membuat film yg pemain utamanya sama ketika dia membuat Hamlet, yaitu Ethan Hawke. 

Ini kali bukan berdasar naskah klasik, tapi berdasar kehidupan ‘legenda yg nyaris terlupakan’ yaitu: Nikola Tesla. 

   Ermeleyda nampaknya tak hendak membuat biopic (film biografi) yg biasa-biasa saja. Yg lurus, dan jelas tentang sejarah ilmuwan serba bisa, jenius itu. Tapi agaknya dia ingin membuat penonton lebih mengetahui karakter dan kegelisahan sang jenius. Ermeleyda menganggap penonton sudah mengetahui sejarah tentang kejeniusan Tesla.

Bagi penonton yg tak mengetahui siapa Tesla, silakan…bingung dan menduga-duga.

   Untuk mengeliminir kebingungan, perkenankan aku menjembreng sekadarnya siapa Nikola Tesla. Tesla adalah seorang jenius penemu kelistrikan kelahiran Kroasia. Selepas kuliah dia merantau ke Amerika. Awalnya Tesla bekerja dgn Thomas Alva Edison yg sdh lebih dulu terkenal, ternama, kaya dan…pelit. Pada suatu proyek, Edison pernah menjanjikan, barang siapa yg bisa mengerjakan proyek itu, maka diberi hadiah 50.000 dolar. Tesla bisa! Tapi dgn enteng Edison yg kerap ngeledek aksen Tesla yg kental dgn lidah Eropa Timur-nya itu, berkata: “Aku cuma bergurau. Rupanya kau belum juga memahami selera humor orang Amerika”. Karena janji itu hanya omongan saja tak ada perjanjian hitam di atas putih, maka Tesla tak bisa menuntut secara hukum.  Hanya bisa masygul dan bergumam: “Selama ini menurutku, anda tak memiliki selera humor. Tiba-tiba sekarang anda punya?!”…

   Edison menemukan listrik satu arah. Tesla ‘membantahnya’ dgn penemuan baru. Bahwa listrik bolak-balik (AC). Dunsanak jangan berharap aku menguraikan perkara kelistrikan satu arah atau bolak-balik itu secara detail ya. Sebab aku gak ngertiii. Setelah Tesla, sang jenius menemukan sesuatu yg bisa ‘mematahkan’ penemuan Edison (dgn listrik bolak-balik itu), Tesla lalu mematenkannya dan -tentu saja- dia keluar dari perusahaan Edison.

   Tesla lalu melakukan percobaan-percobaan yg dibiayai oleh pengusaha kaya-raya bernama JP. Morgan. Tapi Morgan selalu bersungut-sungut mengatakan bahwa penemuan Tesla belum bisa menghasilkan uang. Bahkan Tesla belum bisa sekadar mengganti uang yg selalu dikeluarkan Morgan. Boro-boro menguntungkan.

   Film -tentu saja- adalah karya otonom sang sutradara. Masalahnya, karya itu menjadi hiburan, pengetahuan atau membingungkan.

   Ermeleyda, sang sutradara membuat film ini sesuka hatinya. Di selang-seling antara tahun-tahun di mana Tesla hidup, sekitar tahun 1870an, dicampur-aduk dgn era sekarang.

   Tiba-tiba, narator film ini -seorang wanita cantik anak JP Morgan(?), googling mencari perbandingan antara kejeniusan Tesla dibandingkan dgn Edison. Tiba-tiba Edison menelpon seseorang dgn iphone.

   Dan -nha ini-…tiba-tiba Tesla menyanyikan lagu milik band Tears for Fears yg pernah hit pada tahun 80an, berjudul: “Every body wants to rule the world” dgn gaya sdg bernyanyi di ruang karaoke.

   Terus terang, aku bingung dan mencoba menggathuk-gathukkan antara film ini, karakter Tesla dan lagu band Tears for Fears yg dinyanyikannya. 

   …well come to your life/ there’s no turning back/ even while we sleep/ we will find you

acting on your best behavior/ turn you back on mother nature/ everybody wants to rule the world…etc…

   Setelah aku menghubung-hubungkan, setelah menguthak-athik gathuk, aku lalu menduga-duga. Mungkin syair lagu itu cocok, atau paling tidak, dianggap cukup dekat dan bisa menggambarkan seluruh karakter Tesla. Galau, gelisah (seperti pada umumnya ilmuwan jenius), penyendiri, tak bisa bergaul dan selalu seperti dirundung nasib sial, tak beruntung.

   Tesla yg jenius, yg ternyata penemuan-penemuannya melampaui zaman, merasa sepertinya orang-orang di sekitarnya tak mengerti tentang penemuannya, boro-boro mengapresiasi. Tesla adalah penemu: Motor induksi. Medan magnet berputar yg dikenal sebagai “kumparan Tesla”. Radio kendaraan. Pengendali jarak jauh(torpedo?), dll.

   Salah-satun temuannya adalah mobil bertenaga listrik yg mulai dicoba hari-hari ini…