Seide.id – Malala Yousafzai, asal Pakistan. Namanya kembali muncul sejak Taliban menguasai Afghanistan.
Dikenal sebagai aktivis pendidikan dengan berbagai penghargaan, ia juga tercatat sebagai peraih penghargaan Nobel termuda sepanjang sejarah.
Dunia tidak lupa pada kejadian tragis yang menimpa dirinya. Saat itu, ia belum lagi 15, baru 14 tahun, ketika Taliban memberondong dirinya dengan tembakan.
Nama Malala kemudian jadi identik dengan korban kekejaman Taliban.
Pada 2013, PBB kemudian memutuskan, hari ulang tahunnya 12 Juli sebagai Hari Malala.
Hari Malala adalah hari peringatan internasional yang ditujukan untuk mewakili tujuan pendidikan bagi seluruh anak.
Pendidikan Bagi Semuanya
Dalam pidatonya di depan Majelis Umum PBB, remaja Malala mengatakan bahwa, pendidikan untuk semua orang, sekali pun itu anak-anak Taliban dan anak-anak ekstrimis yang lain.
“Ini adalah welas asih yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, Yesus Kristus dan Budha. Ini adalah warisan perubahan yang diturunkan pada saya oleh Martin Luther King, Nelson Mandela dan Muhammad Ali Jinnah. Ini adalah filosofi anti kekerasan yang diajarkan Gandhi, Bacha Khan, dan Bunda Teresa,” ujar Malala Yousafzai.
Berbeda dari Yang Lain
Lahir di Pakistan pada 1997 dari ibu , Toor Pekai dan ayah Ziauddin Yousafzai, Malala menjalani masa kecil yang berbeda dengan anak perempuan lain seusianya.
Ketika anak perempuan lainnya di Pakistan tidak bersuara atas keadaan yang diberlakukan pada diri mereka, sebaliknya bagi Malala.
Saat itu, pemimpin Taliban, Muslim Khan, beranggapan bahwa perempuan tidak boleh mengecap pendidikan dan belajar mengenai dunia Barat. Dia berkeras bahwa ada sistem pendidikan sendiri yang bisa diterapkan ke gadis-gadis Pakistan.
Tapi Malala menolak.
Ia anggap, gagasan itu tidak benar.
Disokong oleh sang ayah, yang merupakan pemilik dan Kepala Sekolah, sekaligus anti Taliban, Malala menantang Talilban.
“Pendidikan adalah pendidikan. Kami harus belajar segalanya lalu memilih jalur yang akan ditempuh. Pendidikan itu bukanlah Timur atau Barat. Pendidikan itu manusia,” bantah Malala.
Pada usia 11 tahun, Malala pun bergabung dengan BBC Urdu. Dalam laporan-laporannya, Malala menggunakan nama samaran.
Malala rutin melaporkan kekejamanTaliban di daerah kekuasaan kelompok bersenjata itu, di Pakistan.
Namun, apa lacur. Taliban berhasil membongkar indentitasnya.
Diam-diam, Malala yang vokal dengan ucapan, “Berani-berani Taliban mengambil hak saya untuk memperoleh pendidikan,” jadi target pembunuhan.
Remaja ini tidak menduga apa yang akan terjadi.
Demikian juga ayahnya, karena menganggap tragedi berdarah itu mungkin terjadi pada remaja yang baru berusia 14 tahun.. selanjutnya
(ricke senduk)