Tindakan Bijak yang Tercermin Melalui Pepatah Jawa (Bagian 34)  

Foto : Dok. Pribadi

Pengantar Singkat: Kata-kata mutiara dan nasihat bijak Jawa kuno dari para leluhur Jawa, adalah juga salah satu dari Falsafah hidup bangsa Indonesia yang begitu indah dan penuh dengan makna kehidupan yang mendalam, semoga dapat menginspirasi Anda dalam menjalani kehidupan Anda sebagai manusia yang sedang selalu berusaha menuju ke arah yang lebih baik.

109. SEDULUR SINARAWEDI

Pepatah Jawa  ini arti harfiahnya adalah saudara yang bisa dipercaya. Karena bisa di percaya, kepadanya juga dipercayakan untuk menjaga hal-hal yang bersifat rahasia pribadi, karena di antara mereka telah saling terbuka dan seolah-olah sudah tak ada rahasia lagi.

Di antara mereka telah saling menyimpan dan memegang kelemahan masing-masing. Jadi, sangatlah berbahaya jika di antara mereka sampai terjadi sebuah pertentangan yang besar.  Bisa jadi, mereka akan saling membongkar rahasia mereka sendiri.

Itulah sebabnya orang yang sudah dianggap sedulur sinarawedi hidupnya akan saling rukun satu sama lain. Tempat curahan hati dan sebagainya.

Timbulnya sedulur sinarawedi ini biasanya adanya persamaan peristiwa kehidupan yang pernah dialaminya sehingga hubungan persahabatan mereka menjadi mengental karena mungkin senasib seperjuangan.

Dan karena hubungan persaudaraan yang erat itu, hingga menjadi karib, sebuah persahabatan yang sangat erat hingga kepadanya mereka saling percaya akan hal apa saja yang menjadi miliknya, termasuk rahasia kehidupan mereka sekalipun.

110.CINCING-CINCING MEKSA KLEBUS

Pepatah Jawa ini secara harfiah berarti, “Janganlah ragu-ragu bagi seseorang untuk menggapai harapan, meraih apa yang dicita-citakannya”.

“Cincing-cincing”, berarti menyingsingkan. Yang disingsingkan biasanya adalah pakaian berupa lengan baju. Tetapi dalam pepatah ini yang disingsingkan kalau bukan kebaya perempuan, adalah celana laki-laki.

Mengapa demikian? Karena biasanya pakaian ini disingsingkan ketika seseorang hendak menyeberangi sebuah sungai yang airnya biasanya setinggi lutut atau lebih. Sedangkan “klebus” artinya basah. Jadi, “Cincing-cincing meksa klebus”, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai, ‘Walaupun pakaiannya sudah disingsingkan tetapi tetap saja basah”.

Ketika seseorang hendak menyeberang sungai yang belum pernah diketahui kedalamannya, walaupun sudah berhati-hati, terkadang tetap basah. Air yang membasahi pakaian seseorang yang tengah menyeberang sungai bisa diibaratkan sebagai rintangan agar seseorang bisa tetap menyeberang dan pakaiannya tidak basah. Jikalau pun tetap basah terkena air itu merupakan sebuah risiko yang harus dihadapi.

Berusahalah sejauh mampu, jangan ragu-ragu. Jika yang terjadi adalah sikap ragu-ragu, takut “klebus” atau basah dengan rintangan yang ada, mana mungkin seseorang akan bisa menyeberang dengan berhasil.

Untuk meraih sebuah cita-cita semua membutuhkan pengorbanan dan kerelaan. Semangat tak boleh pudar.

111. PADHAKKE WONG TIPIS WAE

“Padhakke”, artinya disamakan. “Wong tipis wae’, artinya orang yang tipis saja. Kata “tipis” dalam kalimat bahasa Jawa ini dimaknai  sebagai orang yang tengah menderita, serba kekurangan di dalam hal materi.

Pepatah Jawa ini secara harfiah memiliki arti dianggap sama atau disamakan dengan orang yang tak berpunya, kekurangan (dalam hal materi saja).

Sesungguhnya pepatah ini untuk menyindir orang kaya yang pelit. Ketika ia bangkit kesadarannya untuk sedikit berbagi dengan sesamanya maka akan muncul kalimat atau celetukan kata yang terangkai sedemikian indah yakni, “Padhakke wong tipis wae'”.

Orang yang mengatakan kalimat ini memiliki tujuan menyanjung orang kaya tersebut agar tidak ragu-ragu dalam berbagi dan berderma.

Sebagai ilustrasi sebut saja orang kaya bernama Pak Dhadhap. Suatu ketika ia mengajak 5 orang temannya untuk makan siang di warung. Seorang di antara mereka berkata.

“Ayo, mau makan apa saja yang kita suka!”

“Memangnya kamu yang membayari?” Kata seorang yang lain.

“Lho, yang membayari Pak Dhadhap bukan? Padhakke wong tipis wae?!”

/ Mangkujayan, 5 Oktober 2022

Tindakan Bijak yang Tercermin Melalui Pepatah Jawa (Bagian 33)

About Y.P.B. Wiratmoko

Lahir di Ngawi, 5 April 1962. Purna PNS ( Guru< Dalang wayang Kulit, Seniman, Penyair, Komponis, penulis serta penulis cerita rakyat, artikel dan buku. Telah menulis 200 judul buku lintas bidang, termasuk sastra dan filsafat. Sekarang tinggal di dusun kecil pinggir hutan jati, RT 021, RW 03, Dusun Jatirejo, Desa Patalan, Kecamatan Kendal, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur