Pengamat militer dan intelejen Nuning Kertopati menilai harus ada pembuktian atas tuduhan itu. “Menurut saya harus ada pembuktian atas tuduhan tersebut agar tak jadi fitnah bagi TNI. Adapun soal benda yang hilang tentu hal tersebut tak bisa begitu saja sebagai bukti adanya komunis di tubuh TNI,” kata Nuning, kepada wartawan, Senin (27/09).Nuning menyarankan Gatot untuk melaporkan ke pihak yang berwajib jika menemukan adanya indikasi tersebut. Jangan sampai info yang belum terbukti itu terus berkembang hingga menjadi sebuah kebenaran.
“Jadi apabila memang ada indikasi penyusupan atau bahkan penyebaran paham komunis di tubuh TNI silakan dilaporkan agar dapat diproses hukum. Tentu ke pihak berwajib yaitu Polri bukan menyampaikannya ke media. Saat ini kan zaman peperangan asimetris dan juga berkembangnya post truth, jangan sampai info yang berpotensi timbulkan kegaduhan ini merupakan post truth,” ujarnya.
Setelah mendapat bantahan dari berbagai pihak, Gatot pun sedikit mengubah nyanyiannya. Dia mengaku hanya gundah karena di mana-mana terdapat patung presiden pertama RI Sukarno. Sebaliknya, patung presiden kedua Soeharto tidak ada, bahkan patung ukuran kecil pun musnah. Hal ini menurutnya sangat ironis.
“Di mana-mana patung Bung Karno ada, bahkan nama Soekarno-Hatta (sebagai) jalan ada. Pak Harto mantan presiden, ada jasanya juga, mana sih ada patung seperti itu? Patung kecil pun musnah. Ini kan satu hal yang sangat ironis,” kata Gatot dalam wawancara di channel Youtube Karni Ilyas Club yang diunggah Rabu (29/9).
Gatot berharap semua presiden dihormati. Apapun kesalahan mereka, kata Gatot, presiden harus tetap dihargai.
Menurut Gatot, semua presiden sepanjang sejarah Indonesia haruslah ditokohkan dan mendapat julukan kehormatan. Hal ini seperti Bung Karno sebagai Sang Proklamator, Soaharto Bapak Pembangunan, Megawati Presiden Perempuan Pertama, dan Jokowi sebagai Bapak Infrastruktur.
Menebar Ketakutan
Atau, jangan-jangan dia ingin menjadikan isu komunis sebagai tiket untuk mencoba kembali peruntungannya di dunia politik. Sebab, di awal tahun 2018 Gatot sempat membentuk relawan yang menamakan diri Gatot Nurmantyo untuk Rakyat (GNR). GNR secara terbuka mendeklarasikan dukungan terhadap Gatot Nurmantyo sebagai calon presiden (capres) di Pilpres 2019. Gatot sendiri pun semula mengaku optimistis bakal menjadi calon presiden dalam pemilihan presiden atau pilpres 2019.
Namun GNR hanya seumur jagung. Belakangan Gatot sepertinya tahu diri, peluangnya untuk maju di Pilpres 2019 amat tipis.
Nah, sekarang Pilpres masih sekitar 3 tahun lagi. Gatot pun lagi-lagi mengandalkan nyanyiannya tentang bangkitnya komunisme. Dia lupa, komunisme sebagai ajaran sudah mulai ditinggalkan banyak pihak, termasuk oleh RRC, negeri leluhur paham komunis.
Negeri Tirai Bambu itu memang masih menyebut komunisme sebagai landasannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Tapi kelakuannya tak beda jauh dengan kapitalis, seperti yang dipraktikkan negara-negara Eropa maupun Amerika Serikat. Karena itulah, kali ini nyanyian Gatot terdengar makin sumbang. ***